Hingga 27 Mei 2020, tenaga kerja yang di rumahkan dan juga mengalami pemutusan hubungan tenaga kerja mencapai 1.792 108 menurut data Kementerian Tenaga Kerja. Masih ingat? Tentang viralnya tangisan karyawan sebuah toko di daerah Depok yang akhirnya mengalami nasib pahit ter PHK di saat pandemi Covid-19. Begitu pula yang dialami juga penulis, tawaran PHK sepihak pun sempat dilontarkan namun akhirnya dibatalkan juga, di medio awal tahun hingga saat ini adalah saat saat terberat bagi kaum buruh, Daya rusak Corona bukan melulu menghajar sektor kesehatan yang kewalahan dengan banyaknya orang orang tertular Covid-19, sektor perekonomian pun seperti kena gebuk.
Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati memprediksi ekonomi Indonesia hanya mampu tumbuh di angka -0,4% hingga 1%. Badan Pusat Statistik pun mencatatkan data yang membuat kening terasa nyut nyutan saat menyodorkan angka bahwa per Februari 2020, angka pengangguran telah menembus angka 6,88 juta. Ketidakpastian memang sudah di depan mata, adalah satu hal yang pasti bahwa kita semua telah berhadap hadapan langsung dengan situasi yang pelik ini.
Menjaga stabilitas keuangan bukan melulu milik orang orang yang melek ekonomi, atau juga pemerintah yang memang semestinya tetap memastikan perekonomian berjalan baik di negeri tercinta, kita orang biasa, buruh yang bergaji upah minimum pun semestinya akan lebih bijak menghadapi realita yang ada, apalagi total pekerja di Indonesia usia 15 tahun ke atas menurut catatan Badan Pusat Statistik per Agustus 2019 mencapai 126,51 juta orang yang terbagi menjadi pekerja informal sebanyak 70,49 juta orang dan 56,02 juta orang mengalami dampak langsung dengan ke tidak stabilan ekonomi gegara pandemi Covid-19.
Tetap percaya bahwa Bank Indonesia akan terus berupaya mencapai serta memelihara kestabilan nilai rupiah ditengah gempuran pandemic Covid-19, rupiah tetap stabil terhadap mata uang negara lain. Selain itu juga pihak pemangku kewenangan pun tampak serius dalam penanganan Covid-19 dan juga dampaknya baik dari sisi fiskal, moneter maupun kredit. Kabar baiknya adalah di masa pandemi ini, cadangan devisa diperkirakan meningkat menjadi sekitar 124 miliar dolar AS dari sebelumnya121 miliar dolar AS pada akhir Maret 2020.
Keserakahan Itu Bernama  Menimbun Barang
Alat Pelindung Diri, masker, pembersih tangan antiseptic mendadak terkerek harganya dengan angka yang bikin geleng geleng kepala, padahal benda tersebut sangat dibutuhkan untuk mencegah penularan Corona. Apa boleh buat ternyata ada orang orang yang hanya memikirkan keuntungan dan mengeruknya di saat Covid-19. Berita berita seputar penimbunan barang barang tersebut merebak seiring terjadinya pandemic, menangguk untuk dengan cara menimnun dan menjualnya dengan harga mencekik leher.Â
Kita bisa melihat betapa ngenesnya pejuang kesehatan yang memakai jas hujan karena langkanya APD ataupun masker.
Sejatinya para penimbun barang adalah orang orang yang tak bertanggung jawab dan mengacaukan stabilitas keuangan, beruntung pada akhirnya masker dan juga APD saat ini harganya relatif terjangkau dibandingkan beberapa waktu lalu. Aparat kepolisian pun sigap untuk menangkap para penimbun masker dan mereka, orang orang kemaruk ini dijerat dengan pasal 107 Undang Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.Â
Sebaran penimbunan masker tidak melulu berada di ibu kota, daerah daerah seperti Jawa Barat, Kepulauan Riau, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur pun tak luput dari aksi penimbunan masker dan hand sanitizer. Beruntung saat ini masker harganya mulai normal dan semakin banyak pedagang yang menjualnya dengan harga yang lazim.
Selalu Ada Jalan Keluar, Jangan Menyerah!