Pagi hari di Indonesia sering kali terasa sama, alarm berbunyi berkali-kali, mata masih berat, pikiran masih setengah sadar, tapi kewajiban sudah menunggu. Ada anak sekolah yang harus buru-buru berangkat, pekerja kantoran yang harus melawan macet, sampai pedagang kecil yang harus membuka lapak sejak subuh.
Di momen seperti itu, ada satu ritual kecil yang rasanya wajib dilakukan, ngopi. Tapi tentu saja, nggak semua orang punya waktu atau energi untuk menggiling biji kopi, menakar dengan presisi, lalu menyeduhnya dengan metode kekinian macam V60 atau French press. Solusi tercepat? Tinggal gunting, tuang bubuk, seduh air panas, aduk, dan beres. Satu sachet kopi instan siap jadi penyelamat pagi.
Bagi banyak orang, kopi sachet ini ibarat "jalan ninja" untuk melawan kantuk. Praktis, murah, gampang ditemukan di warung tetangga, dan rasa manis-pahitnya sudah familiar sejak dulu. Pertanyaannya, kenapa kopi sachet bisa begitu kuat melekat di keseharian orang Indonesia?
Kopi sachet jadi teman praktis, murah, penuh nostalgia, sekaligus identitas budaya ngopi orang Indonesia dari warung hingga meja kantor. - Tiyarman Gulo
Sejarah Kopi Sachet di Indonesia, Dari Warung ke Meja Kantor
Kopi instan sebenarnya sudah ada sejak lama. Di dunia internasional, merek besar seperti Nescaf mulai booming sejak abad ke-20. Tapi di Indonesia, cerita kopi instan punya warna berbeda.
Orang Indonesia sudah akrab dengan kopi tubruk sejak ratusan tahun lalu. Namun, sekitar tahun 1970, 1980-an, industri kopi lokal mulai menghadirkan versi instan yang lebih praktis. Dari sinilah muncul berbagai merek kopi sachet yang kini jadi legenda.
Beberapa contohnya, Bogor punya Cap Teko, Liong Bulan, hingga Cap Oplet yang setia menghuni rak warung sejak puluhan tahun lalu.
Medan dikenal dengan kopi Cap Anak Sakti, melegenda dan jadi kebanggaan warga Sumatera Utara.
Lampung punya kopi Sinar Baru Cap Bola Dunia dengan kemasan kertas klasiknya yang bikin nuansa vintage.
Bandung melahirkan Javaco Koffie, salah satu pabrik kopi tertua yang masih bertahan.
Kalau diperhatikan, kopi sachet lokal ini bukan sekadar produk. Ia menyimpan sejarah, kenangan, bahkan identitas suatu daerah.