Mohon tunggu...
Tomy Zulfikar
Tomy Zulfikar Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Bawah Pohon Kamboja

9 September 2018   11:28 Diperbarui: 9 September 2018   12:55 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pura Puhsarang / Wikipedia

Setelah Gama dan Wana saling bertukar surat, Wana mengatakan kepada Gama, "Aku mohon ke kamu, baca surat itu setelah sampai di rumah." Ada kejanggalan di dalam hati Gama karena tidak seperti biasa Wana menegaskan kalimat seperti itu kepadanya. Setelah itu, Wana berpamitan masuk kembali ke dalam gereja karena akan ada kegiatan doa bersama.

Walaupun gerimis turun, Gama mengindahkannya. Dia tetap terpaku berdiri di bawah pohon Kamboja melihat punggung Wana yang lambat laun menghilang di balik pintu Gereja. "Rasanya aku ingin mencegahnya pergi dan ingin memeluknya selama gerimis ini turun. Sepertinya dia akan pergi meninggalkanku selamanya." Gama berbisik di dalam hatinya.

Perlahan Gama membuka surat dari Wana di kamar tidurnya dengan ditemani redupnya lampu hias kamar. Dia sangat ragu untuk membaca rangkaian kata yang tersusun menjadi beberapa paragraf di surat itu seolah-olah berita duka akan menghampirinya.

"Aku tahu pelangi takkan hadir sebelum hujan turun. Aku tahu malam takkan hadir sebelum senja tiada. Dan aku tahu rindu takkan hadir sebelum jarak memisahkan.

Seorang anak merindukan induknya. Seorang ratu merindukan sang raja. Dan sebuah doa merindukan keagungan Tuhan

Dan aku tahu kamu sangat mencintaiku, begitu juga sebaliknya aku.

Namun, aku harus memutuskan pergi meninggalkanmu walaupun itu pedih bagai diiris dengan sembilu. Tekadku sudah bulat untuk mengikhlaskanmu, sama halnya seperti mengikhlaskan kedua orangtuaku pergi meninggalkanku. Aku telah berjanji kepada Tuhan bahwa aku akan selalu taat kepadaNya hingga akhir hayat hidupku.

Akhir pekan ini Aku akan pindah tempat tinggal ke Desa Puhsarang, Jawa Timur dan menetap di sana. Aku akan mengabdi di Gereja Puhsarang karena sepertinya tenagaku sangat dibutuhkan di sana.

Maafkan aku atas keputusanku ini untuk pergi meninggalkanmu. Selamat tinggal dan sampai jumpa, Gama..."

Hati Gama bergetar setelah membaca surat itu. Tubuhnya terpaku. Tenaganya seperti terkuras lemas. Kemudian dia tersungkur di dalam gelapnya malam. Malam itu seolah-olah semakin gelap gulita karena tidak ada bintang yang menghiasi. Walaupun waktu telah dini hari, bintang Kejora pun enggan menampakkan dirinya di ufuk timur. Perasaan cinta Gama yang telah lama merekah seketika layu.

Seminggu berlalu, Wana mulai berusaha mengalihkan pikirannya tentang Gama. Di sepanjang jalan, di balik jendela kereta, dia selipkan perasaan rindu. Namun demikian, dia harus rela juga membiarkan perasaannya memudar terbawa angin, menyelinap di balik pohon, atau menyisih di bawah kaki gunung. "Selamat tinggal, Gama." Di dalam hatinya dia berbisik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun