Brengsek Saat Rugi - BUMN dan Krisis Moral yang Harus Diakhiri
Oleh: Toto Endargo
"Dia kira itu perusahaan nenek moyang, perusahaan rugi dia tambah bonus untuk dirinya sendiri, brengsek benar itu!"
--- Prabowo Subianto, Munas PKS, 29 September 2025
Pernyataan keras itu langsung menggema ke publik. Kata "brengsek" bukan basa-basi; ia mencerminkan kemarahan terhadap perilaku sejumlah pejabat BUMN yang tetap menikmati bonus besar meski perusahaan dalam kondisi merugi. Namun, gema kemarahan akan sia-sia bila tidak diikuti dengan tindakan nyata dari pemerintah.
Bonus yang Kehilangan Makna
Dalam prinsip tata kelola yang sehat, bonus diberikan sebagai bentuk apresiasi terhadap kinerja unggul. Namun, ketika BUMN mencatat kerugian dan bonus tetap dibagi, yang terjadi bukan apresiasi, melainkan pembenaran terhadap kegagalan.
Apa yang sebenarnya sedang dihargai?Gagal mengelola keuangan? Gagal memimpin? Atau sekadar duduk di kursi empuk sambil menikmati fasilitas?
Ketika bonus tidak lagi berbasis pencapaian, ia berubah menjadi bentuk rente kekuasaan --- dan ini sangat berbahaya.
Dari Serakah ke Sistemik
Masalah ini bukan sekadar perilaku individu, tetapi cerminan kerusakan budaya dalam sistem BUMN. Perasaan "berhak" atas bonus, walau perusahaan merugi, menunjukkan betapa mentalitas pelayanan publik telah terkikis oleh kepentingan pribadi.