[caption id="" align="aligncenter" width="454" caption="Sumber: http://2.bp.blogspot.com/"][/caption] Gue bukan ustad, namun gua ingin berlagak seperti ustad, boleh dong?
Boleh saja, sekarang kan era demokrasi, lagian ngapain sih mesti nanya, laga-lagak loe sendiri.
Siapa tau dengan berlagak seperti ustad, lalu benar-benar mencerminkan seorang ustad kan lumayan juga, paling tidak dekat-deket dengan baunya sorga.
Muke gile loe, wong kehidupanmu saja amburadul, gak sadar loe kemarin nipu PSK di segi tiga senen. Bayar loe jangan maen kabur aja, hari gini ngomongin sorga.
Sadar banget bro, lagian siapa sih yang bisa gak sadar, wong hati gak bisa dibohongin. Kecuali emang sakit jiwa.
Hehe… sudahlah biarpun kehidupanku amburadul yang penting sekarang gua mau berlagak seperti ustad, loe juga jangan mendebat terus dong?
Oke,
Eh, tapi nanti dulu Coy, kenapa gak berlagak seperti anggota DPR aja?
Awang bro, gua empet banget sama anggota DPR, gimana gak empet, loe kan bisa lihat sendiri mana ada anggota DPR yang baik bro? kaga ada, kerjanya Cuma cekcok melulu, belum yang terlibat sekandal perempuan, banyak lagi yang korupsi, rebutan peroyek, sampe-sampe proyek kitab suci juga dikorup juga.
Iya sih, tapi kan gak semuanya buruk, ada juga yang baik kali.
Bener juga sih, gak semuanya, tapi tetep aja yang namanya politik itu abu-abu bro, gak jelas hitamnya, juga samar-samar putihnya.
Terus yang jelas hitam dan putihnya siapa?
Rosul dan iblis lah…
Berarti kalau yang antara rosul dan iblis? Ya itu politik.
Jangan sinis gitu bro, kan di kalangan anggota DPR juga ada ustadnya?
Ya itu ustad abu-abu juga.
Lho kok bisa?
Hey… jangan salah gini-gini pernah sekolah di sanawiyah walaupun gak lulus, tapi dikit-dikit tau hadist bro?
Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, berarti orang itu sama dengan yang diserupainya, itu baru menyerupai apalagi duduk bersama menyusun anggaran suatu proyek Negara yang pada ahirnya justru dikorup oleh beberapa oknum di lingkunganya juga.
Iya-iya bener juga ya?
Emang loe pernah kuliah di fakultas ilmu politik atau difakultas agama?
Boro-boro kuliah, wong hidup aja dikalangan underdog, yang gak diperhitungkan suaranya, biarpun saat pemilihan ketua RT.
Lho kok bisa mengatakan politik abu-abu?
Kata orang, kan sah-sah saja menjadi pengamat politik pinggiran, walaupun gak masuk TV, muke gile loe sekedar tau hadist dan perkembangan politik kan gak mesti kuliah, anak-anak lulusan sanawiyah juga pada pinter, ini ilmu sanawiyah bro.
Lagian sekarang kan era demokrasi, semuanya serba bebas dan terbuka, saking terbukanya mereka pemegang kebijakan politik dipemerintahan akhirnya pada gak pake celana, alias telanjang bulat, pada putus urat malunye, lihat aje koruptor masih bisa tampil garang walaupun sudah ditahanan, malahan pake kopiyah, ada juga yang pake sorban.
Terus yang loe maksud garang apanya bro?
Belettt amat sih otak loe?
Gak gitu juga kali,
Gini, mereka kan sudah terbukti bersalah tuh, sudah ditahan, bahkan sudah mengakui kesalahanya, tapi mereka masih memakai atribut keagamaan, itu kan namanya sudah maling uang rakyat malah memperkosa (mencabuli) agamanya sendiri, agama kan sama saja dengan ibu kandungnya, sama-sama pernah membesarkannya, bedanya ibu kandung membesarkan fisiknya, agama membesarkan namanya sampe dirinya menjadi pejabat dan dikenal masyarakat… ibu kandung diperkosa gitu lhooo… bukanya itu garang namanya.
Bukan garang lagi tapi iblis…. Kwkwkwkwkwkwkwkkwkwkwkw…
Mendingan loe dong, ngibulin PSK doang?
Gak mending juga kale…
Kwkwkwkwkwkkwkwkwkwkw…
Eh… ngomong-ngomong ada apa gak sih politik putih, yang gak abu-abu gitu?
Emmm… ???... ada gak ya…
Yang bener… ada apa gak?
