Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Kontemporer: Senyum Tukang Bakso

10 Maret 2021   09:38 Diperbarui: 10 Maret 2021   09:53 874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
twitter.com/roro_asyu

Ketika pikiran ini melintas di benakku, aku tersentak menyadari betapa sedikit yang kuketahui tentang orang ini. Aku bahkan belum tahu apakah dia mempunyai istri dan anak. Satu-satunya yang kuketahui tentang tukang bakso yang satu ini mungkin cuma nama dan kebiasaan tidak pernah tersenyum. Ingin tahu namanya? Pak Slamet.

Selesai memperhatikan keadaan rumah, kuteruskan langkah dan baru berhenti di depan pintu kayu yang terbuka. Ternyata pak Slamet sedang duduk di ruang tamu. Dengan cepat dia menyadari ada tamu. Dia bangkit dari duduknya dan ... ya ampun, dia tersenyum ramah padaku. Satu fakta sekarang kuketahui tentang dirinya. Dia tersenyum di rumah. Jadi dia cuma tidak tersenyum kalau sedang berjualan bakso!

"Maaf pak Slamet!" kataku mendahului.

"Oh, silahkan pak! Silahkan masuk!" sambut pak Slamet dengan senyum makin lebar. Diam-diam keragu-raguan menyelinap dalam hati. Mungkinkah semua kecurigaan dan semua yang keanehan yang kurasakan terlalu berlebih-lebihan? Tetapi apa yang sudah dimulai tidak baik dihentikan di tengah jalan. Aku harus meneruskan penelitian ini sampai ke titik terakhirnya. Apa pun jawabannya harus dicari sekarang juga.

"Terima kasih pak Slamet! Bagaimana kabarnya?" kataku sambil melangkah kekursi tamu.

"Oh, baik-baik saja!" balasnya. Sekarang senyumnya semakin lebar. "Ah, sebentar pak!" katanya kemudian sambil berdiri dari tempat duduknya hendak ke belakang. Mungkin dia mau menyediakan minuman untukku.

"Tidak usah repot-repot, pak Slamet," kataku. "Saya ke sini cuma mau bermain-main dan melihat rumah pak Slamet. Setiap hari membeli baksonya tetapi tidak tahu rumah penjualnya!"

"Rumah saya jelek, pak!" katanya merendah. "Saya ke belakang sebentar ya, pak!"

Aku terpaksa mengangguk.

Tidak terlalu lama masuk, dia sudah kembali. Di tangannya ada sekotak rokok dan korek.

"Ayo pak," katanya sambil meletakkan rokok dan korek api di  meja. Dia kemudian duduk tepat di depanku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun