Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pelaksanaan MSIB, Dilema Struktur Industri dan Platform Pencari Kerja

31 Mei 2023   19:21 Diperbarui: 31 Mei 2023   19:25 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi MSIB  (Gambar Internship Stock Photos)

Pelaksanaan Program Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB) merupakan praktik baik dalam Merdeka Belajar oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek). 

Program itu memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengasah dan mendapatkan kemampuan, pengetahuan dan sikap di dunia industri dengan cara bekerja dan belajar secara langsung dalam proyek atau permasalahan riil. Pengalaman belajar di luar perguruan tinggi dengan aktivitas pembelajaran yang terstruktur akan dikonversi ke SKS Mahasiswa.

Sayangnya praktik baik tersebut belum optimal dan pelaksanaan di lapangan sering asal-asalan karena kondisi struktur industri nasional banyak yang belum berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. 

Perusahaan hanya sekedar berbisnis bahan mentah bahkan banyak perusahaan yang hanya bersifat perakitan dan pergudangan saja. Sehingga para mahasiswa tidak mendapatkan pengalaman kerja yang layak dan sistemik yang berbasis kurikulum yang ideal. Sulit mendapatkan perusahaan atau industri yang memiliki status agility dalam berusaha.

Publik melihat program MSIB kurang sistemik dan belum ada kesinambungan saat mahasiswa lulus kuliah. Mestinya ada platform kesinambungan. Yakni adanya platform pencari kerja yang dibangun oleh negara. Platform tersebut juga menjadi wahana pemerintah daerah untuk merencanakan portofolio profesi yang harus dikembangkan di daerahnya.

Program MSIB membawa kebermanfaatan dan praktik baik yakni adanya pembaharuan jenis profesi kerja yang sudah usang dan jenuh dengan jenis profesi yang menjadi kebutuhan dunia di masa depan. 

Selain itu membantu pemerintah daerah yang selama ini kurang bisa memproyeksikan kebutuhan tenaga kerja serta portofolio kompetensi dan profesi yang cocok bagi warganya. Khususnya portofolio yang berbasis sumber daya lokal. 

Transformasi dunia kerja pada abad 21 akan berorientasi pada Post Taylorist. Era ini menuntut strategi dan sistem pembangunan angkatan kerja yang bersifat multi-skilling, retrainable dan kompetensi entrepreneurship hingga technopreneurship.

Terobosan dan inovasi ketenagakerjaan perlu digalakkan sehingga pengerahan angkatan kerja bisa efektif dan produktif. Platform sangat dibutuhkan oleh calon pekerja maupun para pekerja yang telah lama berkarir. Baik untuk pengembangan diri maupun solusi khusus masalah ketenagakerjaan.

Indonesia dengan jumlah angkatan kerja yang sangat besar membutuhkan platform terkait dengan lapangan kerja. Terutama bagi fresh graduate yang sedang kesulitan mendapatkan pekerjaan.Ironisnya,  kebutuhan diatas justru ditangkap oleh startup asing yang membuat  platform karier. 

Startup tersebut adalah  Glints asal Singapura. Merupakan perusahaan pengembangan karier yang didirikan oleh tiga anak muda Singapura berusia 22 tahun. Ketiganya memiliki tujuan untuk membantu pemuda yang tengah mencari pekerjaan untuk bisa lebih mengembangkan dirinya serta mendapatkan lapangan kerja yang sesuai dengan keahlian yang dimiliki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun