Seorang pegawai negeri di sebuah kabupaten kecil. Setiap bulan, kamu menunggu tanggal gajian seperti biasa, tapi kali ini ada kabar, dana dari pusat belum turun.Â
Bukan karena korupsi, bukan juga karena kelalaian bendahara daerah, tapi karena negara sedang berhitung ulang soal uangnya. Di meja kantor, rumor mulai beredar, "Katanya tahun depan gaji kita bakal ditanggung pusat?"
Kabar itu terdengar seperti angin segar di tengah udara penghematan. Tapi bagi Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, hal itu tak sesederhana yang dibayangkan.
Gubernur minta pusat tanggung gaji ASN akibat pemangkasan TKD, Purbaya menolak dengan alasan defisit APBN dan pentingnya disiplin fiskal nasional. - Tiyarman Gulo
Awal Cerita, Jeritan dari Ranah Minang
Gubernur Sumatra Barat, Mahyeldi Ansharullah, baru-baru ini membuat usulan yang langsung mencuri perhatian publik. Ia meminta agar pemerintah pusat menanggung gaji aparatur sipil negara (ASN) di daerah.Â
Alasannya? Karena pemerintah pusat berencana memangkas transfer ke daerah (TKD) tahun depan. Bagi Mahyeldi, usulan itu bukan sekadar curhat, tapi bentuk keputusasaan fiskal.
"Harapan kita di daerah adalah bagaimana TKD ini dikembalikan lagi. Kalau enggak mungkin gaji pegawai bisa diambil oleh pusat, karena ini kaitan dengan DAU (dana alokasi umum)," ujarnya.
Singkatnya, kalau dana yang biasanya dikirim pusat ke daerah berkurang, bagaimana daerah bisa menggaji pegawainya? Masalahnya, di banyak provinsi, TKD bukan hanya "bantuan", tapi urat nadi keuangan daerah.
TKD, Nafas Panjang Daerah yang Mulai Tercekik
Biar lebih mudah dipahami, bayangkan setiap daerah itu seperti anak kos. Pendapatan Asli Daerah (PAD), seperti pajak kendaraan, retribusi, atau hasil bumi, adalah uang jajan mereka sendiri.Â
Tapi uang itu sering kali kecil. Sedangkan TKD adalah kiriman bulanan dari "orang tua" (pemerintah pusat). Sekarang, sang orang tua bilang,Â
"Mulai bulan depan, uang kiriman dikurangi 25% ya, kamu harus belajar mandiri."