Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Essi nomor 95 - Burung Gagak dan Lintasan Asap di Angkasa

10 Oktober 2025   09:19 Diperbarui: 10 Oktober 2025   09:19 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pixels.com/featured/the-crow-whisperer-tina-lecour.html?product=poster

Essi 95 - Burung Gagak dan Lintasan Asap di Angkasa
Tri Budhi Sastrio - Kasidi

Senja kemarin tiba-tiba saja langit kota Poznan cerah
dan lebar menganga terbuka,
Nuansanya hampir saja persis sama dengan nuansa langit
Surabaya di kala senja.
Tetapi pada saat yang sama ada empat belas garis
lintasan terbentuk jauh di sana
Lintasan yang tak akan pernah terlihat di kota buaya
kecuali nanti ada pelukisnya.
Tak terdengar suaranya dari dalam kamar apartemen
tetapi lintasannya jelas nyata
Rupanya pada saat yang hampir bersamaan melintas
empat belas burung raksasa
Yang membawa manusia ke banyak bandara tujuan di
Eropa melintas di atas kota.
Saling silang dan yang satu lebih tinggi dari lainnya dan
terbentuklah di atas sana
Empat belas garis lintasan seta yang karena sang dewa
bayu sedang malas bekerja
Ditambah dengan bekunya udara di langit kota, maka
jejak sang burung raksasa
Tak hilang-hilang, hadirkan nuansa aneh luar biasa bagi
saya yang baru pertama.
Sayang pemandangan ini tidak terlalu lama karena langit
meminta ijin pada saya
Kembali pada kesenangan mereka yang lama, gerimis
dan jadi kelabu begitu saja.
Akibatnya kembali bayangan indahnya langit di atas
rumah kami yang sederhana
Berpadu dengan rasa rindu pada canda Linda, Nia, Rani,
Jangjang dan papanya,
Belum lagi sapaan ramah para tetangga atau teman di
gereja yang di sini tak ada.
Melintas begitu saja dan ini membuat hampir saja saya
berkemas dan ke bandara
Tinggalkan kota yang memang surga bagi para
mahasiswa dan para penghuninya
Tetapi mungkin hanya kota biasa yang berbeda bagi
orang sederhana seperti saya.
Hanya saja ... yah inilah kisah cerita anak manusia yang
tak pernah punya kuasa
Menentukan ke mana jalan hidup dan langkahnya ...
masih ada tugas serta kerja
Yang jauh dari selesai purna dan karenanya apapun
masalahnya untuk sementara
Saya tetap harus ada di ini kota membantu memuaskan
dahaga para mahasiswa
Akan ilmu pengetahuan dan budaya yang memang
landasan peradaban manusia.

Pemandangan yang tak kalah mengganggu adalah
ratusan burung gagak di kota.
Teriakan nyaringnya membelah lintasan angin dan
terbang ke sini lalu ke sana
Kadang hinggap di rerumputan hidup berdaun coklat --
ah mana ada di Surabaya --
Lalu terbang ke atas ke cabang dan ranting pohon
yang juga amat aneh rasanya,
Hidup dan tidak mati tetapi semua daun-daunnya
tanpa sisa entah pergi ke mana.
Padahal sepanjang tahun, depan rumah sederhana saya,
daun itu hijau senantiasa
Dan bunga pun mekar bergantian setiap hari -- melati,
mawar dan juga kenanga --
Saya memang terbiasa memetik itu bunga untuk
diletakkan di depan Bunda Maria.
Tak ada pohon yang tak berdaun, kecuali mati atau istri
saya habis memangkasnya.
Saya biasanya mengomeli dia, mengapa daun rimbun
segar dipangkas begitu saja,
Supaya tumbuh lebih rimbun dan segar jawabnya ... yah,
jawaban yang boleh juga.
Memang tak selamanya kota-kota di  Eropa tak berdaun
rimbun dan tak berbunga
Karena akan tiba musim semi di mana semuanya akan
berubah menjadi lebih ceria
Pohon bersemi, daun hijau, bunga mekar berwarna-
warni, kata mahasiswa saya,
Dan pak Tri Budhi, lanjutnya, pasti terpesona melihatnya
... hah, terpesona apanya,
Jawab saya mesti hanya dalam hati, sementara kepala
mengangguk dan berkata
Saya akan tunggu musim yang katanya memang lebih
indah, ceria dan gembira.
Tetapi lagi-lagi dalam hati saya berkata, berbeda bisa
saja, tetapi lebih indah ceria?
Saya tak percaya ada negara lebih indah ceria
dibanding negara saya ha .. ha .. ha ...
Kembali ke burung gagak dan lintasan asap di angkasa
ini kota - untuk yang kedua,
Hanya sesekali saya melihatnya di kota Surabaya, ekor
pesawat tempur biasanya,
Untuk yang pertama saya teringat The Raven yang saya
ajarkan pada mahasiswa.

Essi 95 - tbs/poz/kas -- SDA29022012 -- 087853451949

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun