Mohon tunggu...
TRI WAHYUARIFUDDIN
TRI WAHYUARIFUDDIN Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

saya suka membaca konten politik diindonesia sambil mendengarkan lagu galau

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Berfokus Implementasi Kurikulum pada Siswa

19 Desember 2023   12:57 Diperbarui: 19 Desember 2023   17:46 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mulai pertengahan Juli 2022, beberapa sekolah mulai menerapkan kurikulum mandiri. Penerapan kurikulum ini hendaknya tidak dimaknai sebagai perubahan pengelolaan kurikulum ke bentuk yang baru, namun lebih utama sebagai upaya perubahan pembelajaran.  

Berkunjung ke sekolah-sekolah, euforia sekolah dan guru dalam penerapan kurikulum paradigma baru ini. Guru antusias mempelajari inti kurikulum, memahami hasil pembelajaran dan menyiapkan dokumen yang diperlukan. Namun, banyak guru yang belum mengubah metode pengajarannya untuk lebih memenuhi kebutuhan siswanya. Iwan Syahril yang menjabat Direktur Jenderal Guru dan Pendidik dalam beberapa kesempatan mengingatkan agar penerapan kurikulum mandiri tidak hanya terbatas pada dokumen kurikulum saja, namun harus fokus pada siswa. 

Departemen pendidikan, sekolah dan guru harus memastikan bahwa perubahan pembelajaran yang signifikan pada kurikulum mandiri terjadi di dalam kelas.   Kurikulum Merdeka memberikan fleksibilitas kepada sekolah dan guru dalam menyusun kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan kekhususan dan lokasinya. Sekolah dan guru hendaknya memanfaatkan kesempatan ini untuk melaksanakan pembelajaran yang berfokus pada kemampuan siswa.   Pembelajaran yang berpusat pada siswa sebenarnya bukanlah hal yang baru. Namun selama ini guru mengalami kesulitan dalam melaksanakannya, karena  pemahaman, keterampilan dan persyaratan materi yang terdapat pada kurikulum sebelumnya terbatas.  Salah satu ciri kurikulum mandiri adalah lebih sederhana dan fokus pada materi penting, memberikan waktu lebih banyak bagi guru untuk mendalami mata pelajaran dan memungkinkan guru  lebih memperhatikan kondisi dan karakteristik siswa.  

  Penilaian diagnostik dan instruksi yang berbeda   Sekolah dan guru harus memperhatikan setidaknya dua aspek, agar semangat kurikulum mandiri segera dirasakan  siswa, yaitu penilaian dasar pembelajaran dan pembelajaran berdiferensiasi.  Seringkali guru memulai pembelajaran pada awal tahun ajaran baru dengan cara berkomunikasi dengan orang tua dan memperkenalkan siswa. Sayangnya,  banyak guru yang tidak berupaya memahami latar belakang siswa dan kesiapan  belajar melalui penilaian diagnostik. Padahal, latar belakang dan kemampuan utama seorang siswa sangat menentukan keberhasilannya dalam  belajar. 

  Di sisi lain, penilaian diagnostik tidak boleh disamakan dengan tes kecerdasan, tes psikologi, atau tes yang mengelompokkan siswa yang lebih baik dan memisahkannya dari siswa yang rata-rata. Di sisi lain, penilaian diagnostik menjadi landasan bagi guru dalam merencanakan pembelajaran sesuai keterampilan dan kemampuan siswa (differentiated learning). Pembelajaran yang terdiferensiasi adalah bukti nyata pembelajaran yang berpusat pada siswa. Siswa tidak lagi diberikan metode pembelajaran dan tugas yang bersifat universal, meskipun mereka berada di kelas yang sama. Guru secara kreatif menawarkan metode pembelajaran yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat keterampilan siswa agar setiap siswa dapat belajar secara maksimal. 

Mengacu pada Taksonomi Bloom, guru dapat mengelompokkan siswa menurut kemampuan berpikir rendah atau tinggi, dimulai dari mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Siswa yang belum terbiasa dengan pelajaran dapat diminta untuk menyelesaikan tugas pada tingkat mengingat dan memahami. Pada saat yang sama, siswa yang mahir diminta untuk menerapkan dan menganalisis konten, dan siswa yang berprestasi diminta untuk mengevaluasi dan membuat tugas. Seperti yang dicatat oleh Tomlinson (2001) dalam Cara Membedakan Pengajaran di Kelas dengan Kemampuan Campuran, tidak ada "resep yang bisa digunakan untuk semua" dalam mempraktikkan pembelajaran yang berdiferensiasi. Guru berlatih sesuai dengan kepribadiannya, sifat mata pelajaran, nilai yang akan diajarkan dan profil pembelajaran siswa. Namun Tomlinson menekankan dua hal yang harus dimiliki oleh guru yang ingin menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, yaitu keyakinan bahwa siswa mempunyai kebutuhan belajar yang berbeda-beda dan keyakinan bahwa kelas yang aktif dan terlibat lebih efektif untuk pembelajaran dibandingkan kelas pasif. Keyakinan ini penting sebagai modal guru untuk meningkatkan mutu pendidikan. Mendukung Tentu saja mustahil mengharapkan guru melakukan penilaian diagnostik dan pembelajaran yang berdiferensiasi tanpa dukungan.

 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menerbitkan beberapa pedoman penilaian diagnostik, yang meliputi penilaian non-kognitif dan kognitif. Penilaian non-kognitif bertujuan untuk memahami kesejahteraan psikologis siswa, keadaan keluarga, aktivitas rumah, hubungan interpersonal, gaya belajar dan minat siswa. Sedangkan tujuan penilaian kognitif adalah untuk mengetahui kinerja kompetensi siswa, menjadi dasar penyesuaian pembelajaran dan lebih memperhatikan siswa yang kompetensinya di bawah rata-rata. 

Pembelajaran yang berdiferensiasi memerlukan motivasi, pengetahuan dan waktu yang cukup, sehingga tidak semua guru berminat. Oleh karena itu, dalam mendukung penerapan kurikulum mandiri di daerah, perlu fokus pada penguatan kompetensi dan motivasi para guru tersebut. Secara khusus, pemerintah kota melalui Departemen Pendidikan harus memberikan perhatian khusus untuk memastikan bahwa guru menerima pelatihan dan bantuan dalam pelaksanaan penilaian diagnostik dan pengajaran yang berbeda. 

Kementerian Pendidikan dapat mengaktifkan komunitas belajar (seperti KKG dan MGMP) dan mendorong sekolah untuk melaksanakan in-house training sehingga setiap guru mempunyai kesempatan untuk meningkatkan kapasitas dan pelatihan sejawat. 

Kedua, pimpinan sekolah harus membangun kepercayaan diri guru untuk memberikan layanan pembelajaran terbaik kepada siswa. Pelatihan, diskusi dan refleksi internal hendaknya dilakukan secara berkala agar sekolah memiliki sistem yang berulang untuk meningkatkan pembelajaran. 

Ketiga, peran kepala sekolah dalam pengajaran dan kepemimpinan berfokus pada memastikan peningkatan kualitas pembelajaran di kelas. Perubahan pembelajaran yang terjadi di kelas harus dipahami dengan pengawasan penerapan kurikulum mandiri. Dengan dukungan dan peran berbagai pihak tersebut di atas, diharapkan penerapan kurikulum mandiri tidak hanya sebatas pemutakhiran dokumen saja, namun dampaknya akan terasa pada hasil belajar peserta didik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun