Mohon tunggu...
Tjatra
Tjatra Mohon Tunggu... Sedang Menulis........

Sedang Menulis

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Stigma Masjid LDII Dipel Terjawab

16 Agustus 2025   06:00 Diperbarui: 16 Agustus 2025   06:00 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ahmad Ali saat menjelaskan hasil penelitiannya mengenai praktik kebersihan dan kesucian di masjid LDII.(Dok.Pribadi)

Stigma 'Masjid LDII Dipel' Terbantahkan: Kajian Akademik Ahmad Ali Ungkap Nilai Kebajikan Jamaah LDII

Jakarta, 15 Agustus 2025 --- Stigma yang Mengakar Puluhan Tahun
Isu bahwa masjid LDII akan dipel setelah digunakan orang luar sudah lama beredar di tengah masyarakat. Stigma ini bertahan puluhan tahun tanpa ada penelitian yang benar-benar mendalam untuk menguji kebenarannya.

Seorang cendekiawan muda NU, Ustaz Dr. Ahmad Ali, akhirnya melakukan riset lapangan yang sistematis. Dari hasil penelitiannya, ia menyimpulkan bahwa praktik memelihara kesucian masjid bukanlah bentuk diskriminasi, melainkan implementasi prinsip thoharoh yang menjadi bagian penting ajaran Islam.

Ahmad Ali meneliti masjid dan lingkungan LDII secara langsung sejak 2021. Ia menemukan bahwa di setiap masjid LDII, sandal jamaah diletakkan rapi di area wudhu hingga ruang tamu. Praktik ini terkait dengan upaya menjaga kebersihan dan kesucian tempat ibadah.

Ia menjelaskan, dalam konsep thoharoh, sesuatu dianggap suci bila bebas dari rasa, bau, dan warna najis. Karena itu, jika ada indikasi najis masuk ke area masjid, lantai akan dipel untuk memastikan kesuciannya tetap terjaga.


Dari penelitian tersebut, Ahmad Ali menemukan sebelas nilai kebajikan yang diajarkan dan dipraktikkan LDII, antara lain:

  • kebersihan, kerapian, dan kesucian
  • kedisiplinan
  • kemandirian
  • solidaritas dan persaudaraan,
  • musyawarah,
  • penghormatan terhadap tamu, serta
  • kepedulian sosial.

    Nilai-nilai ini, menurutnya, justru memperlihatkan bahwa LDII menempatkan kebersihan dan kesucian sebagai pondasi ibadah, bukan stigma negatif sebagaimana yang beredar di masyarakat.

    Ahmad Ali menegaskan bahwa istilah "masjid dipel" tidak bisa diartikan sebagai penolakan terhadap orang luar. Sebaliknya, itu adalah wujud konsistensi menjaga kesucian, sebagaimana tuntunan syariat. Bahkan, aktivitas sederhana seperti merapikan sandal jamaah dianggap sebagai latihan kedisiplinan dan kemandirian.

    Terbitnya buku hasil penelitian ini diharapkan menjadi jawaban akademik atas stigma yang melekat puluhan tahun pada LDII. Selain itu, riset ini juga menjadi pintu untuk membangun dialog antar-umat, mendorong klarifikasi berbasis data, serta memperkuat kerukunan.(Tj)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun