Atas dasar itu, bila karakter, integritas, dan tata krama saya, sekurangnya belum sesuai makna KBBI, maka saya bukanlah manusia yang berkarakter benar dan baik. Pun bukan manusia yang berintegritas serta bertata krama benar dan baik dalam kehidupan sosial bermasyarakat dan kekeluargaan.
Dengan demikian, keberadaan saya dalam lingkungan pemerintahan, lingkungan parlemen, lingkungan kerja, lingkungan sosial masyarakat, lingkungan perkumpulan atau grup atau klub, hingga lungkungan keluarga dll, hanya akan menjadi penghambat dan perusak hubungan antar manusia. Keberadaan saya justru akan menurunkan nilai positif lingkungan karena karakter, integritas, dan tata krama saya yang negatif dan sangat berpotensi merusak keutuhan, persatuan dan kesatuan serta yang pasti menghambat kinerja.
Politik - Sepak bola miskin tata krama
Dalam berbagai kasus menyoal karakter, integritas, dan tata krama, satu di antara contoh nyata tentang miskinnya karakter, integritas, dan tata krama di Indonesia adalah dalam bidang politik. Namun, di bidang lain pun merata ikut tergerus.
Semisal ambil contoh dalam kasus sepak bola. Sebelumnya, pembinaan sepak bola akar rumput hanya dimanfaatkan oleh para orang tua, klub, makelar sepak bola, sampai PSSI hingga dalam beberapa artikel sampai saya tulis judul, Tidak Menanam, Tetapi Maunya Memetik. Tidak Membina, Tinggal Mengambil. Tidak Memutar Kompetisi, Mencomot Pemain. Semua itu dilakukan oleh manusia yang jelas-jelas tak berkarakter, tak berintegritas, dan tak bertata krama.
Hanya mementingkan diri sendiri, kelompok, golongan, dan wadah atau organisasi yang tak kompeten. Pasalnya, tanpa membina dan mendidik, main comot pemain tanpa aturan organisasi dan hukum yang benar. Tanpa rasa sungkan dan malu.
Mirisnya, buruknya karakter, integritas, dan tata krama ini, bukan saja terjadi pada pihak yang potong kompas mencari keuntungan gratisan, main camat-comot pemain. Ternyata pemain dan orang tua yang dicomot pun setali tiga uang. Melupakan ajaran dan didikan tentang karakter, integritas, dan tata krama yang benar dan baik. Serta lupa atau melupakan dasar kekelurgaan dan organisasi tim yang telah membina dan mendidik.
Contoh nyata kasus yang menjamur di sepak bola Indonesia terkini adalah hampir di seluruh Tim Liga 3 di nusantara. Menyedihkan. Bila di presentase, sepertinya, hanya ada berapa persen perekrutan pemain sepak bola oleh Klub Liga 3 yang benar sesuai regulasi tata kelola organisasi dan perekrutan pemain yang benar.
Dengan dalih menyelenggarakan seleksi pemain terbuka, seperti untuk kepentingan Elite Pro Academy (EPA) dan lainnya, seolah pemain yang seleksi itu lahir dengan sendirinya, tahu-tahu sudah piawai bermain bola. Begitu pemain seleksi terpilih, pemain diam, Klub diam. Enaknya, tidak punya modal ambil pemain gratisan pun tak tahu etika organisasi dan regulasi perekrutan kelas amatir. Karakter miskin, integritas dipertaruhkan, tata krama ditelan bumi.
Tata krama itu?
Manusia yang berkarakter, berintegritas, tentunya memiliki tata krama yang benar dan baik. Dia sangat bermanfaat untuk mengarungi kehidupan sosial karena dapat menunjukkan kepribadian yang baik dan menghargai orang lain sehingga lebih mudah diterima dalam lingkungan sosial.