Mohon tunggu...
Tjitjih Mulianingsih Ws
Tjitjih Mulianingsih Ws Mohon Tunggu... Guru - Guru yang menyukai menulis dan berkebun

Guru yang menyukai menulis dan berkebun

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Bapak dan BH

30 Januari 2020   14:15 Diperbarui: 30 Januari 2020   14:16 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: malesbanget.com/

"Halo Yud?"

"Teh Dina di Mamah ya? Yudi sudah telpon semua Uwa dan Bibi di Jakarta, Bogor dan Kuningan. Mereka semua tidak tahu keberadaan Bapak," Yudi bercerita di telpon.

Aku mendengarkan dengan seksama, "Mamah panik Yud, gimana ya?" Lanjutku lagi.

"Bilang sabar dulu Teh, belum bisa lapor polisi karena belum 1 x 24 jam, pantau dan terus telpon Bapak aja Teh yang kita bisa lakukan sekarang!" Jawab Yudi adik bungsuku.

Akhirnya setelah berdiskusi dengan Teh Ina, kami akan bergantian menemani mamah di rumah.  Karena hari ini hari Senin dan biasanya pasien di puskesmas banyak, maka Teh Ina dulu yang menemani.  Teh Ina seorang guru di SMP dan hari ini jadwal PTS di sekolah. Dia bisa tukar jadwal dengan guru pengawas yang lain.

Aku kemudian berangkat ke tempat tugasku, sebuah puskesmas di kecamatan kecil. Sepanjang jalan menuju puskesmas, aku teringat Bapakku.  Semoga Bapak baik-baik saja.  Jalan Bapak sudah amat pelan sebenarnya, ketika menuangkan kopi ke gelas biasanya tidak masuk semua ke gelas tapi berceceran. Begitu pula ketika mengangkat gelas dari dapur ke meja ruang keluarga biasanya air kopi berceceran di sepanjang jalan.  Aku teringat pembicaraan kami berempat anak-anaknya terakhir kemarin di grup WA keluarga, rata-rata kami sedang menghindar berbicara dengan Bapak, karena Bapak sering mengkritik dan mengevaluasi kami. Hal ini membuat tidak nyaman.

"Kalian sih enak bisa menghindar, Teteh nggak bisa.  Setiap pagi pada saat menyeduh kopi, Bapak pasti minta waktu sebentar untuk berbicara dengan tema yang beragam tapi cenderung menyelidiki. Semuanya ditanya," cerita Teh Ina masih lekat di ingatanku.

"Bapak mungkin kesepian!" Pikirku.  Setiap hari hanya berdua dengan Mamah yang sudah sama tuanya dan agak pikun sehingga tidak bisa saling bertukar pikiran. Ah, tiba-tiba aku merasa bersalah telah mengabaikan Bapak.  Laki-laki yang paling kusayangi di dunia ini.  Cerewetnya Bapak kepada kami anak-anaknya bukanlah rasa ingin menang sendiri karena merasa orang tua, tetapi lebih pada rasa sayang kepada anak-anaknya.   Bapak sungguh seorang laki-laki penyayang, masih kuingat sewaktu kecil dulu, Bapaklah yang sibuk mencarikan kami obat jerawat jika di pipi kami anak-anak perempuannya tumbuh jerawat. Bapak yang dengan sabar menemani dan menunggui kami belajar berenang.   Mengingat ini, air mataku tak terbendung lagi.

Aku akhirnya bisa membuka HP setelah pasien terakhir yang kucabut giginya pulang.  Hal pertama yang kulakukan adalah membuka WA.  Yang kulihat lebih dahulu  adalah grup WA keluarga.

"Alhamdulillah!" Pekikku setelah membaca WA dari Teh Ina di grup keluarga.

"Yud, Iwan, Tita, Alhamdulillah  Bapak sudah bisa dihubungi."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun