Di tengah riuh rendahnya stadion Renzo Barbera, ada sebuah pemandangan yang tak biasa. Para pendukung Manchester City yang ikut bertandang ke Sisilia memang sudah terbiasa melihat Erling Haaland merobek jala lawan. Mereka juga hapal betul dengan sihir-sihir yang biasa diciptakan para punggawa The Citizen. Namun malam itu, pada laga persahabatan melawan Palermo, fokus mereka tercuri oleh sesosok nama baru yang bergerak di atas lapangan dengan keanggunan seorang veteran. Namanya Tijjani Reijnders.
Bagi dunia, dia mungkin rekrutan anyar seharga 55 juta euro. Tapi bagi jutaan pasang mata di Indonesia, nama itu membawa gema kebanggaan. Dan malam itu, sang pemilik nama berdarah Maluku tersebut tidak hanya bermain, ia menari. Ia tidak hanya berlari, ia mengatur tempo. Ia tidak hanya menjadi bagian dari tim, ia menjadi jantungnya.
Debutnya mungkin hanya berstatus laga pramusim, tapi pesona yang ia pancarkan terasa begitu final. Manchester City mungkin telah membeli seorang gelandang dari AC Milan, tetapi yang mereka dapatkan tampaknya adalah seorang maestro baru yang siap menulis takdirnya sendiri di panggung termegah dunia, Premier League.
Tijjani Reijnders, keturunan Indonesia, debut gemilang di Man City. Dengan 2 gol, ia jadi idola baru & dipuji 'spesial' oleh Pep Guardiola. - Tiyarman Gulo
Gemuruh di Renzo Barbera, Ketika Dua Gol Menjadi Pernyataan
Pertandingan melawan Palermo pada Minggu, 10 Agustus 2025, seharusnya menjadi ajang pemanasan rutin. Sebuah kesempatan bagi Pep Guardiola untuk menguji racikan taktiknya menjelang musim baru yang ganas. Erling Haaland membuka skor di menit ke-25, sebuah rutinitas yang sudah diprediksi. Namun, babak kedua menjadi panggung milik Tijjani Reijnders.
Menit ke-59. Di tengah kepungan pemain Palermo, Tijjani menunjukkan ketenangan luar biasa. Ia menerima operan di luar kotak penalti, mengambil satu sentuhan untuk mengontrol bola, lalu dengan sebuah gerakan halus melepaskan tembakan presisi yang meluncur deras ke sudut gawang. Tidak ada tendangan keras yang membabi buta, hanya sebuah eksekusi cerdas yang lahir dari visi dan teknik superior. Itu adalah gol pertamanya dalam balutan seragam biru langit.
Seolah belum cukup, di menit ke-82, ia kembali mengukir namanya di papan skor. Kali ini, ia memamerkan kecerdasan pergerakan tanpa bolanya. Melihat celah di pertahanan lawan, ia melakukan lari menusuk ke dalam kotak penalti, menyambut umpan silang matang dengan sebuah sontekan dingin yang tak mampu dihalau kiper. Sebuah brace (dua gol) di laga debut. Sebuah pernyataan yang lebih lantang dari kata-kata manapun.
Media lokal pun tak kuasa menahan decak kagum. Manchester Evening News, koran yang menjadi barometer opini fans City, tanpa ragu memberinya rating 8 dari 10. Angka tertinggi, setara dengan wonderkid kesayangan publik, Rico Lewis.
"Reijnders berbagi skor rating tertinggi di antara semua pemain Man City," tulis mereka.Â
"Dari semua pemain yang direkrut musim panas ini, dia tampaknya yang terbaik saat ini. Dia mampu mencegah ancaman dalam serangan, sekaligus tahu kapan harus menyerang."Â
Pujian itu menggarisbawahi kualitasnya sebagai gelandang komplet, sebuah atribut yang sangat langka dan berharga.
"Dia Pemain Spesial", Stempel Pengakuan dari Sang Jenius
Di pinggir lapangan, Pep Guardiola, sang entrenador jenius, hanya bisa tersenyum puas. Baginya, performa gemilang Tijjani bukanlah sebuah kejutan. Itu adalah sebuah konfirmasi atas apa yang sudah ia yakini sejak awal.
"Kami tahu dia pemain yang spesial," ujar Pep dengan nada tenang, seolah membicarakan fakta alam yang tak terbantahkan.Â
"Ketika masuk ke kotak penalti, dia suka melakukan itu. Orang-orang di Italia tentu sudah mengenalnya dengan sangat baik. Hari ini dia mencetak dua gol dan bermain fantastis."
Pernyataan Pep ini lebih dari sekadar pujian basa-basi. Itu adalah sebuah stempel pengakuan. Guardiola adalah seorang manajer yang terobsesi dengan kecerdasan taktikal, dan dalam diri Tijjani, ia menemukan kanvas yang sempurna. Kemampuan Tijjani untuk "tahu kapan harus menyerang" dan "masuk ke kotak penalti" adalah cerminan dari peran gelandang modern yang didambakan Pep, seorang pemain yang bisa menjadi metronom di lini tengah sekaligus menjadi ancaman mematikan di pertahanan lawan, mirip seperti peran yang pernah diemban Ilkay Gndoan dengan begitu sempurna.
Pep tidak terkejut, karena ia tahu betul apa yang ia beli. Ia tidak sekadar membeli pemain bagus, ia membeli otak sepak bola.
Jejak Sang Maestro, Harga Mahal untuk Kualitas yang Terbukti
Untuk memahami mengapa Manchester City rela merogoh kocek hingga 55 juta euro, kita perlu memutar waktu sejenak, kembali ke panggung glamor Serie A Italia. Di sana, bersama AC Milan, nama Tijjani Reijnders telah lebih dulu bersinar terang.
Ia adalah kunci, dinamo tak tergantikan di lini tengah yang mengantarkan Rossoneri merengkuh gelar juara Liga Italia Serie A musim 2024-2025. Bukan hanya trofi tim, pengakuan individu pun diraihnya saat ia dinobatkan sebagai Gelandang Terbaik Serie A. Di liga yang dikenal dengan seni bertahan dan kecerdasan taktisnya, Tijjani berhasil menjadi yang terbaik.
Maka, angka 55 juta euro itu bukanlah sebuah pertaruhan. Itu adalah investasi. City tidak berjudi pada potensi, mereka membayar harga premium untuk kualitas yang sudah teruji dan terbukti di level tertinggi. Mereka membeli seorang juara, seorang pemimpin lini tengah, dan seorang pemain yang berada di puncak permainannya.
Gema Nusantara di Panggung Premier League
Di balik semua statistik dan harga transfer yang fantastis, ada satu sisi dari Tijjani Reijnders yang membuatnya terasa begitu dekat bagi publik Indonesia. Darah Maluku yang mengalir di tubuhnya, dari sang ibu, membuatnya menjadi salah satu "putra bangsa" yang berhasil menjejakkan kaki di puncak sepak bola dunia.
Setiap kali ia mengontrol bola, setiap kali namanya disebut oleh komentator, ada rasa bangga yang menjalar di hati para penggemar sepak bola di tanah air. Ia adalah kakak dari Eliano Reijnders, yang juga meniti karier sebagai pesepakbola profesional, sebuah bukti bahwa gen sepak bola mengalir deras di keluarga mereka.
"Bermain di Premier League juga merupakan mimpi yang menjadi kenyataan," kata Tijjani dalam salah satu wawancaranya.Â
"Di liga ini, saya telah menyaksikan banyak pemain Belanda terbaik tampil selama bertahun-tahun dan menjadi inspirasi saya untuk mengikuti jejak mereka."
Kalimat itu menunjukkan ambisi besar yang diiringi kerendahan hati. Ia sadar betul warisan yang ia bawa, baik sebagai pemain Belanda maupun sebagai sosok yang memiliki akar Indonesia. Dan kini, ia siap menciptakan warisannya sendiri.
Awal dari Sebuah Era Baru
Pertandingan melawan Palermo akan dikenang bukan hanya karena kemenangan 3-0. Laga itu akan diingat sebagai hari di mana Manchester City secara resmi memperkenalkan calon pilar masa depan mereka. Dua gol Tijjani Reijnders lebih dari sekadar angka di papan skor; itu adalah sebuah salam perkenalan yang tegas, sebuah deklarasi bahwa ia datang bukan untuk menjadi pelengkap, tetapi untuk menjadi pembeda.
Kini, semua mata akan tertuju pada laga pembuka Liga Inggris melawan Wolverhampton Wanderers. Tijjani tidak akan lagi masuk ke lapangan sebagai "rekrutan baru yang menjanjikan". Berkat malam magis di Sisilia, ia akan melangkah sebagai tumpuan harapan baru, seorang maestro yang siap mengorkestrasi lini tengah The Citizen.
Dunia telah melihat sekilas kemampuannya. Pep Guardiola telah memberikan stempelnya. Kini, saatnya bagi Tijjani Reijnders untuk menunjukkan kepada Premier League dan seluruh dunia bahwa takdirnya memang tertulis di Manchester. Sebuah era baru di lini tengah City telah dimulai.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI