Potret Sleeping Buddha dan Leong San Thong Temple di Pulau Penang
Walaupun tujuan utama kami ke Pulang Penang adalah untuk menghadiri resepsi pernikahan anak pertama dari keponakan kami,menengok tante kami yang sudah berusia 93 tahun ,sekaligus kami manfaatkan untuk mengunjungi berbagai tempat yang menarik. Walaupun sesungguhnya ,kami sudah sering ke  Penang, tapi rasanya rugi ,kalau cuma duduk duduk atau tidur di hotel. Kalau kemarin kami berkunjung ke untuk menengok warisan peninggalan Hindu, maka ketika ada kesempatan ,kami manfaatkan juga sekalian memotreet Sleeping Buddha ,yang lokasinya sangat berdekatan.
Wat Chaiya Mangkalaram atau Sleeping Buddha adalah Thailand Buddhist Temple di penang. Vihara ini dibangun pada tahun 1845 dan terkenal dengan patung Buddha yang berbaring sepanjang 33 meter. Tempat ini juga merupakan pusat dari perayan festival Buddha seperti Songkran dan Loy Krathong . Walaupun kami bukan  pemeluk agama Buddha,tapi tidak ada salahnya mengunjungi tempat ibadah manapun,termasuk rumah ibadah Buddha dan Hindu.
Sleeping Buddha ini, Terletak tepat di seberang dari Wat Chaiya Mungkalaram ada Dharmikarama Burmese Temple . Vihara ini dibangun pada tahun 1803 dan merupakan vihara Budha Burma pertama di Malaysia.
Buka : Setiap hari dari pukul 10:00 pagi – 17:30 sore  dan berlokasi di Jalan , Lorong Burma, Pulau Tikus, Georgetown, Pulau Pinang, Malaysia.Dan  seperti juga tetangganya rumah ibadah warisan Hindu,disini juga tidak ada karcis masuk,alias gratis.
Kuil Leong San ThongSekali mendayung,dua tiga pulau terlampaui,kata pribahasa yang mungkin sudah dianggap kuno atau out of date,tapi bagi kami,tetap saja uptodate untuk dijadikan falsafah hidup Yang dimaknai,memanfaatkan waktu secara maksimal. Karena kalau jalan ke negeri orang,hanya untuk duduk dan tidur di hotel ,rasanya bukanlah pilihan yang tepat.Karena disamping membuang uang secara percuma,sekaligus tidak ada kenangan indah yang dapat dibawa pulang.
George Town adalah kota yang dinyatakan sebagai World Heritage City di bawah pengawasan UNESCO. Kota ini merupakan salah satu saksi bisu betapa pengaruh sejarah sejak jaman kolonial menyisakan secara utuh beragam bangunan yang ada di sini. Serta sekaligus menjadi bukti bahwa George Town dahulunya merupakan persinggahan, pertemuan dan sekaligus pembauran budaya Eropa serta budaya Timur.Dan semua bangunan tampak berdiri dengan megah dan utuh
Pulau Perpaduan Budaya Melayu dan Cina dan India .Bahasa yang digunakan merupakan bahasa gado gado,yakni bahasa Melayu yang dicampur dengan kata kata bahasa Inggeris yang sudah diadopsi menjadi bagian dari bahasa Melayu. Sedangkan warga dri etnis Cina sendiri, masih tetap berbicara sehari harian dalam bahasa Mandarin. Kata :"tionghoa' disini,terdengar tidak lazim,seperti halnya di Indonesia.
Di sini kita dapat menyaksikan warisan budaya, yang bersifat multikultural, yang pernah hidup secara berdampingan. Beragam agama dan budaya bertemu dan hidup bersama. Kondisi ini mencerminkan bahwa hidup bersama dalam keberagaman itu sesungguhnya sudah diaplikasikan sejak ratusan tahun lalu. Buktinya adalah berupa candi, kuil, masjid, dan gereja yang masih utuh dan terawat dengan baik.
Lihat Travel Story Selengkapnya