Mohon tunggu...
Prinz Tiyo
Prinz Tiyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - I just don't like the odds.

I just don't like the odds.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pelajaran Bahasa Daerah Lain di dalam Kurikulum Pendidikan Nasional

18 Maret 2019   21:35 Diperbarui: 18 Maret 2019   21:45 888
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendahuluan

Pendidikan karakter dengan landasan kearifan lokal mempercepat tujuan pendidikan. Demikianlah hal yang dikemukakan oleh Wahyuni dan Hasanah (2016) di dalam penelitian mereka. Definisi dari kearifan lokal yang dipergunakan di sini ialah yang diungkapkan oleh Nakhorntap (1996), yakni pengetahuan dasar yang diperoleh dari pengalaman hidup yang seirama dengan alam. 

Pengalaman yang sesungguhnya yang dimiliki oleh seseorang akan menghasilkan keterpaduan antara jasmani, rohani, dan lingkungan. Berpedoman pada nilai-nilai pendidikan karakter maka tulisan kali ini menyajikan pembahasan yang sejalan dengan nilai-nilai semangat kebangsaan, cinta tanah air, peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab (Kementerian Pendidikan Nasional, 2011).

Bertolak dari pemahaman di atas maka tulisan kali ini mengemukakan gagasan tentang penyelenggaraan Pelajaran Bahasa Daerah Lain di Indonesia di dalam Kurikulum Pendidikan Nasional sebagai tindak lanjut dari penyelenggaraan mata pelajaran Muatan Lokal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. 

Cara penyelenggaraannya ialah dengan mengadakan pelajaran Bahasa Daerah Lain kepada peserta didik di daerah tertentu. Sebagai contoh, peserta didik di Provinsi Jawa Tengah, yang secara umum mempergunakan bahasa Jawa dan memperoleh muatan lokal Pelajaran Bahasa Jawa, memperoleh kesempatan untuk mempelajari, memahami, dan menguasai Bahasa Sunda yang merupakan muatan lokal bagi peserta didik di Provinsi Jawa Barat. 

Dengan cara ini maka peserta didik akan memahami semakin banyak bahasa daerah lain yang dipergunakan oleh masyarakat Indonesia di daerah selain tempat tinggal peserta didik tersebut. 

Peserta didik akan menjadi lebih sekedar mengetahui bahwa di Indonesia terdapat banyak bahasa daerah, akan tetapi, lebih dari itu, mereka juga memiliki bekal pengetahuan dan keterampilan di dalam mempergunakan bahasa daerah lain tersebut sebagai alat komunikasi.

Terdapat enam butir penting yang melatarbelakangi gagasan ini, sebagai berikut: a) Indonesia memiliki banyak bahasa daerah; b) pelestarian bahasa daerah; c) pendidikan karakter mencakup nilai-nilai semangat kebangsaan, cinta tanah air, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab; d) pengembangan kemampuan peserta didik; e) peserta didik jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah generasi masa depan; dan f) pembukaan kesempatan berkarya dan berkontribusi di daerah lain bagi warga negara yang memiliki keahlian berbahasa daerah tertentu. Uraian dari keenam butir tersebut akan disajikan di dalam paragraf-paragraf selanjutnya.

Pembahasan

a) Indonesia memiliki banyak bahasa daerah

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah wilayah negara yang terbentuk dari kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki kebudayaan yang berbeda. Keragaman budaya tersebut dicirikan oleh keragaman bahasa (linguistic diversity) (Nettle & Romain, 2000:7). Di dalam Marsono (2016:18) disebutkan bahwa bahasa daerah memiliki fungsi lambang kebanggan daerah, lambang identitas daerah, dan alat perhubungan keluarga dan masyarakat. 

Keberadaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional yang dipergunakan secara resmi di negara Indonesia tidak terlepas dari peran serta bahasa-bahasa daerah di dalam proses pembelajarannya. 

Bahasa daerah di dalam hubungannya dengan Bahasa Indonesia menjalankan fungsi sebagai pendukung bahasa nasional, bahasa pengantar di sekolah dasar di daerah tertentu pada tingkat permulaan untuk memperlancar pengajaran Bahasa Indonesia dan mata pelajaran lain, dan alat pengembangan serta pendukung kebudayaan daerah (Halim, 1976:146).

Penelitian mengenai keberadaan bahasa daerah yang dipergunakan sebagai sarana komunikasi masyarakat-masyarakat daerah di wilayah Indonesia telah dilakukan dari waktu ke waktu. Hasil penelitian pada era 1970an menunjukkan bahwa di Indonesia terdapat 418 bahasa daerah (Banta, 1972:7). Memasuki akhir millennium pertama penelitian menemukan 500 bahasa daerah yang dipergunakan di seluruh Indonesia (Rosidi, 1999:16). Menuju dekade kedua millennium kedua ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia mendaftar 668 bahasa daerah terhitung hingga tahun 2018 (petabahasa.kemdikbud.go.id, 18 Maret 2019).

Bilamana keragaman bahasa merupakan penanda dari keragaman budaya maka keberadaan bahasa daerah sangatlah penting untuk mempertajam jati diri suatu bangsa. Di dalam lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat dikatakan bahwa negara ini memiliki kebudayaan yang kuat karena didukung oleh keragaman budaya, dan, sudah barang tentu, keragaman bahasa.

b) Pelestarian bahasa daerah

Marsono (2016:1) menyebutkan bahwa kemampuan bertahan bahasa dipengaruhi oleh jumlah penuturnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin banyak orang yang mempergunakannya, semakin lama pula suatu bahasa akan mampu bertahan. Bahasa bukan sebuah entitas yang dapat bertahan dengan sendirinya. Ia hanya mampu "hidup" jika terdapat masyarakat yang menuturkan dan menularkannya. 

Sebuah kelompok masyarakat yang dihuni oleh sekumpulan manusia akan bertahan bilamana lingkungan tempat tinggal mereka mendukung keberadaan. Pada saat masyarakat tersebut tidak mampu bertahan hidup maka bahasa yang mereka pergunakan terancam kepunahan (Nettle & Romain, 2000:5).

Lebih lanjut Nettle dan Romain (2000:7) menjelaskan bahwa Kematian bahasa merupakan gejala dari kematian kebudayaan: sebuah cara hidup akan hilang dengan matinya bahasa. Nasib bahasa terikat pada penuturnya. 

Pergeseran atau kematian bahasa terjadi sebagai respon terhadap tekanan dari berbagai jenis faktor yang terjadi di sebuah masyarakat, yaitu sosial, budaya, ekonomi, bahkan militer. Setiap kali bahasa berhenti menjalankan fungsi tertentu, bahasa tersebut akan kehilangan tempat dan digantikan oleh bahasa lain. Kematian terjadi manakala sebuah bahasa menggantikan bahasa lain secara fungsional dan orang tua tidak lagi menularkan bahasa tersebut kepada anak-anak mereka.

Crystal (2000:1-2) menyebutkan istilah "kematian bahasa" (language death). Ia berpendapat bahwa istilah tersebut terkesan menempatkan bahasa seperti halnya manusia, makhluk hidup yang mengalami kematian. 

Akan tetapi istilah kematian bahasa adalah masuk akal karena jika manusia penuturnya mengalami kematian maka bahasa tersebut akan ikut mati. Sebuah bahasa mengalami kematian jika tidak ada lagi orang yang mempergunakannya. Bagi penduduk asli penutur bahasa, kematian bahasa mungkin dianggap mustahil. 

Namun hasil penelitian yang dilakukan oleh UK Foundation for Endanger Languages (FEL) di Mambila, Kamerun, menyebutkan bahwa bahasa Kasabe mengalami kepunahan pada saat orang terakhir yang mempergunakannya meninggal dunia. Riset FEL selanjutnya yang dipresentasikan pada 2nd FEL Conference di Edinburgh menyajikan temuan bahwa Bahasa Ubykh/Ubuh mengalami kepunahan setelah penutur terakhir meninggal dunia. 

Sungguh disayangkan bahwa penutur yang telah meninggal tersebut tidak menularkan keterampilan Bahasa Kasabe kepada keluarga yang ditinggalkannya. Penelitian lain menghasilkan temuan bahwa semua bangsa yang menghuni Benua Afrika terpengaruh oleh resiko kepunahan bahasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Afrika telah kehilangan 54 bahasa dan 116 bahasa lain kini sedang terancam kepunahan (Nettle & Romain, 2000:9).

Bahasa akan lestari jika bahasa tersebut masih memiliki penutur yang mempergunakannya. Jumlah bahasa daerah di Indonesia yang teridentifikasi dari waktu ke waktu bertambah. Hal ini memberikan suasana yang menggembirakan bahwasanya negara Indonesia dianugerahi kekayaan bahasa. Akan tetapi, tanggung jawab selanjutnya ialah melestarikannya sehingga masyarakat tidak sekedar mengenal, tetapi juga menjadi saksi dari penerapan bahasa-bahasa daerah tersebut di dalam komunikasi sehari-hari.

c) Penerapan nilai-nilai pendidikan karakter

Kementerian Pendidikan Nasional (2011) menyebutkan 18 nilai yang termasuk ke dalam pendidikan karakter bangsa Indonesia, yakni sebagai berikut: 1) religius; 2) jujur; 3) toleransi; 4) disiplin; 5) kerja keras; 6) kreatif; 7) mandiri; 8) demokratis; 9) rasa ingin tahu; 10) semangat kebangsaan; 11) cinta tanah air; 12) menghargai prestasi; 13) bersahabat/komunikatif; 14) cinta damai; 15) gemar membaca; 16) peduli lingkungan; 17) peduli sosial; dan 18) tanggung jawab.

Pembelajaran bahasa daerah menjadi salah satu cara untuk menumbuhkan, kemudian menguatkan, semangat kebangsaan. Kesadaran terhadap keragaman bahasa akan memperkuat fungsi yang dijalankan oleh bahasa daerah sebagai pendukung bahasa nasional, yakni Bahasa Indonesia. 

Nilai semangat kebangsaan ini berhubungan dengan rasa cinta tanah air. Berbagai usaha, antara lain melalui lagu dan puisi, telah mengungkapkan kecintaan kepada tanah air. Bahasa daerah sebagai elemen pembentuk negara Indonesia harus mendapatkan perhatian khusus. Kecintaan kepada tanah air semestinya diwujudkan dengan kecintaan kepada bahasa daerah.

Berlanjut pada nilai-nilai kepedulian, pada bagian pendahuluan telah dikemukakan bahwa pendidikan karakter berbasis kearifan lokal akan mempercepat tujuan pendidikan.

Masyarakat Indonesia hidup bersama kebudayaannya. Dengan demikian masyarakat Indonesia hidup dengan bahasanya. Bahasa daerah merupakan bagian yang terpadu dari lingkungan dan kehidupan sosial masyarakat. Di dalam lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia bahasa daerah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari bahasa nasional.

Pembelajaran bahasa daerah adalah perwujudan dari nilai tanggung jawab. Sebagai bagian dari sebuah negara yang memiliki keragaman, setiap anggota masyarakat memiliki tanggung jawab terhadap lingkungan yang terdiri atas lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya. Nilai ini sangat berhubungan dengan usaha melestarikan bahasa daerah karena bahasa daerah adalah bagian dari lingkungan budaya.

d) Pengembangan kemampuan peserta didik

Masyarakat Indonesia sangat beruntung dengan adanya bahasa Indonesia yang menjadi bahasa nasional. Namun demikian keuntungan ini tidak boleh menutup kemungkinan adanya penularan bahasa-bahasa daerah.

Manfaat pembelajaran bahasa-bahasa daerah bagi peserta didik tidak sebatas sebagai bahasa pengantar sesuai dengan tempat peserta didik tersebut berada, melainkan sebagai bekal pengetahuan, keterampilan, dan keahlian bagi peserta didik tersebut.

Pengembangan kemampuan berbahasa daerah bagi peserta didik akan mempermudah mereka di dalam berkomunikasi secara efektif dengan masyarakat yang berasal dari daerah lain. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional telah sangat ampuh di dalam menghubungkan penutur dari satu bahasa daerah dengan penutur dari bahasa daerah lain. 

Keadaan bermasyarakat di Indonesia akan semakin menuju kepada kesepahaman di dalam berkomunikasi jika seseorang memiliki kemampuan berbahasa daerah. Lebih lanjut, pemahaman tentang bahasa daerah sangat membantu seseorang untuk mengetahui kearifan lokal yang berlaku di daerah lain karena banyak dari pesan-pesan kearifan lokal lebih tepat diungkapkan di dalam bahasa setempat.

e) Peserta didik jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah generasi masa depan

Nettle dan Romain (2000:8) mengemukakan bahwa nasib bahasa di tangan generasi mendatang. Bahasa-bahasa terancam kepunahan jika tidak lagi ditularkan secara alami kepada anak-anak di keluarga oleh orang tua dan pengasuh. Menurut data dari SIL's Ethnologue, 90 persen dari jumlah penduduk di dunia menuturkan 100 bahasa yang paling sering digunakan. 

Hal ini berarti terdapat sekurang-kurangnya 6.000 bahasa yang dituturkan oleh sekitar 10 persen penduduk dunia. Pakar linguistik Michael Krauss dari Alaska Native Language Center berpendapat bahwa dengan mencantumkan semua bahasa yang dipergunakan oleh lebih dari 100.000 orang, maka akan hanya terdapat 600 bahasa yang berada di jalur "aman" dari kepunahan (Nettle & Romain, 2000:8). Menambah pendapat tersebut, pelajaran bahasa perlu ditularkan secara resmi melalui institusi pendidikan seperti halnya pelajaran-pelajaran lain.

Peserta didik jenjang pendidikan dasar dan menengah merupakan kelompok masyarakat yang akan menjadi pengisi pergerakan bangsa dan negara pada masa mendatang. Pelajaran bahasa-bahasa daerah pada rentang pendidikan ini sangatlah penting sehingga generasi sekarang memiliki investasi kemampuan berbahasa daerah untuk masa depan. Semakin dini usia peserta didik mendapatkan pengetahuan tentang bahasa daerah, semakin besar pula kesempatan untuk menularkan pemahaman berbahasa daerah. 

Dengan sasaran utama peserta didik jenjang pendidikan dasar dan menengah maka pembelajaran bahasa-bahasa daerah yang digunakan oleh masyarakat di Indonesia akan semakin efektif.

f) Bahasa daerah membuka kesempatan berkarya dan berkontribusi warga daerah di daerah lain

Badan Pusat Statistik melalui siaran persnya yang berjudul "Agustus 2017: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 5,50 persen" memberitakan bahwa Indonesia memiliki lebih dari 128 juta penduduk angkatan kerja. Lebih lanjut BPS juga melaporkan bahwa angka pengangguran pada kurun waktu satu tahun terakhir mengalami peningkatan, yakni disebabkan oleh bertambahnya jumlah pengangguran hingga 10.000 orang. 

Data tersebut, terlepas dari berapapun jumlah dan persentasenya, menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki tanggung jawab untuk mengurangi tingkat pengangguran warga negaranya. Bonus demografi, seperti yang dikemukakan oleh Kusdiana (2015:124), yakni bahwa Indonesia memiliki keuntungan jumlah usia produktif yang besar dan akan mencapai puncaknya di dalam kurun waktu tahun 2020-2030, harus dimanfaatkan sebesar-besarnya, terlebih untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Sebuah keadaan yang menggembirakan bilamana kita menyaksikan seseorang yang memiliki pengetahuan, pemahaman, dan keahlian di dalam bahasa daerah tertentu mendapatkan kesempatan untuk berkarya dan menyumbangkan pengetahuan, pemahaman, dan keahlian tersebut untuk kelompok masyarakat yang secara tradisi mempergunakan bahasa daerah yang berbeda. Sebagai contoh, seorang yang menggunakan Bahasa Batak menularkan pengetahuan, pemahaman, dan keahlian bahasa tersebut kepada seseorang (atau kelompok orang) yang secara tradisi berbahasa Bali.

Cara yang paling terkendali, dengan harapan menjadi cara yang paling efektif, ialah memanfaatkan individu-individu berkemampuan bahasa daerah menjadi tenaga pengajar pada institusi pendidikan. 

Langkah yang harus ditempuh ialah dengan penyelenggaraan mata pelajaran Bahasa Daerah Lain pada sekolah jenjang pendidikan dasar dan menengah. Perekrutan tenaga berkemampuan bahasa daerah lain ini mengandung beragam misi, yakni menambah pengetahuan peserta didik tentang bahasa daerah lain, memanfaatkan bonus demografi, mengurangi angka pengangguran usia produktif, dan mempererat persatuan bangsa karena terjadi interaksi lintas budaya.

Simpulan

Beratus bahasa daerah yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia adalah modal yang tidak ternilai. Kekayaan bahasa ini merupakan kebanggaan nasional yang dapat ditunjukkan kepada masyarakat internasional. 

Berbagai usaha skala nasional untuk melakukan pendataan bahasa-bahasa daerah merupakan langkah yang positif dan wajib untuk terus dilakukan. Sebagai langkah penguatan maka tulisan ini menyajikan gagasan mengenai penyelenggaran mata pelajaran Bahasa Daerah Lain pada peserta didik jenjang pendidikan dasar dan menengah sebagai tindak lanjut dari penyelenggaran muatan lokal di dalam bentuk mata pelajaran Bahasa Daerah. 

Kurikulum Pendidikan Nasional harus mempertimbangkan kemungkinan pencantuman Bahasa Daerah Lain ke dalam agenda penyelenggaraan pendidikan pada masa yang akan datang sebagai salah satu pendukung pendidikan karakter.

Butir-butir manfaat yang dapat dirangkum dari pembahasan mengenai penyelenggaraan mata pelajaran Bahasa Daerah Lain ke dalam Kurikulum Pendidikan Nasional adalah sebagai berikut:

1) Melestarikan bahasa daerah bagian terpadu dari bahasa nasional;

2) Menularkan pengetahuan, pemahaman, dan keahlian bahasa daerah kepada peserta didik;

3) Mendukung tercapainya nilai-nilai pendidikan karakter bangsa Indonesia; dan

4) Membuka kesempatan bagi warga negara yang berkeahlian di dalam bahasa daerah tertentu untuk berkarya dan menyumbangkan keahlian tersebut kepada masyarakat di daerah lain.

Referensi:

Badan Pusat Statistik. Agustus 2017: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 5,50 persen. Diakses dari https://www.bps.go.id/pressrelease/2017/11/06/1377/agustus-2017--tingkat-pengangguran-terbuka-tpt--sebesar-5-50-persen.html, pada tanggal 18 Maret 2019.

Banta AR. 1972. Peta Bahasa-bahasa di Indonesia dalam Bahasa dan Kesusasteraan. Djakarta, Indonesia. Lembaga Bahasa Nasional Direktorat Djenderal Kebudajaan Departemen Pendidikan Kebudajaan.

Data Bahasa di Indonesia. Diakses dari https://http.petabahasa.kemdikbud.go.id/databahasa.php, pada tanggal 18 Maret 2019.

Crystal D. 2000. Language Death. Cambridge, Great Britain: Cambridge University Press.

Halim A. (ed). 1976. Politik Bahasa Nasional. Jilid 1. Jakarta, Indonesia: Pusat Bahasa.

Kementerian Pendidikan Nasional. 2011. Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Badan Penelitian dan Pengembangan. Pusat Kurikulum dan Perbukuan. Jakarta.

Kusdiana D. 2015. Analisis pemanfaatan bonus demografi di Indonesia. Dalam: SS Remi. (ed). Mobilitas Penduduk dan Bonus Demografi. 2015. Bandung, Indonesia: Unpad Press. hal.124-131.

Marsono M. 2016. Morfologi Bahasa Indonesia dan Nusantara: Morfologi Tujuh Bahasa Anggota Rumpun Austronesia dalam Perbandingan. Yogyakarta, Indonesia: Gadjah Mada University Press.

Nakhorntap S. 1996. Report of the study on patterns of process in promoting teacher and school participation for prevention and solution of problems concerning child labor in Thailand. Journal of Research on Humanities Information Study. Office of the National Education.

Nettle D, Romain S. 2000. Vanishing Voices: The Extinction of the World's Languages. Oxford, Great Britain: Oxford University Press.

Rosidi A. 1999. Penerbitan buku bahasa daerah. Dalam: A Rosidi. (ed). Bahasa Nusantara Suatu Pemetaan Awal: Gambaran tentang Bahasa-bahasa Daerah di Indonesia. Pagelaran Bahasa Nusantara 1999. Program Pemetaan Bahasa-bahasa Nusantara. Jakarta, Indonesia: PT Dunia Pustaka Jaya. hal.15-26.

Wahyuni DE, Hasanah SA. 2016. Pendidikan karakter berbasis kearifanlokal pembentuk karakter bangsa. Seminar Nasional Pendidikan "Pengembangan Pendidikan Karakter Bangsa Berbasis Kearifan Lokal dalam Era MEA", 17 Februari 2016.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun