Mohon tunggu...
Tiza Puspitasari
Tiza Puspitasari Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa sejarah, hobi membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pemberontakan Petani Banten Sebagai Bagian dari Sejarah Sosial dalam Historiografi Indonesia

24 Februari 2025   04:27 Diperbarui: 24 Februari 2025   04:27 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemberontakan petani Banten merupakan salah satu tragedi karena suatu ketidakadilan pada masa kolonial Belanda (foto:dokumen pribadi) 

Sejarah sosial merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari historiografi Indonesia. Sejarah sosial mengkaji tentang masyarakat serta berbagai permasalahan yang terjadi. Sejarah sosial seringkali disebut sebagai suatu gerakan sosial. Terjadinya gerakan sosial disebabkan karena muncul ketidakadilan yang dirasakan masyarakat, mereka menuntut terciptanya keseimbangan untuk kehidupan yang sejahtera. Menurut Sartono Kartodirdjo dalam (Saimima, 2014) dalam jurnal yang berjudul "Membumikan Sejarah Sosial" bahwa sejarah sosial lebih banyak menempatkan kalangan marjinal untuk tampil dalam historiografi Indonesia. Dengan kata lain, kemunculan sejarah sosial bertujuan untuk menghindari adanya bias yang diciptakan oleh kalangan elit dalam penulisam sejarah sehingga sudut pandang yang dikemukakan juga memberikan kesempatan kepada masyarakat kecil sebagaimana petani, orang-orang perkotaan tertindas, bandit, dan sebagainya.

Pada masa kolonial Belanda di wilayah perkotaan terlihat jelas adanya stratifikasi sosial dimana golongan priyayi, orang Belanda, dan etnis Tionghoa lebih dominan dalam memainkan peranan penting historiografi, sehingga penulisan sejarah yang beredar berisi topik yang mengarah pada kepentingan golongan tersebut, sedangkan di luar sana terdapat berbagai fenomena sosial yang juga perlu dikaji karena berisi permasalahan kompleks yang dirasakan kalangan bawah. Sartono Kartodirdjo merupakan sejarawan yang mengawali kajian dan penulisan sejarah sosial di Indonesia dalam karyanya yang berjudul "Pemberontakan Petani Banten 1888". Menurut Alpianti dkk dalam jurnal berjudul "Petani Melawan : Sejarah Pemberontakan Petani Banten (Geger Cilegon 1888)" bahwa terdapat faktor yang melatarbelakangi terjadinya peristiwa pemberontakan petani Banten 1888 yaitu sebagai berikut :

1. Banten merupakan wilayah yang subur dan cocok untuk pertanian sehingga seringkali wilayahnya dijadikan suatu ajang perebutan bagi para petani lokal dan pemerintah kolonial.

2.Munculnya kesenjangan antara para petani lokal dengan pemerintah kolonial Belanda hal tersebut dibuktikan pada saat diterapkannya tanam paksa (Cultuurstelsel), petani lokal hanya memiliki lahan yang sempit. Mereka diwajibkan untuk menanam tanaman wajib sedangkan pemerintah kolonial juga mengatur sistem pertanahan untuk pertanian sehingga lahan-lahan petani mayoritas dikuasai oleh pemerintah kolonial Belanda. 

3.Cultuurstelsel memunculkan berbagai pungutan pajak yang memberatkan sehingga menimbulkan kemiskinan bagi para petani lokal. 

4.Kemunduran kesultanan Banten menimbulkan suatu ajang perebutan dari penguasa lokal dan pemerintah kolonial Belanda. Pada saat kesultanan Banten mulai mengalami kemunduran, maka perlahan-lahan pemerintah kolonial Belanda mulai menyusun strategi agar dapat menguasai kesultanan Banten. 

5.Munculnya konflik pada saat pemerintah kolonial Belanda mengkristenkan masyarakat Banten. Hal tersebut menjadikan masyarakat yang beragama muslim merasa tersisihkan dan ingin mempertahakan identitas agama dari pengaruh pemerintah pemerintah kolonial Belanda.

Amarah masyarakat kian memuncak pada saat Juli 1888 yaitu pada saat sekelompok petani Banten yang dipimpin oleh Surontiko Samin memutuskan untuk mengambil tindakan karena dirasa pemerintah kolonial Belanda telah bertindak sewenang-wenang. Surontiko Samin berhasil menggerakkan dan memobilisasi massa yang beranggotakan para petani untuk memberontak. Dengan menggunakan taktik gerilya, para petani akhirnya berhasil menguasai Cilegon. Namun karena kalah dalam jumlah pasukan, maka pemerintah kolonial Belanda berhasil memadamkan pemberontakan tersebut. Meskipun sempat mengalami kesulitan, namun setelah mendapatkan bantuan dari Jakarta pemberontakan tersebut dapat segera diatasi oleh pemerintah kolonial Belanda. Meskipun keinginan masyarakat belum dapat tercapai namun mereka telah menunjukkan tentang suatu perjuangan demi mendapatkan keadilan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun