Menjadi Cukup Menjadi Bukti
Bahwa Tuhan menciptakan semua makluk hidup dengan segala keberagamannya semua orang sudah tahu. Dan tidak perlu lagi diulas. Bahwa semua perbedaan yang ada,tidak harus menjadi sekat atau dinding pembatas ,juga semua orang sudah memahaminya. Tapi sayang sekali,masih banyak orang yang belum dapat menerima kenyataan ini,sehingga membentuk kelompok kelompok tertentu dengan memilah milah orang berdasarkan warna kulit ,suku bangsa serta agama. Sekalipun slogan "No Rasisme " atau "Hidup Bertoleransi" mungkin sudah ribuan kali dikumandangkan bahkan dijadikan bahan diskusi. Tetapi sejak abad yang lalu,hingga kini,masih saja tetap banyak orang tidak mampu membuka mata hatinya ,sehingga tetap bersikukuh untuk hidup secara berkelompok kelompok dan saling menjaga jarak dengan orang orang yang dianggap berbeda dengan dirinya. Baik karena perbedaan warna kulit,beda suku bangsa ,bahkan perbedaan agama juga dijadikan alasan untuk tidak saling menjalin hubungan persahabatan.
Kembali Kejudul
Karena selama bulan Ramadan ini,dapat dikatakan sebagian besar artikel bercerita tentang kenangan masa lalu. dan apapun yang ada hubungannya dengan kenangan di bulan puasa,maka saya teringat akan kejadian kecil dan tampak amat sepele.tapi tidak pernah saya lupakan .yakni sewaktu kami berkunjung ke Italia bertepatan dengan bulan puasa. Saya sudah tidak ingat lagi tanggalnya,tapi yang saya ingat adalah sore itu kami berada di Kota Pizzo. Walaupun sudah sore,tapi karena lagi musim panas,maka udara masih sangat garang dan panas. Kami hanya dapat berkunjung ke Italia pada musim panas ,karena adik kami Margaretha dan suaminya Sandro,lagi liburan musim panas,sehingga ada kesempatan membawa kami jalan jalan.
Sore itu kerongkongan serasa kering,tapi mau ke restoran masih jauh,apalagi isteri saya dan adiknya tampak lagi asyik berbelanja aneka ragam souvenir yang dijajakan dibawah tenda. Tetiba pandangan mata saya terhenti pada kran air minum,yang memang disediakan untuk umum. Saya menengok istri saya masih sibuk berbelanja souvenir Maka sambil berteriak saya katakan :" Halo, sayang , koko mau minum dulu ya" Dan tampak dari seberang jalan,isteri saya melambaikan tangan,petanda sudah mendengarkan apa yang saya maksudkan
Saya melangkah menuju ke kran air dan begitu tiba, tangan saya meraup air yang bening dan sejuk untuk diminum. Tapi terdengar suara lembut:” Assalam mualaikum……” Karena lagi kehausan dan lagi pula,sama sekali tidak menyangka akan ada yang menyapa saya di negeri orang,maka saya melanjutkan untuk minum . Namun kembali terdengar:” Assalamu'Alaikum Indonesia !" Karena sapaan kali ini dilengkapi dengan kata :"Indonesia" maka saya baru sadar bahwa memang sapaan tersebut ditujukan kepada saya. Karena itu saya langsung menjawab:” Mualaikum salaam….” Wanita ini tersenyum dan kami masing masing melanjutkan minum dari sumber mata air yang sama.
Tidak Ada Komunikasi Lebih Lanjut
Setelah itu tidak ada lagi komunikasi yang lebih lanjut. Saya tidak menanyakan,mengapa wanita ini tahu bahwa saya dari Indonesia? Saya hanya mereka reka,kemungkinan karena saya berteriak kepada isteri saya dalam bahasa Indonesia . Saya juga tidak bertanya,:"Maaf ,darimana bu?".Karena setelah saya puas minum air kran,wanita tersebut sudah berlalu entah kemana
Kejadian yang tampak sangat sepele ini,telah mengingatkan saya,bahwa :"Perbedaan dapat menjadi dinding pemisah ,tapi dapat juga menjadi jembatan untuk menjalin hubungan persahabatan,cukup hanya dengan sebuah sapaan yang ramah" Tapi semuanya tentu saja ,kembali kepada pribadi masing masing.
Tulisan ini hanya sebuah kenangan masa lalu,tapi saya bersyukur,karena sejak tinggal di negeri orang,segala perbedaan tersebut,sama sekali tidak menjadi halanngan bagi kami untuk menjalin hubungan persahabatan dengan aneka ragam suku bangsa di dunia
Tjiptadinata Effendi