Mohon tunggu...
tri desti
tri desti Mohon Tunggu... -

aku orang nya lucu, bawel, uhhh pokoknya menyengkan deh. kalau ketawa yang lain pun ikut tertawa. kata dosen, aku itu anaknya selalu riang gembira.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Stabilitas Politik Era Orde Lama Tolak-tarik Ulur Demokrasi dan Otoriterisme

11 Mei 2013   17:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:44 2171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sepanjang sejarah Indonesia ternyata telah terjadi tolak-tarik atau dinamika antara konfigurasi politik otoriter (nondemokratis). Demokrasi dan otoriterisme muncul secara bergantian dengan kecenderungan linier di setiap periode pada konfigurasi otoriter. Sejalan dengan tolak-tarik konfigurasi politik itu, perkembangan karakter produk hukum memperlihatkan keterpengaruhannya dengan terjadinya tolak-tarik antara produk hukum yang berkarakter konservatif dengan kecenderungan linier yang sama.

Semua konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia menjadikan “demokrasi” sebagai salah satu asasnya yang menonjol; tetapi tidak semua konstitusi mampu melahirkan konfigurasi politik yang demokratis. Artinya, sebuah konstitusi yang jelas-jelas menganut paham demokrasi dapat melahirkan konfigurasi politik tidak demokratis atau motoriter. Bahkan, di bawah sebuah konstitusi yang sama dapat lahir konfigurasi politik yang berbeda-beda pada periode yang berbeda-beda pula. UUD 1945 yang berlaku pada periode 1945-1949 melahirkan konfigurasi yang jauh berbeda dengan konfigurasi politik pada saat UUD tersebut berlaku pada periode 1959-1966 untuk selanjutnya melahirkan konfigurasi politik yang berbeda lagi pada periode setelah 1966. Secara lebih rinci, perkembangan konfigurasi politik dari periode-periode adalah sebgai bereikut

A. Periode 1945-1959

Pada periode 1945-1959 konfigurasi politik yang tampil adalah konfigurasi politik yang demokratis. Kehidupan politik pada periode ini ini dicirikan sebagai demokrasi liberal. Di dalam konfigurasi yang demikian tampak bahwa partai-partai memainkan peranan yang sangat dominan dalam proses perumusan kebijakan negara melalui wadah konstitusionalnya (parlemen). Seiring dengan itu lembaga eksekutif berada pada posisi yang “kalah buat” dibandingkan dengan partai-partai sehingga pemerintah senantiasa jatuh bangun dan keadaan politik berjalan secara tidak stabil. Kebebasan pers, bila dibandingkan dengan periode-periode lainnya, dapat dikatakan berjalan dengan baik; bahkan pada periode demokrasi liberal inilah peraturan sensor dan pembredelan yang berlaku sejak zaman Hindia Belandadicabut secara resmi.

B. Periode 1959-1966

Konfigurasi politik yang demokratis berakhir pada tahun 1959, ketika pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang kemudian dianggap sebagai jalan bagi tampilnya demokrasi terpimpin. Pada era demokrasi terpimpin yang berlangsung tahun 1959 sampai 1966 konfigurasi politik yang ditampilkan adalah konfigurasi yang otoriter. Di dalamnya Soekarno menjadi faktor utama dalam agenda politik nasional sehingga pemerintahan Soekarno pada era ini dicirikan sebagai rezim yang otoriter. Partai politik, kecuali Partai Komunis Indonesia (PKI), tidak mempunyai peran politik yang berarti pada periode ini. Selain Soekarno, dengan kekuatan politik yang masih dapat berperan adalah Angkatan Darat (AD) dan PKI. Tiga kekuatan politik (Soekarno, AD, PKI) tersebut melakukan tarik tambang, saling memanfaatkan sekaligus saling bersaing, tetapi kekuatan terbesar terletak pada Soekarno. Presiden Soekarno mengatasi lembaga-lembaga konstitusional, menekan partai-partai, dengan menutup kebebasan pers sambil sering membuat peraturan perundang-undangan yang secara konstitusional tidak dikenal seperti Penpres dan Perpres.

C. Periode 1966-Sekarang

Pada periode ini, atas dasar logika pembangunan yang menekankan pada bidang ekonomi dan paradigma pertumbuhan, konfigurasi politik didesain untuk negara kuat yang mampu menjamin dan membentuk negara kuat. Kehidupan politik yang stabil sengaja diciptakan karena pembangunan ekonomi hanya akan berhasil jika didukung olehstabilitas nasional yang mantap. Pada awalnya orde baru memulai langkahnya secara demokratis, tetapi secara pasti lama-kelamaan membentuk konfigurasi yang cenderung otoriter. Eksekutif sangat dominan, kehidupan pers dikendalikan, legislatif dicirikan sebagai lembaga yang lemah karena didalamnya telah ditanamkan tangan-tangan eksekutif melalui Golongan Karya (Golkar) dan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Banyak identifikasi teoritis yang diberikan oleh para sarjana untuk menjelaskan realita kepolitikan Orde Baru ini. Diantara identifikasi teoritis itu adalah Patrimonialisme, Beamtenstaat Pasca Kolonial, Bureaucratic Polity, Rezim Birokratis yang Otoriter, Statis Organis Koorporatisme, dan sebagainya. Akan tetapi dari sekian banyak penjelasan teoritis itu terdapat satu hal yang sama yakni bahwa realita kepolitikan Orde Baru bukanlah realita yang demokratis. Oleh karenanya, penelitian ini mengkualifikasi bahwa konfigurasi politik di bawah orde baru adalah konfigurasi nondemokratis.

Jika akan diukur dari indikator yang dipergunakan tulisan ini, sebenarnya konfigurasi politik Orde Lama dan Orde Baru adalah sama-sama demokratis. Akan tetapi, menyamakan begitu saja otoriterian yang ada pada keduanya adalah kurang fair, karena otoriterianisme pada dua periode tersebut memang mengandung perbedaan-perbedaan, yaitu:

a.Pada era Orde Lama tidak ada sistem kepartaian, sedangkan pada era Orde Baru yang hidup adalah sistem kepartaaian hegemonik.

b.Tumpuan kekuatan Orde Lama adalah Soekarno sebagai Presiden, sedangkan tumpuan kekuatan Orde Baru adalah Presiden Soeharto, ABRI, GOLKAR, dan Birokrasi.

c.Jalan yang ditempuh Orde Lama adalah inkonstitusional, sedangkan Orde Baru memilih justifikasi melalui cara-cara konstitusional sehingga perjalanan menuju otoriteriannya memang didasarkan pada peraturan yang secara “formal” ada atau dibuat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun