Dan masih teramat banyak cerita-cerita tentang individu-individu yang melakukan penghematan, di sana-sini. Â Bahkan sejak taman kanak-kanak, anak-anak diperkenalkan dengan pameo, rajin pangkal pandai, hemat pangkal kaya. Â Cita-cita nyaris semua umat manusia, menjadi pandai dan kaya.
Berangkat dari hal di atas, bagaimana perilaku pemerintah dalam hal meningkatkan perekonomian nasional.
Hari Libur Diperbanyak
Pada hari Senin (9/3), pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), mengatakan alasan pemerintah menambah hari libur dengan mekanisme menambah cuti bersama tahun 2020, adalah untuk meningkatkan perekonomian nasional, di samping ingin masyarakat lebih mengenal Indonesia.
Bahkan Meteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan penambahan hari libur tahun ini akan berpengaruh pada peningkatan ekonomi. Â Menurutnya kondisi tersebut berkaca dengan keadaan ekonomi tahun 2018 yang lebih baik dari tahun 2019, karena memiliki hari libur yang lebih lama satu hari. Â
Mungkin baru kali ini negara memiliki Menteri Tenaga Kerja yang lebih suka rakyatnya berlibur daripada bekerja. Â Dengan imbuhan setelah berlibur, karyawan akan lebih produktif. Â Entah kata siapa, karena yang sudah-sudah banyak karyawan yang justru menyumpahi dan memaki-maki hari Senin, "I hate Monday...". Â Setelah libur kemarin harinya.
      Belum puas dengan wacana liburan bisa menambah produktifitas, kalangan pemerintah juga beranggapan, dengan banyaknya hari libur, maka pengusaha yang berusaha di bisnis kuliner, dan industri kreatif lainnya akan terkena dampak dari banyaknya wisatawan domestik, dan inilah salah satu yang menjadi tolok ukur dan faktor penambah peningkatan perekonomian nasional tersbut.  Benar-benar sebuah alasan yang sangat sederhana, dan mengasumsikan pertumbuhan ekonomi negeri ini tak lebih dari pertumbuhan dari sektor usaha warung. Â
Memangnya kita mau membuat negeri kelas warung? Â Industri kreatif lainnya, juga dapat dipastikan tak jauh dari penunjang pariwisata, serta para youtuber dan sejenisnya yang berkeliling kian kemari, keliling kota, kampung, warung makan dan sejenisnya. Â Kemudian dilanjutkan dengan membuat konten dan diunggah ke media-media online. Â
Lalu siang malam dengan mata berkedip-kedip menunggu jumlah penonton, atau follower mencapai titik tertentu. Â Rakyat seantero negeri pun disuguhi tontonan yang isinya tak lebih dari orang lagi makan, orang jalan-jalan ke tempat populer dan menggunakan kuota internet yang tak murah harganya. Â Lalu tabungan nasional pun berkurang, karena telanjur tersedot ke sektor konsumtif. Â Itulah arti penting pertumbuhan ekonomi nasional.
Jadi, ajaran nenek moyang yang mengajari anak cucunya menabung di tabungan tradisional, baik berupa celengan berbentuk hewan celeng, ayam, kucing, bahkan sekedar yang terbuat dari pohon bambu yang dilubangi, dipatahkan dengan ajaran untuk membuang-buang uang untuk berlibur. Â Jika hari liburnya kurang, maka pemerintah akan menyediakannya. Â Dana untuk liburan, pakai uang tabungan, atau jangan menabung. Â
Duh Gusti, mengapa pula Menteri Penggerak Ekonomi Kreatif tidak menghimbau, agar setiap hari libur rakyat negeri ini beramai-ramai membuat kerajinan tangan dari daerah masing-masing, yang untuk kemudian didistribusikan antar daerah. Â