Mohon tunggu...
TOMY PERUCHO
TOMY PERUCHO Mohon Tunggu... Praktisi Perbankan, berkeluarga dan memiliki 2 orang anak.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Agama : Islam. Pengalaman kerja : 1994-2020 di Perbankan. Aktif menulis di dalam perusahaan dan aktif mengajar (trainer di internal perusahaan) dan di kampus.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Fraud and Proud

23 Juni 2020   16:50 Diperbarui: 23 Juni 2020   16:54 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Fraud (kecurangan) sangatlah perilaku yang sangat merugikan banyak pihak. Sementara Proud memiliki arti bangga.

Kedua kata sepintas terdengar mirip, tetapi memiliki makna yang berbeda.

Artikel di bawah ini mengajak kita untuk menghindari dan mencegah perilaku Curang dimanapun, kemudian merubahnya menjadi Bangga karena kita mampu menampilkan pribadi-pribadi yang jujur dan berintegritas.

Mengadopsi dialek pada bahasa sunda, yang seringkali menjadi guyonan di masyarakat, pada penyebutan huruf "F" dalam pengucapannya menjadi huruf "P", seperti penyebutan formulir menjadi pormulir, friend menjadi pren, fresh menjadi pres, dan lain-lain. 

Guyonan tersebut menjadi hal yang menarik dan inspiratif yang dapat kita jadikan analogi dan semangat guna untuk menjadikan organisasi/institusi bahkan hingga level negara kita berhasil dalam menerapkan prinsip Zero Fraud, yaitu kata Fraud menjadi Proud! (Bangga karena sukses Zero Fraud). 

Berkenaan dengan Fraud, sebagai gambaran singkat, pada dasarnya terdapat 2 bentuk fraud, yaitu : 

Consciously fraud, yaitu yang kita ketahui secara sadar bahwa kita secara nyata menghadapi para fraudster/sindikat pembobol bank yang berasal dari luar / external dan Unconsciously fraud, yaitu fraud yang tanpa kita sadari terjadi, karena penyebabnya justru dari oknum internal. 

Unconsciously Fraud, seolah membuktikan kebenaran fenomena kekhawatiran dunia perbankan bahwa jika dulu bank takut dibobol oleh pihak external seperti perampokan, penipuan, pemalsuan tanda tangan, uang palsu, warkat palsu, aplikasi fiktif, dll. 

Namun saat ini justru berkebalikan, kekhawatiran bank adalah dibobol dari dalam. Banyak kasus fraud yang melibatkan oknum tanpa diduga melakukan fraud yang membuat banknya rugi yang besarnya bukan kepalang bahkan ada yang bangkrut seketika. 

Kekhawatiran menghadapi Consciously Fraud mungkin tidak terlalu sulit bagi bank, melalui berbagai strategi mitigasi fraud dari mulai screening yang ketat, monitoring terhadap nasabah/debitur, dll. Bisa juga melalui penerapan Five Key Basic Controls seperti Dual Control, Verifikasi, Konfirmasi, Persetujuan dan Eskalasi, hingga Dokumentasi yang terkelola dengan baik, didukung pula dengan memperketat prosedur, setting limit, dan lain-lain. 

Namun yang paling sulit dideteksi dan harus kita waspadai adalah potensi Unconsciously Fraud, karena samar dan tidak kelihatan, pelakunya ada di dalam organisasi, terjadinya tiba-tiba, bahkan tidak pernah terbayangkan oleh kita sebelumnya baik pelaku maupun cara nya, kok bisa yaa....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun