Mohon tunggu...
Tiyarman Gulo
Tiyarman Gulo Mohon Tunggu... Penulis

Menulis adalah jalan cuanku!

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Ketika Pertamina Dibilang Malas...

4 Oktober 2025   17:28 Diperbarui: 4 Oktober 2025   17:28 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu kata bisa menjadi badai. Dalam dunia politik dan ekonomi, ucapan seorang pejabat negara tidak pernah berdiri sendiri, ia punya gema, punya bobot, dan sering kali, punya konsekuensi. Begitulah yang terjadi ketika Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyebut PT Pertamina "malas" membangun kilang baru.

Kata itu sederhana, tapi di telinga publik, "malas" bukan sekadar kritik teknis. Ia terasa seperti tuduhan moral. Apalagi ditujukan pada BUMN sebesar Pertamina, simbol energi nasional yang selama puluhan tahun menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia.

Kalimat itu meluncur dalam rapat dengan DPR, dengan nada santai tapi tegas. Menurut Purbaya, Pertamina terlalu banyak alasan, terlalu lambat, terlalu enggan bergerak.

"Cuma Pertamina-nya males-malesan saja," katanya. 

Dan seketika, ruang publik pun bergetar.

Polemik ucapan Menkeu Purbaya sebut Pertamina malas bangun kilang dibalas keras Ferdinand; perdebatan ungkap kompleksitas proyek energi nasional. - Tiyarman Gulo

Pernyataan Purbaya, Kritik, Sindiran, atau Strategi Tekanan?

Bagi seorang Menteri Keuangan, mengeluarkan kritik kepada BUMN bukan hal tabu. Itu bagian dari tanggung jawab fiskal dan pengawasan negara. Tapi dalam kasus ini, pernyataan Purbaya terasa menabrak garis sensitivitas publik.

Apa benar Pertamina malas? Atau ini hanya bentuk frustrasi seorang pejabat terhadap lambannya realisasi proyek energi nasional?

Dalam rapat itu, Purbaya memaparkan fakta, Pertamina sudah berjanji membangun tujuh kilang baru sejak 2018, tapi satu pun belum selesai. Padahal, katanya, pemerintah sudah membuka pintu kerja sama dengan investor asing, termasuk dari Tiongkok. Namun, Pertamina menolak, berdalih sudah kelebihan kapasitas (overcapacity).

"Overcapacity apa?" tanya Purbaya dengan nada tak percaya. "Satu pun kilang belum jadi!"

Ia juga menyoroti dampak dari keterlambatan itu, Indonesia masih impor BBM dalam jumlah besar, menekan APBN dengan subsidi yang terus membengkak.

Data terakhir dari APBN Agustus 2025 menunjukkan subsidi BBM sudah mencapai 10,63 juta kiloliter, naik 3,5 persen dibanding tahun sebelumnya. Angka yang mencerminkan beban negara akibat ketergantungan pada impor energi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun