Mohon tunggu...
Toat Awalludin widana
Toat Awalludin widana Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

main game

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Essai Puisi "Hatiku Selembar Daun" Karya Sapardi Djoko Damono

8 Maret 2024   07:54 Diperbarui: 8 Maret 2024   07:56 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Manusia mengarungi kehidupan dengan berbagai rintangan dan kerapuhan. Setiap tantangan, seperti perpisahan dan kepergian, menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan kehidupan. Meski perpisahan terkadang membawa kesedihan, di dalamnya tersimpan hikmah yang dapat mengubah serta memperkaya pengalaman hidup kita.

Sebagaimana daun yang gugur, manusia juga memiliki keterbatasan dan kerentanan yang tak terhindarkan. Seperti daun yang layu, kehidupan manusia pun memiliki masa-masa sulit yang identik dengan kehampaan. Namun, Seiring bergugurnya selembar daun, manusia pun diuji oleh tantangan dan keadaan yang sulit, di dalamnya terdapat pelajaran berharga dan kesempatan untuk tumbuh serta berkembang sebagai individu yang bijaksana dan tangguh.

Puisi 'Hatiku Selembar Daun' melukiskan perjalanan hidup manusia melalui metafora selembar daun. Penulis menghadirkan serangkaian peristiwa kehidupan yang mengalir layaknya dedaunan dan dengan bahasa yang sederhana namun penuh makna, penyair menggambarkan kehidupan manusia sebagai serangkaian peristiwa yang terhampar seperti dedaunan.

Hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput
Nanti dulu, biarkan aku sejenak terbaring di sini

Larik pertama dan kedua tersebut menggambarkan daun yang jatuh, menciptakan analogi dengan jiwa yang hampir mati. Sebagai bagian terbanyak dalam pohon, daun menggambarkan keberagaman kehidupan. "Melayang jatuh di rumput" menjadi simbolisasi akhir perjalanan, sementara "Biarkan aku sejenak terbaring di sini" mengekspresikan keinginan untuk merenungi dan mengenang. Di samping itu, melalui perumpamaan ini, kita dipandu untuk memahami bahwa meskipun kehidupan manusia mengalami masa-masa sulit yang dapat diidentifikasi dengan perasaan kehampaan, setiap pengalaman tersebut tetap memiliki nilai dan kebijaksanaan yang tersimpan di dalamnya, memperkaya jiwa dan membentuk karakter. Seiring dengan itu, kita juga diajak untuk mengakui bahwa dalam setiap tantangan terdapat kesempatan untuk pertumbuhan dan pemahaman yang lebih dalam tentang diri dan kehidupan.

Ada yang masih ingin kupandang, yang selama ini senantiasa luput
Sesaat adalah abadi sebelum kausapu tamanmu setiap pagi 

Larik ketiga menciptakan nuansa penyesalan akan hal-hal yang mungkin terlewatkan dalam hidup. Namun, dengan harapan baru, "Sesaat adalah abadi sebelum kausapu tamanmu setiap pagi," penulis mengajak untuk mengekspresikan cinta dan kehadiran di setiap momen berharga, seolah waktu dapat dihentikan dalam keindahan taman yang memancarkan keabadian. 

Puisi ini merangkum bahwa kehidupan, meski penuh tantangan dan perpisahan, tetap memiliki nilai yang indah dan berharga, seperti keindahan yang terdapat di selembar daun yang jatuh. Dengan demikian, 'Hatiku Selembar Daun' menjadi sebuah karya sastra yang tidak hanya memikat hati pembacanya dengan keindahan kata, tetapi juga menginspirasi untuk menggali makna dalam perjalanan unik setiap individu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun