Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perbedaan Berdebat dengan Orang Bodoh dan Orang Intelek

9 Juni 2021   08:15 Diperbarui: 9 Juni 2021   08:44 9128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW


Jangan berdebat dengan orang bodoh, sebab hasilnya hanya gagal paham, diamlah, itu sikap intelektual. (Supartono JW.09062021).

Dalam setiap detik, kini Indonesia hanya dipenuhi polemik, kisruh, masalah dan persoalan, yang pangkalnya justru dibuat oleh para elite yang duduk di pemerintahan dan parlemen.

Lalu, para influenser, para buzzer, para pendukung, dan para relawannya, sibuk mengawal program kisruh yang dibaliknya memang demi tujuan dan kepentingan mereka via jalur media massa dan media sosial (medos).

Sementara rakyat yang memang sudah mengalami masalah kronis dalam keterpurukan pendidikan, perekonomian, kesehatan dan berbagai lini kehidupan lainnya, hingga hidup berkubang penderitaan, justru diabaikan. Justru terus ditindas dengan kesewenangan, dan penuh ketidakadilan.

Siapa teriak, siapa yang didengar Apa

Kurang apa rakyat berteriak kepada rezim sekarang? Tapi apa yang di dengar? Rezim justru terus asyik masuk dengan program dan kepentingannya. Saat program dan kepentingannya dijalankan demi memenuhi tuntutan partai, partai wajib memenuhi kontrak dengan cukong, maka saat rakyat tak setuju, kecewa, dan marah karena program mereka bukan amanah untuk rakyat, mereka justru memperkuat diri dengan berbagai cara dan aksi. Ini sama dengan siapa teriak, siapa didengar.

Inilah yang kini sangat kental terjadi di Republik ini. Rakyat sebagai penguasa sejati negeri, justru hanya sekadar dimanfaatkan suaranya untuk kursi mereka, rakyat terus dibodohi, dan mereka terus beraksi dengan rencana, program yang hanya untuk kepentingan mereka.

Rakyat tak akan didengar lagi. Apa pun kebenaran dan tuntutan sesuai hati nurani rakyat, akan dibenturkan ke kanan dan ke kiri hingga rakyat justru saling berhadapan dengan sesama rakyat. Itulah akal licik demi menguasai negeri ini dengan pola penjajahan baru, lebih jahat dari zaman penjajahan kolonialisme.

Lihatlah deretan kepentingan mereka, semua jalur yang menghambat, dibabat. Mulai dari Omnibus Law hingga pelemahan KPK secara masif. Melindungi koruptor dengan berbagai cara dan upaya, sebab di setiap koruptor ada rahasia besar di baliknya. Bahkan, terbaru ketika rakyat mempertanyakan menyoal dana Haji kira-kira ada di mana dan untuk apa, mereka pun bersatu pasang badan.

Luar biasa, negeri ini kini benar-benar hanya jadi bancakan, makanan para tuan-tuan penjajah baru yang tergabung dalam oligarki dan dinasti politik.

Mereka pun menutup mata dan hati, bahwa di negeri ini, banyak rakyat kaum intelektual, yang tidak bodoh, sangat paham dengan perilaku dan sepak terjang mereka. Tapi, karena mereka sedang berkuasa, maka kaum intelektual pun hanya dibikin bisa bersuara di media massa dan tempat-tempat lainnya yang sudah mereka kawal dan mustahil akan mereka dengar dan mustahil dapat menyerang dan menjatuhkan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun