Mohon tunggu...
Toto Endargo
Toto Endargo Mohon Tunggu... Peminat Budaya

Catatan dan Pembelajaran Kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Babad Onje: Dendam Pakubuwana dan 150 Tahun yang Dihapus Sejarah

1 Agustus 2025   09:30 Diperbarui: 4 Agustus 2025   12:11 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir: Silep di Bawah Pakubuwana

Namun waktu akhirnya menyapu sejarah kadipaten ini. Di bawah pemerintahan Pakubuwana I (1705--1719), tata pemerintahan berubah besar-besaran. Politik sentralisasi kerajaan membuat kadipaten-kadipaten kecil seperti Onje dipangkas kewenangannya dan diintegrasikan ke dalam wilayah Banyumas dan sekitarnya.

Babad menyebut masa silep kabupaten ing Onje bertepatan dengan awal pemerintahan Pakubuwana I, sekitar tahun 1706--1710 M. Sejak itu, status Onje berubah: dari pusat kadipaten menjadi desa biasa, sementara keluarga besar keturunan Kyai Tepus Rumput tetap tinggal di sana sebagai tokoh masyarakat.

Mungkinkah karena Dendam Pakubuwana?

Di balik kebijakan politik itu, ada kisah getir yang jarang diungkap. Keputusan Amangkurat III yang memanjakan Rara Mundhi, gadis Onje, di atas permaisuri, menimbulkan prahara besar. Raden Ayu Lembah tak sanggup menanggung malu, melihat dirinya dikalahkan seorang tawanan perang. Ia pulang ke Kapugeran dan bermain asmara dengan Raden Sukra, putra Patih Sindureja. Perselingkuhan ini berakhir tragis: Raden Sukra dibunuh, dan Raden Ayu Lembah sendiri meninggal secara mengenaskan --- atas perintah Amangkurat III yang meminta Pangeran Puger, ayahnya sendiri, untuk mengakhiri hidup sang putri. (Baca: Rara Mundhi Gadis Onje, Duri dalam Daging Istana Kartasura)

Sejak saat itu, bara dendam mendidih di dada Pangeran Puger. Bagi Puger, Rara Mundhi adalah duri dalam daging yang menghancurkan keluarganya, meski ia tahu gadis Onje itu sejatinya korban kerakusan putra mahkota. Saat ia naik takhta menjadi Pakubuwana I, sebagian sejarawan lisan menduga, keputusan melebur Kadipaten Onje bukan hanya strategi politik, tetapi juga cara menghapus jejak luka keluarga. Onje, dengan segala kisahnya, menjadi simbol pengingat yang ingin ia hilangkan dari peta kekuasaan.

Warisan Onje

Kini, jejak kejayaan Onje hanya tersisa dalam naskah-naskah babad dan tradisi tutur sesepuh desa. Masjid tua, batu dakon, makam leluhur, dan nama-nama dusun menjadi saksi bisu perjalanan panjang 150 tahun yang terlupakan. Sejarah Onje mengajarkan kita bahwa kejayaan tidak pernah abadi, tetapi nilai-nilai pengabdian dan keberanian seperti yang dicontohkan Kyai Tepus Rumput tetap hidup sebagai warisan.

Onje memang hanya sebuah titik kecil di peta Jawa Tengah. Namun di balik kesederhanaannya, tersembunyi kisah tentang pengabdian seorang pertapa, kedermawanan seorang raja, dan hilangnya sebuah kadipaten di tengah perubahan zaman. 150 tahun lamanya ia berdiri --- sampai akhirnya dilebur oleh waktu.

Baca juga: Jejak 16 Desember 1681 - Benteng Mesir dan Negeri Salinga

Ditulis berdasarkan Babad Onje, sejarah Pajang, dan kronologi kerajaan Mataram.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun