Mohon tunggu...
Arief Rachman
Arief Rachman Mohon Tunggu... -

Filsafat UI

Selanjutnya

Tutup

Politik

Wajah Keram Politik Hari Ini

17 Mei 2014   21:27 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:25 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Keram, itulah yang kini saya lihat dari wajah politik negeri ini. Perilaku politik tidak memunculkan wajah aslinya. Keram, tidak ada kehidupan dari gimik yang dihadirkan. Persoalan-persoalan yang belakangan muncul pada akhirnya tidak tertuntaskan melalui kapabilitas politis para pemangku jabatan. Politik basa-basi. Wajah keram seolah menjadi cair saat kepentingan kelompok/golongan.

Kepentingan rakyat dijadikan tameng untuk mewakilkan kepentingan golongan. Keram, wajah ini perlu dihantamkan pada bebatuan seantero negeri ini untuk membuatnya lebih lentur. Melihat realitas bahwa negeri ini punya banyak mimpi yang keras. Sehingga tidak bisa hanya bertahan dengan licinnya kepentingan. Keram, wajah ini perlu dihantamkan pada fakta bahwa negeri ini telah jauh tertinggal. Fakta tersebut menggambarkan bahwa politik negeri ini mengalami de-evolusi. Evolusi yang berjalan mundur.

Politik kini menjadi panggung sandiwara, benar-benar manipulasi dari misi dan janji yang telah dihadirkan para pendiri bangsa ini. Defisit akal menjelaskan korelasi antara kemampuan para politisi untuk mengemban tugas politiknya terhadap titel yang mereka miliki. Apa yang terjadi? degradasi.

Keram, wajah politik negeri ini melewatkan realitas tanpa tatapan berisi. Pandangan yang kosong mewakili kehadiran misi lain dari lenturnya realitas. Kini berakhir pada anti-realisme. Implikasi etis dari perilaku ini adalah realitas tidaklah menjadi sesuatu yang penting. Penggambaran diri pada dimensi maya menjadi fokus penting dari perilaku ini. Tanggung jawab etis pada akhirnya berada di balik punggung-punggung pemilik kepentingan ini.

Realita ini, menyadarkan kita bahwa rakyat Indonesia tidak bisa lagi mengandalkan kondisi ini untuk mengharapkan bahwa negeri ini akan berubah. Lebih gawat lagi bila kita pada akhirnya hanya berupaya untuk menyelamatkan diri sendiri dalam rangka survivalitas kita sebagai sebuah bangsa. Politik hari ini benar-benar menjadi sebuah peringatan pada kita bahwa kemanusiaan bisa tidak lebih penting daripada kepentingan manusiawi para pemegang kekuasaan.

Wajah keram ini mewakili ketamakan akan kuantitas kepala di negeri kita. Dan pada akhirnya perlu dipertanyakan kembali, apakah wajah keram ini berada di kepala atau berada di tempat yang lain. [arfrchmn]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun