"Dia sebenarnya baik kok, cuma lagi stres aja."
"Kamu nggak kenal dia seperti aku kenal dia."
Apakah kamu sering mengucapkan kalimat-kalimat pembelaan ini di hadapan keluarga atau teman yang mengkritik pasanganmu? Jika kamu terus-menerus harus berjuang meyakinkan orang lain (dan dirimu sendiri) tentang kelayakan pasanganmu, kamu bukan lagi seorang kekasih, melainkan seorang juru bicara. Hubungan yang sehat tidak membutuhkan tim pembela; kualitasnya akan berbicara dengan sendirinya.
6. Merayakan Kesopanan Dasar Seolah Menang Lotre
Dia membukakan pintu untukmu, dan kamu merasa seperti ratu semalam. Dia berkata "terima kasih" setelah kamu memasak untuknya, dan kamu merasa sangat dihargai hingga ingin menangis.
Merasa bersyukur itu baik, tapi jika kamu merasa terlalu gembira atas tindakan kesopanan yang paling mendasar, itu pertanda kamu sudah terbiasa menerima yang lebih buruk. Kamu telah menurunkan ekspektasimu begitu rendah sehingga perilaku normal terasa seperti perlakuan istimewa. Ini bukan romantis, ini menyedihkan.
7. Jatuh Cinta pada "Potensi", Bukan pada Realita
Kamu tidak menjalin hubungan dengan dia yang ada di hadapanmu sekarang, dengan segala kebiasaan buruk dan ketidakdewasaannya. Kamu menjalin hubungan dengan versi "ideal" dirinya di masa depan. Kamu jatuh cinta pada potensinya, "Dia BISA menjadi pasangan yang hebat, JIKA saja dia berhenti..."
Ini adalah jebakan paling berbahaya. Kamu menginvestasikan waktu, energi, dan emosimu pada sebuah fantasi, sebuah proyek renovasi manusia yang mungkin tidak akan pernah selesai. Berhentilah menjalin hubungan dengan sebuah ide, dan mulailah melihat orang yang sebenarnya ada di depanmu hari ini.
8. Kesuksesanmu Menjadi Ancaman Baginya
Kamu mendapat promosi di tempat kerja, dan responsnya datar atau bahkan sedikit merengek karena kamu akan lebih sibuk. Kamu memulai hobi baru yang membuatmu bahagia, dan dia mengeluh itu menyita waktumu darinya.
Dalam hubungan yang sehat, pasangan adalah pemandu sorak nomor satu. Mereka merayakan kemenanganmu seolah-olah itu adalah kemenangan mereka juga. Jika pertumbuhan pribadimu, baik secara karir, mental, atau sosial, justru menjadi sumber konflik, itu karena dia merasa terancam. Dia lebih suka kamu tetap kecil agar dia tidak merasa minder.
9. Kamu Adalah Sumur Emosi yang Tak Pernah Diisi Ulang
Kamu adalah tempatnya berkeluh kesah, sumber dukungannya saat dia terpuruk, dan penasihatnya saat dia bingung. Tapi saat giliranmu yang membutuhkan sandaran, dia tiba-tiba sibuk, lelah, atau tidak tahu harus berkata apa.
Hubungan adalah tentang timbal balik emosional. Jika kamu terus-menerus menjadi pemberi, memberi dukungan, pengertian, dan validasi, tanpa pernah menerimanya kembali, kamu bukan berada dalam hubungan. Kamu adalah mesin penjual otomatis emosional. Dan mesin pun bisa rusak jika terus digunakan tanpa pernah dirawat.
Berhenti Memberi Diskon pada Harga Dirimu
Mengenali tanda-tanda ini mungkin menyakitkan. Rasanya seperti mengakui sebuah kegagalan. Tapi percayalah, ini adalah langkah pertama yang paling berani dan paling penting. Bertahan dalam dinamika yang tidak sehat tidak hanya merugikanmu, tetapi juga menghalangimu untuk menemukan pasangan yang benar-benar bisa membangun dan bertumbuh bersamamu.