Ki Adipati Wargautama lalu memutuskan membagi wilayah Wirasaba menjadi empat:
- Sebagian untuk Senon
- Sebagian sebagai inti Wirasaba
- Sebagian untuk Toyareka
- Sebagian untuk Pasir
Pembagian ini menjadi ketetapan resmi, menegaskan hak dan kedudukan setiap kerabat dalam pemerintahan Wirasaba.
Strategi Legitimasi Politik
Jaka Kaiman tidak sekadar menerima jabatan, ia menegosiasikan syarat-syarat yang mengamankan masa depan keturunannya. Dalam politik Jawa, ini disebut ngajeni drajat tur turunan --- menjaga martabat garis keturunan.
Gelar "Nunggak Semi"
Istilah ini secara harfiah berarti "tunggul yang bertunas kembali." Filosofinya: meski pohon utama (Adipati lama) tumbang, dari akarnya muncul tunas baru (penerus) yang menjaga kelangsungan kekuasaan.
Pembagian Wilayah sebagai Politik Internal
Dengan membagi Wirasaba menjadi empat, Ki Adipati Wargautama meminimalkan potensi konflik keluarga sekaligus memperkuat loyalitas kerabat. Ini mirip konsep pancer lan panyebar --- pusat tetap kuat, cabang-cabang diberi ruang.
Etos Kepemimpinan Jawa: Takzim dan Wibawa
Penyambutan penuh hormat dan takut menunjukkan bahwa wibawa (aura kepemimpinan) dalam budaya Jawa tidak hanya dibangun dari kekuasaan formal, tetapi juga dari legitimasi moral dan restu penguasa pusat.
Baca selanjutnya: Wirasaba Pindah ke Bumi Kejawar
Filosofi Warisan dan Keberlanjutan
Pembagian wilayah menunjukkan kesadaran bahwa kekuasaan bukan sekadar milik pribadi, tetapi warisan yang harus dijaga keseimbangannya agar tidak memicu perpecahan keluarga dan melemahkan daerah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI