Healthy - Empat bulan telah berlalu sejak program Makan Bergizi Gratis (MBG) digulirkan sebagai salah satu program unggulan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Gagasan mulia ini bertujuan untuk mengentaskan masalah gizi anak-anak Indonesia, meningkatkan konsentrasi belajar, dan mengurangi ketimpangan sosial melalui pemberian makanan bergizi yang layak di sekolah. Namun, belakangan ini, muncul serangkaian kasus keracunan massal yang justru menodai niat baik tersebut. Salah satu kasus paling disorot terjadi di SMP Negeri 35 Bandung, Jawa Barat, di mana 342 siswa dan dua guru dilaporkan mengalami keracunan usai menyantap menu MBG pada 29 April 2025.
Kasus keracunan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) soroti pentingnya standar keamanan pangan demi kesehatan siswa di seluruh Indonesia. - Tiyarman Gulo
Ketika Niat Mulia Berujung Petaka
Program MBG sejatinya dilaksanakan dengan harapan besar. Dalam beberapa bulan awal, berbagai sekolah mulai melaporkan dampak positif seperti meningkatnya kehadiran siswa, anak-anak tampak lebih ceria, dan proses belajar mengajar menjadi lebih kondusif. Anak-anak dari keluarga kurang mampu pun mengaku merasa sangat terbantu, karena mereka tidak lagi harus sekolah dalam keadaan lapar. Banyak guru dan wali murid memuji program ini sebagai bentuk kehadiran negara dalam urusan perut rakyat kecil.
Namun, harapan itu mulai tercoreng dengan munculnya berita keracunan di beberapa wilayah. Tak hanya di Bandung, kasus serupa juga ditemukan di Tasikmalaya dan Cianjur. Gejalanya hampir sama, mual, muntah, diare, dan pusing setelah menyantap makanan MBG. Menu yang disajikan di SMP Negeri 35 Bandung dilaporkan terdiri dari sayur, ikan kakap, tempe barbeque, makaroni, dan buah melon. Namun, beberapa siswa menyebut bahwa makanan tersebut berbau tidak sedap dan disajikan dalam wadah yang tampak kurang bersih.
Di Mana Letak Kesalahannya?
Laporan dari Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) menyebutkan bahwa salah satu penyebab utama adalah belum optimalnya penerapan standar keamanan pangan seperti Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP). Dalam proses penyediaan makanan massal seperti ini, standar HACCP seharusnya menjadi acuan utama untuk menjamin keamanan setiap makanan yang dikonsumsi siswa.
Faktor lain yang perlu dicermati adalah,
Kualitas Bahan Baku, Apakah bahan-bahan makanan diperoleh dari sumber terpercaya dan diperiksa kesegarannya? Makanan yang basi atau disimpan terlalu lama bisa menjadi penyebab keracunan.
Pengolahan dan Distribusi, Apakah makanan disiapkan dengan suhu yang tepat dan didistribusikan dalam waktu yang aman? Penurunan suhu makanan yang terlalu lama dapat memicu pertumbuhan bakteri.
Kebersihan Wadah dan Peralatan, Wadah makanan dan peralatan dapur harus steril. Jika tidak, kontaminasi silang sangat mungkin terjadi.
Pelatihan dan Pengawasan, Para petugas dapur, penyedia katering, dan pihak pengawas di sekolah perlu dilatih untuk memahami pentingnya keamanan pangan.
Reaksi Pemerintah dan Evaluasi Awal
Menanggapi insiden ini, Badan Gizi Nasional (BGN) langsung melakukan investigasi menyeluruh. Mereka menerjunkan tim gabungan dan mengirimkan sampel makanan ke laboratorium. Hasil analisis laboratorium dijadwalkan keluar dalam 10 hari, dan selama waktu tersebut, program MBG dihentikan sementara di lokasi-lokasi terdampak untuk menghindari risiko lanjutan.
BGN juga menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor. Program MBG tidak bisa hanya ditangani oleh Kementerian Pendidikan semata, tapi harus melibatkan Kementerian Kesehatan, ahli gizi, dinas ketahanan pangan, dan tentu saja pemerintah daerah. Harus ada sistem kontrol mutu yang ketat dari hulu ke hilir.