Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Membiarkan Orang Lain Merasa Lebih Hebat dari Kita, Mengapa Tidak?

3 November 2017   21:37 Diperbarui: 5 November 2017   13:48 7144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: depositphotos.com

Mengalah Bukan Berarti Penakut

Mengapa kita harus mengalah pada orang lain? Karena selama tidak menyangkut hal-hal yang penting, maka mengalah merupakan jalan terbaik dalam hidup berinteraksi dalam kemajemukan masyarakat. Mengalah berarti membiarkan atau mengikhlaskan orang lain merasakan dirinya lebih hebat atau lebih pintar daripada kita. 

Dengan mengalah, tidak akan ada yang berkurang dari diri kita. Mengalah bukanlah identik dengan takut. Mengalah berarti mampu menaklukan diri kita sendiri. Karena sebagai manusia tidak mudah bagi kita untuk mengalah. Apa sih yang kita takuti? Tapi intinya tentu bukan untuk mempertontonkan kehebatan diri masing masing, melainkan mengikhlaskan orang merasa lebih daripada kita.

Selama tidak menyangkut masalah kehormatan maupun keselamatan diri maupun keluarga kita, maka mengalah merupakan jalan terbaik agar dapat menikmati hidup damai dengan tenang. Bayangkan bilamana kita hidup dengan menurutkan kata hati. Mungkin setiap hari akan bertambah lusinan orang yang akan menjadi musuh kita. 

Mulai dari tetangga yang brisik, pengendara di belakang kita yang membunyikan klakson tidak pada tempatnya sehingga dapat memicu kemarahan kita. Setibanya di kantor, teman kantor mungkin maksudnya bercanda namun tidak tepat waktu, bisa saja menjadi pemicu meledaknya amarah kita. Namun dengan menarik nafas panjang, kita abaikan canda yang tidak pada tempatnya dan berharap menjadi isyarat bagi teman sekantor bahwa kita tidak menyukai gaya candanya.

Mengalah dalam Rumah Tangga

Pulang kantor sudah malam. Namun belum sempat melepaskan lelah istri minta tolong ini dan itu untuk urusan rumah tangga. Pikiran egois akan langsung mengedepan karena merasa sudah capek kerja seharian mencari nafkah untuk keluarga, baru saja pulang sudah harus mengerjakan ini dan itu. Namun bila mampu mengalahkan diri, maka kita jangan lupa, bahwa bukan diri kita saja yang capek bekerja seharian tapi istri kita juga cape. 

Malahan mungkin lebih capek dibandingkan diri kita. Karena harus mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga dan masih ditambah dengan mengurus anak anak. Maka kembali kita harus ikhlas mengalah pada istri. Latih diri secara berkesinabungan akan membentuk kepribadian kita untuk dengan rela mengalah dalam banyak hal. Baik selama berinteraksi dengan masyarakat luas maupun dalam rumah tangga sendiri.

Ada Batas yang Tidak Mengizinkan Kita Mengalah

Akan tetapi dalam hal hal yang menyangkut kehormatan dan keselamatan keluarga, tentu saja harus ada ketegasan. Tidak seorang pun boleh melanggar batas batas demarkasi yang menyangkut harkat dan marwah diri kita dan anggota keluarga kita.

Di sinilah sikap mental kita akan diuji. Apakah kita sudah mampu memaknai di mana kita patut mengalah dan dalam kondisi seperti apa, kita jangan sampai membiarkan seorangpun menyentuh kehormatan diri dan keluarga kita. Untuk dapat mencapai hingga ketingkat aktualisasi diri tentu perlu berlatih diri dalam setiap ada kesempatan. Kata kuncinya adalah "humble", rendah hati! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun