Contoh lain semisal dalam hal membeli buku. Saya contohkan ini karena saya termasuk yang suka baca dan beli buku, yang biasanya berisiko suka belinya tapi tak punya waktu untuk membacanya. Untuk mengatasi hal ini, saya mengubah cara belanja saya dengan teknik puasa-lebaran. Daripada saya berjanji pada diri, 'saya akan beli buku judul B dan berjanji akan tuntas membacanya segera' saya mengubah menjadi 'saya harus selesai membaca buku Y (yang sudah ada di rumah namun belum dibaca) dan membuat tulisan ulasannya, baru saya boleh menghadiahi diri dengan membeli buku baru berjudul B'.
Cara seperti ini akan melatih kita 'memikir ulang dan melihat kembali' apa-apa yang telah kita miliki dan menimbang penting tidaknya mengeluarkan uang untuk berbelanja hal yang kita inginkan. Jika memang penting dan ingin, kita harus 'berpuasa' dengan melakukan tirakat lelaku positif terlebih dahulu sebelum 'memperbolehkan diri' untuk langsung membelinya.
Dengan adanya pasar portable di genggaman kita berupa marketplace yang ready melayani 24 jam nonstop, nafsu belanja kita seringkali tidak terkontrol. Malam hari gabut tidak bisa tidur, buka-buka toko online, scroll-scroll berujung checkout barang belanjaan. Biasanya kita memaklumi dengan pikiran 'halah barang murah tidak menguras tabungan banyak' namun jika tidak dikendalikan, dalam sebulan jika ditotal kadang sampai sejuta juga. Tabungan kita habis untuk belanja barang yang sifatnya impulsif.
Maka, mumpung saat ramadan dan kita sudah terbiasa berpuasa menahan hawa nafsu, sekarang kita latih juga berpuasa menahan berbelanja. Caranya dengan mendahulukan kaul pembiasaan hal-hal baik terlebih dahulu. Baru di ujungnya nanti jika kita berhasil, kita boleh 'berlebaran' belanja barang incaran kita dengan suka cita tanpa perlu rasa bersalah.
Mengikuti pemeo orang jawa: saben poso, pasti ono riyayane. (*TF)