Mohon tunggu...
Tiyarman Gulo
Tiyarman Gulo Mohon Tunggu... Penulis

Menulis adalah jalan cuanku!

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Perang Tabungan Dimulai: Saat Bank Berebut Isi Rekeningmu, Inilah yang Sebenarnya Terjadi!

26 Juni 2025   13:00 Diperbarui: 25 Juni 2025   13:56 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jurus Ampuh Bank-Bank Saat Simpanan Nasabah Seret Bisnis.com 

Pernahkah kamu memperhatikan? Belakangan ini, notifikasi dari bank di ponselmu terasa lebih agresif. Ada tawaran cashback untuk pembukaan rekening, undian berhadiah mobil, hingga bunga simpanan yang sedikit lebih manis dari biasanya.

Di permukaan, ini tampak seperti layanan pelanggan yang baik. Tapi jika kita mengintip ke balik layar, kita akan melihat sebuah drama yang sedang memanas. Sebuah "perang" besar sedang terjadi di antara raksasa-raksasa perbankan. Medan perangnya? Saldo di rekening tabunganmu.

Data terbaru dari Bank Indonesia (BI) dan pernyataan para bankir papan atas telah membunyikan genderang perang ini. Pertumbuhan dana masyarakat yang disimpan di bank (dikenal sebagai Dana Pihak Ketiga atau DPK) sedang melambat. Hingga Mei 2025, pertumbuhannya hanya 3,9%, lebih lesu dari bulan-bulan sebelumnya.

Dalam bahasa sederhana, "kue" tabungan nasional tidak lagi membesar secepat dulu. Dan ketika kue menjadi terbatas, semua orang akan berebut untuk mendapatkan potongan terbesar. Inilah kisah tentang bagaimana bank-bank mengatur siasat dalam perang memperebutkan dana murah, dan apa artinya ini bagi kita semua.

Perang tabungan memanas saat pertumbuhan dana melambat. Bank-bank pun berebut DPK nasabah dengan berbagai strategi inovatif untuk menjaga likuiditas. - Tiyarman Gulo

Tiga Jurus Utama dalam Medan Perang Likuiditas

Ketika dana semakin sulit didapat, para "jenderal" bank mulai mengeluarkan jurus-jurus andalan mereka. Dari data yang ada, kita bisa melihat tiga strategi utama yang sedang dimainkan.

Jurus 1: "Serangan Total" ala Bank Konvensional

Bank Oke Indonesia (DNAR) mewakili pendekatan klasik ini. Mereka tidak mau kehilangan satu jengkal pun wilayah. Strateginya adalah "serangan total" dari segala penjuru.

  • Senjata Harga. Menawarkan suku bunga simpanan yang lebih kompetitif secara selektif untuk memikat nasabah.

  • Benteng Digital. Memperkuat aplikasi mobile dan internet banking agar membuka rekening dan bertransaksi semudah menggeser jari.

  • Gempuran Pemasaran. Menggelar program loyalitas, cashback, undian berhadiah, hingga bundling produk.

Ini adalah strategi yang logis, buat produkmu semenarik mungkin, semudah mungkin diakses, dan seberisik mungkin promosinya. Tujuannya jelas, yakni mengejar pertumbuhan DPK 6%-8% dengan fokus utama pada dana murah (CASA) untuk menekan biaya.

Jurus 2: "Gerilya di Niche Market" ala Bank Syariah

Di sisi lain, Bank Syariah Indonesia (BSI) memilih jalur yang berbeda. Mereka sadar tidak bisa menang jika harus "perang harga" secara langsung dengan semua bank. Jadi, mereka melakukan "perang gerilya" dengan membidik segmen pasar yang sangat spesifik.

Direktur Sales & Distribution BSI, Anton Sukarna, menegaskan bahwa keunikan mereka adalah nilai-nilai syariah. "Ini menjadi diferensiasi kami," ujarnya. BSI tidak hanya menjual produk, tetapi juga identitas. Mereka menyasar nasabah yang loyal karena kesamaan nilai, yang cenderung lebih stabil dan tidak mudah pindah hanya karena selisih bunga 0,1%.

Strategi mereka diperkuat dengan acara seperti BSI International Expo, di mana mereka tidak hanya berjualan, tapi membangun komunitas dan mengakuisisi nasabah baru secara massal di satu lokasi. Ini adalah cara cerdas untuk memperkuat basis dana ritel yang berbiaya rendah.

Jurus 3: "Pertahanan Benteng" ala Bank Jakarta

Lalu ada Bank Jakarta (sebelumnya Bank DKI) yang mengambil posisi lebih defensif. Direktur Utama mereka, Agus H Widodo, mengakui dengan jujur, "Tantangan dana murah itu semakin berat, persaingannya ketat."

Alih-alih jor-joran menyerang, fokus mereka bergeser ke dalam menjaga likuiditas dan kualitas aset. Ini adalah sinyal yang sangat penting. Bank Jakarta sadar bahwa di tengah situasi ekonomi yang menantang, menyalurkan kredit secara agresif bisa menjadi bumerang. Risiko kredit macet (NPL) meningkat.

"Fokus kami sekarang itu menjaga likuiditas... jangan sampai kualitas aset merosot," kata Agus. Mereka bahkan sampai pada titik di mana penyaluran kredit mulai sedikit "direm". Prioritasnya bukan lagi tumbuh secepat-cepatnya, tapi bertahan sekuat-kuatnya.

Lalu, Apa Artinya Perang Ini Bagi Kantong Kita?

Drama di kalangan para bankir ini mungkin terdengar jauh dari kehidupan kita. Tapi dampaknya terasa langsung, baik positif maupun negatif.

Sisi Terang (Keuntungan Jangka Pendek)

Sebagai nasabah, kitalah yang sedang diperebutkan. Ini berarti kita berada di posisi yang diuntungkan. Bank-bank akan berlomba-lomba memberikan penawaran terbaik. Inilah saatnya untuk menjadi nasabah yang cerdas, bandingkan promo, manfaatkan cashback, dan jangan ragu untuk memindahkan danamu jika ada penawaran yang lebih baik.

Sisi Gelap (Risiko Jangka Panjang)

Sinyal "rem kredit" dari Bank Jakarta adalah pertanda yang harus kita waspadai. Jika semakin banyak bank yang mengambil sikap defensif karena sulit mendapatkan dana murah, maka,

  • Akses Kredit Makin Sulit. Mengajukan KPR, kredit mobil, atau pinjaman modal usaha bisa menjadi lebih sulit dan prosesnya lebih ketat.

  • Bunga Pinjaman Bisa Naik. Untuk menutupi biaya dana yang mahal, bank mungkin akan menaikkan suku bunga kreditnya.

  • Roda Ekonomi Melambat. Kredit adalah oli bagi mesin ekonomi. Jika aliran kredit tersendat, ekspansi bisnis akan terhambat, daya beli bisa semakin menurun, dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan bisa terancam.

Sebuah Cermin Kondisi Ekonomi

Pada akhirnya, perang tabungan ini adalah cermin dari kondisi ekonomi yang lebih besar. Perlambatan pertumbuhan DPK, terutama dana perorangan yang bahkan sempat terkontraksi, menunjukkan bahwa kemampuan masyarakat untuk menabung sedang berada di bawah tekanan.

Jadi, lain kali kamu melihat iklan promo tabungan yang menggiurkan, ingatlah cerita di baliknya. Itu bukan sekadar program pemasaran biasa. Itu adalah manuver dalam sebuah perang besar untuk menjaga denyut nadi perbankan dan, pada gilirannya, denyut nadi ekonomi kita semua. Sebagai nasabah, kita bisa mengambil keuntungan dari perang ini, namun kita juga harus sadar akan risiko yang mengintai di baliknya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun