Mohon tunggu...
Tohir Markum
Tohir Markum Mohon Tunggu... Guru - wiraswasta

Bergiat dalam perintisan pembenahan eschatologic spiritual qoutient afterlife oriented yang mempunyai ranah conscience suara hati, perasaan dan logika common sense.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bolehkah Tak Percaya Hadits?

16 September 2022   22:56 Diperbarui: 17 September 2022   01:06 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Assalamua'laikum w.w. Mohon maaf, sekedar tawashaubil haq, saling berwasiat, jikalau insya Allah, ada benarnya, barokallah fiik. Alhasil, tafsir dapat berupa ijtihad dalam makna mencurahkan segenap kemampuan yg dapat dipertanggungjawabkan dengan sungguh2 . Dalam hal keterkaitannya dengan sumberhukum ketiga, yakni ijma tiga generasi salaf,   di dalamnya ada juga yg berupa ijtihad, . Adapun ulama kholaf dst, dalam melakukan ijtihad_qiyas, dasarnya adalah, per_tama2 tatkala betul2 diperlukan, misalnya zakat dngan beras,dsb, kedua, adalh scara subyektif ataupun kolegial, ktika dipastikan dianggap penting maslahat, terutama untuk aqidah,dst. Tentunya di dalam ijtihad itu, kesmuanya tak ada yg bertentangan dengan sumber utamanya. Adapun tentang hadits yg tak pokok, adalah dapat ditafsir, misalnya, hadits tentang penciptaan manusia, bahwa sperma lebih kuat dari ovum, sehingga membentuk tulang,dst, adalah spesifikasi ataupun karakter bawaannya_hakikatnya,dimana kendati terjadi pembentukan tulang, DNA,dll adlah setelah menjadi zygot_, namun sifat yg brupa hakikatnyalah yg juga tetap ada dan  turut menyatu. Kmudian hadits tentang 40 hari umur sperma, dll, yg tak sesuai dengan fakta, maka ini adlh  yg dapat ditafsir, tokh, yg dimaksudnya, nuthfah, a'laqoh,dst adlh sama, namun intinya adalah merupakan makhluk hidup bernyawa, apalagi setelah bertemu ovum, yakni makhluk  yg merupakan calon makhluk yg komplit, yakni bernyawa dan  diberi ruh_hatiqalbu, perasaan dan akal, tak seperti hewan, tumbuhan yg hanya diberi nyawa dan perasaan_ naluri. Lalu, tentang peniupan ruh, adalah mahakuasaNya untuk menyuruh Jibril, dan memang juga sesuai dengan tugas membantu para malaikat, kendati hakikatnya, Dia tak perlu bantuan, namun Dia menghendakinya. Lantas tentang wajahNya_ a'la shurotih, adalah kataganti dhomir muttashil kepemilikan tunggal, yakni huruf Hi,  semisal ruhihi, dsb, alias memang untuk memaksudkan wajah, namun dalam hal sebagai milikNya, bukan mujasimah menyerupakan, alias hadits itu adlah tak bertentangan. Maka selanjutnya, tafsir dari 40 hari itu, adalah berbentuk nuthfah yg tentunya bukan berupa seperti asalnya, dikarnakan sudah menyatu, namun masih disebut nuthfah, dikarnakan proses awal, pembentukan sel, inti sel, sistem informasi DNa, jadi ,tak sama dngan yg keluar disaat haid, lalu, 40 hari kedua, disebut a'laqoh, juga tak sama dngan ovum, namun masih disebut alaqoh, dikarnakan masih dini_lunak dan adalah brupa darah jika diperas. Di sini di 60 hari sudah terbentuk smua cikalbakal organ yg paling dini,  bentuk tubuh,muka,dsb,  lalu, mudhghoh, 40 hari terakhir adalh sudah komplit layak diberi ruh, bukan hanya nyawa, dimana seandainya diberi ruh dalam bentuk sebelumnya, adalah kurang pantas. Alhasil,  secara teori, tentunya pasti ada perbedaan mendasar antara bentuk di ujung 40 hari pertama dengan di ujung 80 hari, lalu, berbeda dengan di ujung 120 hari. Terkait tentang hadits, yakni syarat shahih adalah sesuai Qur'an, dalam hal ini, , adalah dalam penelusurannya, setelah diketahui bahwa isinya sejalan dengan Quran, dan hanya baru dilihat sepintas tentang kejujurannya, lalu didalami lebih jauh, yakni dilihat integritas_kejujuran,kepintaran dll, diantaranya adalah, jika menipu ternak pliharaanya, maka takkan pernah diambil, kendati isinya tadi adalah  sesuai Quran,   alhasil, jika dalam langkah awalnya sudah nampak bahwa isinya tak sesuai , maka tentunya adalah tak diteruskan penelitiannya, kendati ktika secara sepintas dinilai bahwa  sumbernya dapat dipercaya, dan terpenuhi seluruh syarat perawian_penyusunannya. Kmudian, adalah tentang pemberian akalqalbu_hatiqalbu, dan perasaan_syu'urun, dimana ruh itu otomatis disebut jiwa,fuad, nafs_anfus, diri, batin, dsb, yg terdiri dari akal dan perasaan_naluri. Adapun nafsu , baik negatif ataupun positif, adalah perasaan ingin tercapainya kehendak_ hasrat diri, alias perasaan ingin dirinya bahagia, kendati mlalui langkah negatif, yakni disebut nafsu negatif. Adapun hati_qolbu dan ruh_jiwa itu adalah kesatuan dua sisi koin, yakni bahwa "hati "itu sbagai identitas pembeda dengan makhluk lainnya, disamping identitas pembeda" akal" yg namun posisinya adalah ada di dalam hati_ruh, sebagai salahsatu dari dua bagian jiwa, yakni akal itu sendiri dan perasaan_emotion,feeling,passion,dst,. Disebabkan qalbu_jiwanya mngambil putusan terakhirnya dngan akal, dan juga selalu mempertimbangkan  prasaan, olehkarenanya disebut qulubuyyuqilun_akalqalbu,al Hajj 44,  yg mana juga, bahwa akal ini,  dalam proses sebelumnya adlh sebagai penimbang buruk baik, penyaring, dst, adapun yg kputusan terakhirnya berdasarkan perasaan semata, tentunya didalam proses hidup langkah brikutnya adlh tetap memakai akalnya.  Hati qalbu ini mempunyai bisikan , yakni pembiasaan  berkat akhlaq moral, terkadang disebut" suara yg berasal dari qalbu_hati", ataupun :  nurani,sanubari,hatikecil,lubukhati,zuarahati, conscience, heart to heart,dsb . Alhasil, hati dan akal  ini,  adlh identitas penentu untuk dapat  disebut ruh_jiwa, sedangkan hewan tumbuhan, hanyalah punya kesatuan antara nyawa dan perasaan_naluri. Lalu, dikarnakan bahwa "perasaan senang, dll, " adalah yg membuat keadaan jiwa_hati_qolbu, itu senang, dsb,, maka disebut : hatinya senang,dsb, alias, qalbunya tenang, nafs_dirinya senang, batinnya gembira, jiwanya tenang_nafsul mutmainah, qalbun salim, dsb. Adapun, naluri, hakikatnya adalah prasaan, yg lebih mngarah  ke makna "berkat yg diberiNya,fitrah dariNya,dsb, misalnya naluri bertahan hidup,naluri takut, dsb, yg juga pada hewan tumbuhan, adlh " rasa ingin bahagia", lalu frasa "secara naluriyah", artinya pun sama, yakni " secara berdasar perasaan yg diberiNya, kmudian, makna lainnya, yg juga hakikatnya adalh prasaan,adalah chemistry, dll, misalnya,  dalam frasa"nalurinya keliru",  di sini bermakna sbagai "prasaan dugaan_prasangka" yg keliru, lalu, dalam frasa "nalurinya berkata, dst," juga adlah "perasaan dugaan", trhadap sesuatu, atau chemistry pada orang, namun dalam pengambilan putusan, adalah dipertimbangkan adil tidaknya,dsb, kendati chemistrynya tetap ada, berkurang atau bertambah dikarnakan akhlaq baik buruknya. Dalam hal pembiasaan akhlaq moral, adalah selalu dengan  mempertimbangkan prasaan, misalnya, jikalau mnolong,dsb, ternyata nalurinya fitrahnya, adalah perasaan gembira, maka disebutlah akhlaq yg baik_karakter sifat yg telah melekat terbiasa. Sedikit ada dalil bahwa Rasul saw, tak semata diutus,kcuali untuk mnyempurnakan akhlaq. Dimanakah ihwal iman_ yaqin ? Inipun adlah prasaan, dan dilatih dengan dasar pdomannya juga oleh akal, baik naqli maupun dalil aqli, misalnya , tak mungkin ada kotoran binatang,tanpa ada binatangnya, dsb, dimana scara naluriyah fitrah, juga dengan senantiasa  mnyertakan rasa khauf takut duniawiyah. Adapun dalil Quran, diantaranya, al Baqarah, ayat awal sampai 4, akhirati hum yuqinun, yg yaqin pada akhirat. Kmudian at Takatsur ayat akhir dan al Waqia'h ayat ahir, ilmul yaqin adalh untuk sebutan di dunia, untuk di akhirat, adalah a'inul yaqin, scara hakikat adalah haqqul yaqin, ksmuanya adalah " al yaqin". Adapun ayat al Hijr 99 : wa'bud rabbaka hatta yatiyakal yaqin, sembahlah Tuhanmu sampai datang al yaqin, trdapat dua makna, pertama adlah untuk " iman"_ yakni "patuhlah / mengabdilah/ sembahlah, yg tentunya adlh melakukan kwajiban, kendati berat", sampai imannya merasuki qalbu_ jiwa sepenuhnya. Makna kedua adalah kmatian. Untuk yaqin akhirat, adlh dibiasakan dengan sholat dimulai 7_  11 tahun, kndati tak ada kata terlambat, dan yg paling utama adalah dengan membiasakan berniyat rahmat ridhoNya di dunia dan kelak , ataupun, berharap pahala dunia dan akhirat, sekaligus bertujuan ingin disayangiNya, manakala belum paham konsep ridho. Ini semua, tentunya adalah disebut ikhlas, yakni hanya karenaNya dan untukNya, dan menghindarkan riya sum'ah dengan langsung istighfar, ataupun selalu dilakukan sesudah sholat,dsb. Ini smua adalah dinalar, yakni dengan pemahaman atas  "bekal pulang," hidup seperti setitik air samudera, ada pembalasan yg adil, seperti halnya mencubit dirisendiri,  kmudian, tentang , logika bahwa yg berniyat sesuatu itu, adalah tergambar, terhadirkan, terlintas di benaknya tentang yg diharapkannya itu, dsb,  misalnya, telah ikhlas, yakni tak brharap ke yg lain, lalu ,mengharap ridho rahmat di dunia akhirat, apakah akhiratnya terlintas tidak di pikirannya?, dmikian juga berharap pahala dunia akhirat, ingin bebas nraka,. apakah sungguh2 bayangan akhirat_surga nraka, itu ada di pikirannya, tentunya, mutlak ada, yakni ktika seseorang mngatakannya, namun juga harus dilatih dikonjuringkan_dihadirkan setiap sholat, tak hanya terkadang teringatnya, terutama ketika membaca malikiyaumiddin. Alhasil, haqqul yaqin tsb, tak langsung sertamerta menjadi "prasaan berkeyakinan", dan dalam berusaha mlatihnya, sbagai musuhnya adalah setan,  yakni, setan itu, adlh salahnya sendiri memilih jalan salah di alam penciptaan_qadar_ukuran, yang tak disadari oleh makhluk. Dosa setan ini adalah tak terampuni/ sangat paling ultimate terdolim__yg mana berbeda dngan jin manusia yg berkesempatan tobat, tmakanya di alam dunia ini_qadha, olehNya, setan itu dijadikan begitu, ___Juga dalilnya adalah dapat dinalar, yakni, salahsatunya, surat ttg. digoda dari segala arah, lalu hadits. ktika bangun tidur, diikat tiga buhul, terlepas satu, dimulai dari tekad untuk wudhu, dst, nah, ini berlaku ke smuanya, tak ada yg sakti, alhasil, surat2 ttg, yg bebas godaaan, adalah kliru  tafsir, makna disesatkan itu, ya adalah akan dibuat tersesat, bukan digoda. Nah, ini tak perlu data kuantitatif, yakni cukup dengan langsung ke hasil dari metode kuantiatif, yakni, langsung dibenarkan masing2 dngan haqqul yaqin, dmikian juga dalam memulai niyat akhirat, yg mana diawali dengan itiqad, yg akan berpahala sangat besar yakni itiqad untuk jalan lurus, kmudian ktika, mlakukannnya, dan tak jadi,__ , pingsan, dsb, bukan mnunda _maka pahalanya sama dngan mlakukannya.                          dan yg memperturutkan prasaan semata ini, dikaitkan dengan sunatullah  bahwa iblis setan itu musuh nyata, akan merasakan tanpa ganjalan, yakni manakala dorongan perasaan negatifnya dilakukan, seperti halnya yg kalah dalam perang batin  mlawan iblis, sehingga bermaksiat. Adapun yg memperturutkan perasaan positif tanpa akal, adalh sekian prosen terdapat ganjalan dan skian prosen tidak, yakni beraneka tergantung masing masing, misalnya yg terkadang berniyat rahmat ridho dunia akhirat, dan terkadang lupa, yg mana kealpaanya itu adalah keputusan akhirnya tak memakai "akal qalbu" , bahwa akalnya mngatakan ada sesuatu yg kurang, namun tentunya,  akalnya memutuskan untuk  tetap istiqomah dalam menjalankan kebenaran tsb kendati hanya berdasar  prasaan positif, namun, akalnyapun memerintah/ menilai/mnyadari bahwa harus slalu tolabul ilmi mendapatkan yg terasa tak nyaman/kurang/ merasa ada utang batin, dan tatkala disadari, maka otak memutuskan untuk  mlatih berniyat scara lengkap dunia akhirat dalam amalan2 positif tsb, sehingga mnjadi kaffah tuntas dalam pengabdiannya/ kepatuhannya, dan mendapatkan pahala , terutama adalah diridhoi,dirahmati scara lengkap dunia akhirat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun