Perlu Untuk Dicatat
Anak-anak yang lahir dan dibesarkan dengan penuh perjuangan, ketika sudah dewasa dan hidupnya mulai membaik, biasanya ingin membalas budi kepada orang tuanya.Â
Mereka berusaha memanjakan orang tua dengan berbagai cara, sebagai bentuk bakti dan cinta kasih. Hal ini terutama sering terjadi di keluarga-keluarga yang tinggal di kota besar.
Daripada saya menuliskan kisah keluarga orang lain, lebih baik saya berbagi tentang keluarga saya sendiri. Kami hidup dalam kesederhanaan yang luar biasa, bahkan sebenarnya layak disebut hidup dalam kemiskinan, meski banyak yang enggan mengakuinya.
Sejak saya kecil, ayah sudah bangun subuh setiap hari. Beliau menimba air dari sumur yang airnya keruh berwarna kuning, karena tanah tempat kami tinggal adalah tanah liat. Air itu disaring dengan ijuk dan pasir laut yang ditaruh dalam drum bekas yang dipotong dua. Air ini digunakan agar anak-anak bisa mandi dengan bersih sebelum berangkat sekolah.
Setelah itu, ayah membersihkan kebun pisang yang menjadi penghasilan tambahan keluarga. Ia lalu memotong kayu untuk dijadikan bahan bakar memasak, sebelum buru-buru pergi ke tempat kerja.
Sementara itu, ibu juga bangun subuh. Ia memasak bubur untuk sarapan kami sebelum ke sekolah. Setelah kami berangkat sekolah dengan berjalan kaki, ibu pergi ke Pasar Tanah Kongsi untuk belanja. Sepulang dari pasar, ia memasak lagi. Setelah itu, mencuci pakaian kotor kami yang menumpuk. Lalu, mempersiapkan palai bada, makanan khas Padang, untuk saya jual sepulang sekolah.
Setelah Kehidupan Berubah
Ketika kakak-kakak saya mulai bekerja, keadaan perlahan membaik. Atap rumah yang sebelumnya dari rumbia, diganti dengan seng. Dinding yang dulu dari palupuh anyaman bambu,diganti dengan papan. Lantai tanah liat kami disemen untuk pertama kalinya.
Dulu, kami harus duduk di bawah tiang listrik untuk belajar, agar bisa mendapat penerangan gratis dari lampu jalan. Di rumah, hanya ada lampu minyak dengan cemporong. Tapi kini, kami punya lampu listrik.