Ad.. ada, eh… gak ada,
Jangan ragu-ragu gitu, ada apa gak?
Oke, tapi gue gak akan menjawab dengan menggunakan referensi politik yang sekarang ya?
Apapun, yang penting jawab dengan tegas dan lugas gitu lho…
Sippp…
Politik putih adalah berpolitik dengan menggunakan keluhuran ajaran agama.
Lho ajaran agama kan gak boeh digunakan politik?
Siapa bilang!
Kayaknya agak panjang sedikit nih menjawab pertanyaan dari orang yang agak-agak jongkok sedikit kayak loe.
Underestimate! Lebayyy…
Kwkwkwkwkwkwkwkw…
Nih dengerin, pak ustad akan tausiyah…
Beragam agama ada pada tubuh bangsa kita bro, Beragam pula orang beragama, Mungkin hanya segelintir orang saja yang tidak beragama bahkan mungkin tidak ada. Semua orang beragamama pasti mengklaim ajaran agamanya itu luhur, baik, tidak pernah mengajarkan yang salah. Itu betul agama memang tidak pernah mengajarkan yang salah. Ajaran agama memang luhur. Namun apa yang salah, dari orang yang beragama itu. Faktanya dari mayoritas masyarakat beragama tidak mampu menjaga martabat dan kehormatan bangsanya sendiri, termasuk agamanya sendiri. Bangsa sendiri diperkosa sampai tidak berdaya. Hingga hancur lebur, kejahatan kolektif yang namanya korupsi merajalela, dan diantara pemerkosa agama dan Negara itu diantaranya mereka yang kental dengan kopiyah dan sorban.
Kalau ditanya Apa yang salah dari ajaran agama? Pasti akan menjawab bukan ajaran agamanya yang salah Tapi, orangnya. Nah lho, mereka pada ngaku walaupun sedikit malu-malu. Berarti memang jelas orang-orang beragamalah yang tidak mampu merealisasikan ajaran luhur suatu agama bahkan mungkin tidak mau merealisasikanya. Walaupun tidak semua orang beragama seperti itu, tapi mayoritas seperti itu.
Lho kok loe bilang mayoritas?.
Lha iya faktanya sangat jelas kok. Coba lihat pada saat musim kampanye, partai-partai politik pada menjual agama demi mulusnya kepentingan. Padahal mereka semua orang yang beragama. Kalau agama sudah di campur dengan kepentingan politik terus apa yang kita harapkan lagi. Mari kita sadari bersama bahwa agama harus terbebas dari kepentingan. Tapi agama memang membawa misi, dan misinya hanya satu, yaitu; Salam. Hidup selamat, sejahtera, sentausa. Anggapan loe bahwa orang atau ajaran agama tidak boleh dijadikan politik sama sekali tidak punya dasar. Tentu saja boleh dan sah-sah saja. Yang tidak boleh itu memanfaatkan agama demi kepentingan politik. Tapi berpolitik dengan ajaran agama itu-kan baik, Kita mesti bisa membedakan berpolitik dengan ajaran agama dengan memanfaatkan agama demi kepentingan politik. Mari kita lihat pebedaan dan dampak keduanya dalam masyarakat.
Pertama. Berpolitik dengan ajaran agama adalah. Menggunakan ajaran agama yang jelas-jelas luhur sebagai ilmu politik. Maka dengan seperti itu politik seratus persen dipengaruhi oleh ajaran luhur agama. Bila cara pertama ini yang digunakan oleh semua partai politik kita, maka hasilnya kita akan merasakan nuansa politik yang sehat dan agamis. Karena yang ditonjolkan oleh orang-orang yang berpolitik adalah keluhuran ajaran agamanya. Bila demikian walau-pun ada 1000 partai politik yang bersaing tidak akan terjadi pertikaian dan permusuhan. Karena yang diusung oleh masing-masing partai politik misalnya, nilai luhur sebuah ajaran. Luhur versus Luhur = berpelukan dan toleransi perdamaian. Tentu saja harus ada modalnya dulu. Yaitu jujur terhadap ajaran agama masing-masing.
Kedua. Memanfaatkan agama demi kepentingan politik adalah. Agama dianggap barang dagangan yang dapat diperjual belikan. Ini ilmunya pedagang. Yang diambil untung dari hasil jualan agama. Agama seratus persen dipengaruhi kepentingan para politikus. Keluhuran ajaran agama dikesampingkan bahkan tidak di perdulikan. Tujuanya bagaimana partai politiknya dapat merekrut massa sebanyak-banyaknya dari orang-orang yang beragama. Dalam wilayah ini yang terjadi adalah dogma dan doktrin dari sebuah agama. Dan yang tonjolkan adalah perbedaan agamanya, bukan kesamaanya. Maka tidak jarang caci maki terhadap agama mewarnai pergulatan ini. Akhirnya partai politik yang mencatut agamanya dibela mati-matian, dengan harapan partai politik yang dibelanya itu dapat mewakili pesan agamanya nanti. Dan partai politik yang tidak selaras dengan keyakinan agamanya akan dimusuhi dan harus dimusnahkan. Terjadilah pertikaian dan saling benci. Pola-pola destruktif menghujat lawan politiknya seakan melengkapi perpolitikan kita. Karena pergulatan politik sekalanya nasional. Jangan heran kalau pertiakain dan kebencian yang mengatas namakan agama-pun sekala nasional juga. Pantas bila iklim bangsa kita tidak pernah kondusif. Ternyata cara berpolitiknya seperti itu.
Marilah kita membandingkan cara pertama dengan cara kedua. Dengan perbandingan ini diharapkan kita akan mendapatkan kebenaran obyektif. Jika cara yang pertama yang dijadikan landasan berpolitik oleh para politikus kita maka yang akan terjadi system politik yang luhur dan bijaksana. Sesuai dengan keluhuran dan kebijaksanaan ajaran agama. Dan itulah yang dinamakan menghidupkan agama. Bukan mencari hidup di dalam agama. Dalam hal ini gua tidak mau membedakan maupun menyamakan agama tertentu. Yang jelas agama mana-pun kesamaanya adalah mengajarkan yang luhur dan baik. Dan apabila ajaranya yang benar-benar di ikuti dengan baik, tidak mustahil kehidupan yang damai sejahtera bisa dicapai secepat kilat. Karena ajaran agama sesungguhnya ilmu hidup.
Tapi sayangnya cara kedualah yang kerap dipraktekan sebagai landasan berpolitik. Cara inilah yang sepertinya sudah lazim. Walaupun sering mengatasnamakan agama misalnya saat-saat kampanye, namun tetap saja penyimpangan ajaran agama tetap ada disana-sini.
Para politikus pada rajin sungkem, sowan kepada seorang ulama, Kiyai, Hanya cari dukungan dan simpati dari keduanya. Setelah sudah duduk di kursi DPR atau memiliki kursi jabatan tertentu, malah enak ketiduran dan ngompolin (buang air kecil disaat tidur) para ulama dan tuan kiyai yang dulu dicium tanganya saat sungkem, sowan. Ajaran agamanya tidak membekas samasekali. Bahkan dinodai dengan perbuatanya yang suka koropsi. Bahkan bukan hanya korupsi sekandal perempuan-pun kerap mewarnainya. Agama hanya dijadikan tunggangan politik setelah sampai agamanya didepak tidak diurus bahkan dinodai dengan gelar barunya, “ koruptor. Agama diperkosa (dicabuli) seenaknya sendiri. Cari hidup didalam agama. Setelah hidup tidak tau diri. Boro-boro mikirin rakyat dirinya sendiri saja sedang berurusan dengan hukum. Memakai seragam dengan cap TAHANAN KPK, sudah begitu tetep masih garang juga. Dasar tukang cabul, Tidak tau malu.
Lho kok loe marah-marah?
Ya marah dong… loe gak mikir apa? Mereka itu koruptor! MALING! Masih berani-beraninya bersilat lidah, memakai kopiyah dan sorban lagi!
Itukan menodai citra agamnya, agama loe, gua juga!!!
Wis lah… biar hati panas, kepala yang hampir botak harus tetap dingin bro… Menurut gue semua yang loe katakan semuanya benar bro… Tapi jangan sampai hati yang panas dan marah membuat mata kita tidak dapat melihat hitam dan putih bro… Tuhan maha kasih, Dia juga yang membolak-balikan hati setiap manusia yang dikehendakiNya, mereka memang koruptor, maling kata loe? kata gue juga, tetapi dengan atribut keagamaan yang tetap dikenakanya tidak lantas mereka itu semakin buruk juga kan?... barang kali saja mereka benar-benar bertobat setelah menggasak uang Negara, mereka juga mau mengembalikan barang curianya itu, walaupun kedengaranya mustahil, tapi tak ada yang tidak mungin jika mereka benar-benar bertobat, lalu Tuhan menghendakinya lurus.
Positif berpikir kan boleh bro… walaupun terkesan sekedar menghibur diri,
Iya-iya… sudah encer juga loe ya sekarang? Itu pasti gara-gara mendengar tausiyah gua.
Kwkwkwkwkwkwkwkwkwkw…
ASTAGHFIRULLAHHHHH… ===============================================================
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI