Mohon tunggu...
Boris Toka Pelawi
Boris Toka Pelawi Mohon Tunggu... Aktor - .

.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Berdamailah dengan Media Sosial Milikmu Sendiri

7 Mei 2017   00:16 Diperbarui: 15 April 2019   14:46 976
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seperti biasa, ini sekedar tulisan intermezzo saja, karena tadi saya ketemu cewek manis dan wajahnya terus terbayang-bayang di otak saya, jadi saya nggak bisa tidur. Nah kadang-kadang ya, saya suka melihat di media sosial, baik itu Facebook ataupun Instagram, ada saja orang-orang yang suka bikin status atau caption kayak gini, ”Hidup ini kita yang ngejalanin, nggak usah dengerin kata orang. Nggak usah dengerin kata orang yang penting bahagia.”

Tidak persis seperti yang saya tulis sih, biasanya status atau captionnya bisa lebih panjang. Tapi kira-kira intinya ya begitulah, seperti ingin memotivasi diri untuk tidak peduli dengan omongan orang. Lalu sambil menulis status atau caption begitu, biasanya diikuti dengan sebuah foto mereka yang lagi tersenyum atau lagi gaya, macam-macamlah. Nggak ada yang salah sih sama hal begituan, tapi saya yakin orang yang suka mengeluarkan statetment “nggak perduli kata orang” biasanya justru sangat terganggu dengan pandangan orang akan dirinya.

Nah yang saya lihat tuh begini, banyak orang aktif memakai media sosial, rajin nulis status atau posting foto tapi merasa tidak secure dengan pilihannya untuk membagikan sesuatu di media sosial. Seolah-olah kayak takut di cap narsis atau gimana gitu. Menurut saya hal begini sudah jadi penyakit psikologis. 

Tiap kali mau posting sesuatu yang lahir bukannya kesenangan belaka, tapi diikuti pula dengan asumsi-asumsi yang tak berdasar lainnya. Contoh kecilnya mungkin seperti takut di cap narsis atau takut di cap banyak gaya kali ya. ”Laki-laki kok hobi selfie, alay banget sih,” Begitu mungkin kira-kira ketakutan mereka yang merasa tidak secure dengan pilihannya sendiri untuk aktif di medsos.

Padahal bisa saja tak ada yang peduli dengan kita, mau posting apa kek masa bodohlah begitu mungkin pikir orang-orang, ”emangnya lu artis, hah?” Dasar kampret! Nah inilah yang saya maksud, sebelum kita memutuskan untuk aktif di media sosial pastikan dulu kita memiliki pikiran yang positif. \

Saya bilang sih, kalau kamu masih jadi orang yang mudah berasumsi negatif, kamu belum layak punya SIM: Surat Ijin Main Media Sosial. Sebab banyak psikolog bilang, bahwa sebenarnya mereka yang “seolah-olah” ingin selalu diakui adalah orang yang merasa rendah diri. Gambar dirinya rusak. Selalu merasa orang berpikir jelek tentang tindak-tanduknya.

Itu makanya saya bilang sih, hanya orang-orang yang sudah damai dengan dirinya dan selalu positive thinking lah yang layak bermedia sosial. Sebab kalau nanti dibiarkan orang-orang seperti itu akan selalu diliputi perasaan kelabu. Posting status atau poto selalu diikuti kata-kata yang seolah-olah orang tuh ngomongin dia atau ngejelekin dia. 

Akhirnya bukannya kreatif dalam bermedia sosial, yang ada media sosial malah membangun mental korban di dalam dirinya. Menurut saya ini sudah nggak sehat sih. Kalau saya pribadi sih, akuin aja kalau memang saya narsis, selama masih wajar dan tidak berlebihan masalahnya apa? Akun-akun saya, hidup-hidup saya, masalahnya sama elu apa tong? Santai aja gitu loh.

Jangan biarkan apa yang kamu post malah balik mem-bully diri kamu sendiri. Apalagi cuman karena takut dibilang alay dan narsis. Buat saya pribadi narsis itu ya salah satu bagian dari ekspresi. Menjadi orang yang ekspresif itu kan begitu. Misalnya kamu main ke pantai terus foto, ya karena kamu kagum dan senang dengan segala keindahan pantainya terus kamu share lah poto kamu di media sosial, itu namanya mengekspresikan kebahagiaan. Mengekspresikan sesuatu itu butuh wadah, narsis juga butuh wadah, kamu kan nggak mungkin memfoto diri kamu lalu cuman menyimpannya di komputer. Pasti ada dorongan untuk membagikannya di media sosial.

Seperti yang saya bilang, selama nggak berlebihan itu wajar-wajar aja kok. Nggak usah merasa ada orang yang ngecap kamu ini itulah. Kalaupun kamu dibilang narsis ya terima saja, kalau memang itu faktanya terus kenapa? Jujur saya juga narsis kok. Tapi narsisnya saya tak lebih dari untuk sekedar seru-seruan, lucu-lucuan saja. 

Jadi mulai sekarang jangan rusak ekspresi bahagiamu dengan caption yang tidak perlu. Sama halnya dengan orang yang lagi sedih tapi mendeklarasikan bahwa dia sudah bahagia di media sosial. Menurut saya orang begini itu malah makin menyedihkan. Mereka takut orang-orang yang mengetahui kalau mereka sedang sedih, masih menganggap kalau dia memang masih sedih. Padahal apa yang salah dengan sedih? Sama halnya apa yang salah dengan narsis?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun