Mohon tunggu...
Tonang Dwi Ardyanto
Tonang Dwi Ardyanto Mohon Tunggu... Dokter - Akademisi dan Praktisi Pelayanan Kesehatan

Dosen, Dokter, ... Biasa saja.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

KPAI Salah Memilih Lawan?

14 September 2019   07:16 Diperbarui: 14 September 2019   07:56 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: tangkapan layar pada website KPAI

Gara-gara polemik audisi, banyak yang bertanya: memang sudah kerja apa KPAI, masak audisi saja yang diurusi? Saya juga sama awalnya: tidak tahu apa-apa. Kemudian berusaha menelusuri. 

Bila kata "rekomendasi" dituliskan di kolom pencari, laman resmi KPAI memberikan banyak hasil dan bervariasi. Total ada 166 hasil. Dalam 28 halaman tampilan laman. Banyak juga. Lengkapnya di laman resmi KPAI.

Isinya bervariasi. Dari soal pendidikan anak, soal narkoba, sampai ke pornografi, prostitusi, perdagangan anak, eksploitasi anak dalam aktivitas politik, pernikahan dini, sinetron dan film yang tidak mendidik, .... masih banyak lagi. 

Bila masing-masing tema itu dimasukkan ke kolom pencari, ada banyak halaman untuk masing-masing tema. Tentu saja, juga ada pernyataan KPAI tentang maraknya berita penculikan anak. Tidak hanya satu kasus, tetapi menyoroti beberapa kasus. 

Menariknya, bahkan ada juga rekomendasi terhadap pelayanan "BPJSK" bagi anak-anak. BPJSK dianggap tidak ramah anak. Tentu yang dimaksud ini adalah Program JKN.

Terus apa tindak lanjut untuk rekomendasi-rekomendasi tersebut?

Sampai saat ini, saya masih berpemahaman bahwa paling jauh KPAI hanya memberikan rekomendasi. Tidak ada kekuatan eksekusi. Baru ada implikasi bila ditindak lanjuti oleh lembaga terkait atau yang memiliki kewenangan eksekusi. Dengan demikian, pertanyaannya lebih tepat: bagaimana lembaga terkait menindak lanjuti rekomendasi KPAI?

Rekomendasi KPAI terhadap program JKN itu  terkait pelayanan bayi di sebuah RS yang belum bekerjasama dengan BPJSK. Memang sempat ada polemik soal layanan tersebut dalam JKN. Setelah itu, terbit Perpres 82/2018 yang menjawab dan menegaskan kembali masalah tersebut. 

Itu barangkali salah satu contoh tindak lanjut dari rekomendasi KPAI. Apa kuncinya? Karena tentu masalah itu menjadi perhatian masyarakat, bukan hanya karena rekomendasi dari KPAI.

Tapi mengapa sebagian besar rekomendasi itu tidak jadi ramai? Kenapa tidak jadi polemik dan gaduh?

Barangkali salah satunya, karena selama ini pun kita seperti tidak pernah memperhatikan apa yang dilakukan KPAI. Kita baru "menjadikannya ramai" sekarang ini.

Sebenarnya, soal bahaya rokok bagi anak-anak, sudah disinggung sejak 2013. Itu yang ada jejak digitalnya di laman KPAI. Entah kalau di media pemberitaan lainnya. 

Saya kemudian tersadar. Jangan-jangan kita tergesa-gesa menghakimi KPAI. Padahal kita belum banyak tahu tentang KPAI. Bahkan bisa jadi, kita "sengaja" tidak mencari tahu dulu, sebelum memberikan penilaian. 

Kadang kita memilih tidak menelusuri dulu, agar "secara bathin" ada alasan untuk memberi penilaian. Tidak ada dilema, karena memang "belum tahu". Semoga bukan karena memang tidak mau menelusuri, bahkan setelah terlanjur menghakimi.

Ada satu lagi ungkapan menarik: kali ini KPAI salah memilih lawan. Langkah KPAI ada dasar regulasinya. Dari UU sampai PP. Dan seharusnya ada turunannya sampai ke Perda. Ada larangan dan sanksinya. Ada lembaga yang seharusnya bertugas dan berwenang menegakkannya. 

Apakah berarti lembaga-lembaga yang berwenang itu "lebih pandai memilih lawan"? Apakah benar kita mengharapkan lembaga-lembaga itu memang "memilih-milih lawan"?

Entahlah, itu terlalu luas diskusinya barangkali. Tapi yang jelas, minimal kita bisa menegaskan pada diri sendiri: menelusuri sebelum "menghakimi". Itulah salah satu bukti daya literasi. Hal itu menjadi modal utama, untuk mengawasi dan mengevaluasi kinerja lembaga negara dan kelengkapan pemerintah, seperti KPAI.

Mangga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun