Mohon tunggu...
Tomy Michael
Tomy Michael Mohon Tunggu... Dosen - --

Nec scire fast est omnia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pemisahan Kekuasaan Masih Pentingkah?

6 Juli 2022   13:47 Diperbarui: 6 Juli 2022   13:58 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di era pesan apapun yang serba cepat maka negara harus memikirkan agar tetap sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Sekalipun ada gejolak namun semuanya bisa terkendali. Definisi terkendali tidak diartikan seluruhnya dibawah kendali pemerintah namun ada koordinasi dengan masyarakat. Dengan demikian maka pertanyaan yang muncul, apakah pemisahan kekuasaan masih pentingkah? Kalau melihat ontologi pemisahan kekuasaan sebetulnya ingin menjadikan suatu negara berpisah dari satu kekuasaan yang mutlak. John Locke yang ingin mengubah Inggris menjadi populer karena Tuhan dan Raja adalah kesatuan yang tidak terpisahkan. Tetapi juga sulit menemukan apakah tindakan Raja untuk kemuliaan Tuhan atau hanya mengatasnamakan Tuhan.

Namun demi terciptanya negara yang tidak dominan maka pemisahan kekuasaan menjadi jalan keluar. Pemisahan kekuasaan akan memberikan sarana baru bagi pemerintah menjalankan porsinya masing-masing. Porsi masing-masing tentu saja sesuai wewenangnya namun pemahaman akan sejajar menjadi lebih relevan dalam pemisahan kekuasaan. Dengan perkembangan kemajuan negara, maka pemikiran Charles-Louis de Secondat, Baron de La Brede et de Montesquieu menjadi acuan. Adanya kekuasaan yudisial menjadi hal baru menggantikan kekuasaan federatif. Dalam hal ini kekuasaan yudisial menjadikan keadilan lebih baik di masyarakat karena sifat monarki Raja Louis di Perancis. Pertanyaan membingungkannya, apakah yang diajarkan oleh John Locke dan Montesquieu masih relevan diterapkan di Indonesia?

Laurence Claus dalam tulisannya berjudul Montesquieu's Mistakes And The True Meaning Of Separation memberikan kritik bahwa ketidaktahuan Montesquieu dalam memahami kekuasaan yudisial dari Inggris menjadikan kekuasaan yudisial versinya berbeda. Esensi kekuasaan yudisial dan kekuasaan eksekutif mengarah pada lawmaking-nya menimbulkan persepsi berbeda. Bahkan pemisahan kekuasaan cenderung sebagai jalan untuk mengkodisikan kekuasaan dengan ranah tertentu. Efisiensi mekanisme kontrol juga bervariasi dari satu rezim ke rezim lainnya. Adakalanya pembatasan berlaku di negara republik sementara di monarki tidak diperbolehkan karena moderasi berasal dari prinsip kehormatan.

Bagaimanapun juga kritik kepada Montesquieu, ia tetap menjadi salah satu idola dan selalu diulas dalam mempelajari ilmu hukum di Indonesia. Walaupun pemisahan kekuasaan murni tidak bisa dijalankan di Indonesia saat ini namun harus ada kelanjutannya. Kelanjutan yang dimaksud mengenai pemisahan yang tetap mengutamakan saling mengontrol dan menjaga keseimbangan di antara tiga kekuasaan. Seperti di awal bahwa era serba cepat dan tren metaverse maka yang berhak menjaga negara adalah seluruh kekuasaan. Misalnya kekuasaan legislatif yang diwakili oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat mengontrol dan menjaga keseimbangan dengan Badan Pemeriksa Keuangan atau Mahkamah Konstitusi dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Penyampaian informasi di media sosial pun sangat banyak dilakukan oleh masing-masing kekuasaan. Misalnya dari perpajakan yang gencar melakukan pengenalan akan kekayaan intelektual dengan didukung talent maksimal. Positifnya terjadi penyebaran informasi terpercaya, terbaru, dan penyelesaian masalah yang cepat. Masyarakat tidak perlu lagi mengirimkan surat menunggu jawaban namun bisa melakukan tandai akun, mention atau melakukan direct massage. Memberi komentar di akun bersangkutan dan diberikan jawaban langsung dengan dilihat pengguna media sosialnya juga hal yang sangat membantu. Artinya semuanya terbuka.

Contoh lainnya, inovasi yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri dengan kebijakan dalam layanan konsultasi seputar pemerintah daerah yang menggunakan basis metaverse.  Sebelumnya juga Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional mengatakan bahwa Ibu Kota Negara Nusantara bisa diakses dalam bentuk metaverse. Kebaruan dalam bertindak mencerminkan bahwa sikap mengikuti tren teknologi adalah kewajiban. Negara harus terus berotasi.

Hal-hal di atas sebetulnya memberikan efek negatif tersembunyi yaitu dimanakah letak pemisahan kekuasaan sebenarnya. Pengawasan yang diberikan hanya sebatas bagi hal yang terlihat namun dalam dunia tak terbatas harus diselesaikan dengan cepat. Rasa khawatir ketika tidak ada pengawasan maka kekuasaan dominan akan muncul seperti di era UUD 1945. Pemerintah harus tetap memberikan informasi yang terbaru dan mudah diakses siapapun. Pemisahan kekuasaan yang dulunya hanya pelarian dari dominan kekuasaan maka saat ini harus mengarah akan makna informasi dari yang disampaikan. Tentu saja, pemisahan kekuasan akan menjadi pembagian kekuasan demi adanya kesamaan persepsi dalam metaverse. Tujuan hukum yang secara ortodoks hanya pada keadilan hukum, kemanfaatan hukum dan kepastian hukum harus ditambah dan diubah urutan pertama menjadi keefektifan hukum.

Dengan adanya informasi maka akan muncul efisiensi biaya, efisiensi waktu sehingga tujuan hukum tercapai. Namun ada satu kesulitan dalam menjalankan pemisahan dan pembagian kekuasaan di era metaverse yaitu kekaburan akan pertanggungjawaban. Misalnya kekuasaan eksekutif menyampaikan makna dari pidato presiden sedangkan kekuasaan yudisial berusaha menginterpretasikan pidato tersebut maka yang berkuasa adalah mereka yang pertama kali unggah. Sedangkan pemilik kekuasaan harus menjawab dengan seksama ketika hal-hal itu menciptakan kegaduhan dalam masyarakat. Kadang saya juga merasa bingung, jika masuk ke dalam pemerintahan universe maka sebetulnya adakah dua negara dalam ranah yang sama atau ada negara dalam negara.

Perlu pembedaan makna tegas antara kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudisial dalam era teknologi yang masif ini. Ketika makna telah ditemukan maka akan membawa implikasi hukum berbeda. Bisa saja dengan mengajukan perubahan UUD NRI Tahun 1945 khususnya dalam kekuasaan dan lembaga negara yang sebenarnya. Kekuasaan dan lembaga negara selalu memiliki keterkaitan erat karena kekuasaan tanpa lembaga negara tidak berjalan. Hal ini akan memberikan definisi baru akan pemisahan kekuasaan di era metaverse karena permasalahan virtual akan membawa dampak dalam kehidupan nyata dan sebaliknya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun