Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Status "WNA-WNI" Bukan Alat Penakar

21 Januari 2021   19:28 Diperbarui: 22 Januari 2021   03:28 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ket.foto: kami camping selama 3 hari bersama aneka ragam suku bangsa dan hingga kini merupakan sahabat baik/dokpri

Untuk Memberikan Penilaian

Belakangan ini masalah "wna -wni" menjadi viral diberbagai media hanya lantaran ada seseorang yang telah mencetuskan kalimat kalimat yang dirasa telah meremehkan martabat bangsa dan negara kita. Tanpa perlu membahasnya, kita semua sudah tahu setidak tidaknya nama dari sosok yang menjadi "bintang" dalam masalah ini.

Tetapi  apa yang dilakukan seseorang bukan atas nama bangsa dan negaranya, melainkan tanggung jawab sebagai pribadi. Sehingga tentu tak elok bila seorang "wna" yang melakukan suatu kesalahan, maka seluruh "wna" dianggap memiliki kepribadian yang sama. Hal lainnya, misalnya karena ada "bule" yang tinggal di Bali dan tidak pernah mandi, bukanlah berarti semua bule di dunia ini sama karakternya. 

Dari sudut yang berbeda, kita juga dapat melakukan kilas balik bahwa bila ada seorang WNI yang melakukan tindakan yang memalukan di negeri orang bukanlah berarti seluruh WNI yang tinggal diluar negeri sama brengseknya. Kalau mau  menakar, tentunya menggunakan alat ukur yang sama 

dokpri
dokpri

Tidak  Ada Suku Bangsa Yang Superior 

Tidak ada satu suku bangsa yang superior di dunia ini walaupun mungkin ada yang merasakannya demikian. Bilamana kita mau membuka mata hati, maka kita akan sadar bahwa setiap suku bangsa memiliki keunikan tersendiri dalam mengambil sikap menghadapi kondisi tertentu.

Sebagai salah seorang yang sudah tinggal dalam masyarakat yang multicultural, setidaknya saya sudah mengalami bahwa "wna-wni" sama sekali  tidak dapat dijadikan takaran atau alat pengukur atas kepribadian seseorang. Apalagi bila satu orang yang berbuat tindakan yang melanggar aturan, tentu tak bijak bila kita mengeneralisir bahwa semuanya sama saja

Yang menganggap bahwa "bule" itu lebih tinggi derajatnya hanya segelintir orang yang mungkin belum pernah merasakan hidup berdampingan bahkan serumah dengan bule. 

Kalau di Australia, yang datang mengepel rumah putri kami setiap minggu adalah orang "bule" asli. Dan bila kita ke toko beli sepatu, maka yang berjongkok didepan kita adalah karyawannya yang juga "bule asli". Makan direstoran yang mengucapkan "Good morning Sir, what can I do for you Sir?" Juga ada "bule asli", yang membungkuk memberi hormat bila kita datang ke restoran, bukan lantaran mereka menggangap diri kita lebih hebat atau lebih ganteng tapi hanya sekedar basa basi bisnis.

Hendaknya Meletak Setiap Masalah Sesuai Porsinya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun