Mohon tunggu...
Tomy Aditya
Tomy Aditya Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Keberhasilan dan Manfaat Perjanjian Hukum Timbal Balik RI-Swiss

7 Februari 2019   19:46 Diperbarui: 7 Februari 2019   20:25 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber gambar: detiknews.com)

Pemerintah Republik Indonesia (RI) melalui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H, Laoly menandatangani perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana / Mutual Legal Assistance (MLA) antara Republik Indonesia dengan Konfederasi Swiss di Bernerhof Bern.

Perjanjian MLA RI -- Swiss ini merupakan perjanjian MLA ke -- 10 yang telah ditandatangani oleh Pemerintah RI (ASEAN, Australia, Hongkong, RRC, Korsel, India, Vietnam, UEA dan Iran). Bagi Swiss ini merupakan perjanjian MLA yang ke -- 14 dengan negara non Eropa.

Perjanjian MLA antara RI -- Swiss merupakan capaian kerjasama bantuan timbal balik pidana yang luar biasa, dan tentunya menjadi sejarah keberhasilan diplomasi yang sangat penting, mengingat Swiss merupakan financial center terbesar di Benua Eropa.

Penandatanganan Perjanjian MLA ini sejalan dengan program Nawacita dan instruksi dari Presiden Jokowi. Dalam peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia tahun 2018 dimana presiden menekankan pentingnya perjanjian ini sebagai platform kerjasama hukum, khususnya dalam upaya pemerintah melakukan pemberantasan korupsi dan pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi (Tipikor).

Perjanjian ini terdiri dari 39 pasal, yang antara lain mengatur bantuan hukum mengenai pelacakan pembekuan, penyitaan hingga perampasan aset hasil tindak kejahatan.

Ruang lingkup bantuan timbal balik pidana yang luas ini merupakan salah satu bagian terpenting dalam rangka mendukung proses hukum pidana di negara peminta.

Sejalan dengan hal tersebut, Perjanjian MLA ini dapat digunakan untuk memerangi kejahatan di bidang perpajakan (tax fraud) sebagai upaya pemerintah Indonesia untuk memastikan warga negara atau badan hukum Indonesia mematuhi peraturan perpajakan Indonesia dan tidak melakukan kejahatan penggelapan pajak atau kejahatan perpajakan lainnya.

Indonesia juga mengusulkan bahwa perjanjian yang ditandatangani tersebut menganut prinsi retroaktif. Prinsip tersebut memungkinkan untuk menjangkau tidak pidana yang telah dilakukan sebelum berlakunya perjanjian sepanjang putusan pengadilannya belum dilaksanakan. Hal ini sangat penting guna menjangkau kejahatan yang dilakukan sebelum perjanjian ini terwujud.

Perjanjian MLA RI -- Swiss terwujud setelah melalui 2 kali putaran, dimana putaran pertama dilakukan di Bali pada tahun 2015. Dan putaran kedua dilakukan pada tahun 2017 di Bern Swiss untuk menyelesaikan pembahasan pasal -- pasal yang belum disepakati pada perundingan pertama.

Kedua perundingan tersebut dipimpin oleh Direktur Otoritas Pusat dan Hukum Internasional, Cahyo Rahardian Muzhar yang kini menjabat sebagai Dirjen AHU.

Pasca penandatanganan ini, Menkumham berharap dukungan penuh dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar nantinya segera meratifikasi perjanjian ini, supaya dapat langsung dimanfaatkan oleh para penegak hukum, dan instansi terkait lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun