Mohon tunggu...
Tito Adam
Tito Adam Mohon Tunggu... Jurnalis - Social Media Specialist | Penulis | Fotografer | Editor Video | Copy Writer | Content Writer | Former Journalist

Senang untuk belajar dan belajar untuk senang | Instagram @titoadamp | Email titoadamp@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kita yang Dipaksa Mengenal Bentuk Cinta Lain di Tengah Pandemi

13 Februari 2021   16:49 Diperbarui: 13 Februari 2021   23:23 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber foto: nrf

Bulan ini seharusnya merupakan bulan penuh cinta. Biasanya kita bertemu yang terkasih, makan bareng, nonton bareng, bagi bunga, kasih coklat atau beri kado yang lain.

Kini kita dipaksa oleh situasi dan kondisi yang membuat kita harus melakukan sesuatu yang tidak biasa dilakukan. Jaga jarak, tidak lagi kumpul bertemu, pakai masker bahkan harus sering cuci tangan kalau mau pegang atau setelah pegang sesuatu.

Seakan budaya ratusan tahun itu hilang sekejap seperti terkena jentikan tangan Thanos. Separuh populasi hilang, kita dipaksa harus move on. Kita dipaksa bisa menemukan cara agar kita tetap terus hidup dengan situasi dan kondisi yang baru.

Ya meskipun pandemi ini tidak membuat separuh populasi hilang, tapi rasa sedih itu, rasa kehilangan itu masih sama.

Ini bukan lagi sekedar sekedar tulisan cinta atau drama yang bisa kita imajinasikan. Kali ini, kita kenal cerita cinta yang berbeda, bahkan kita bisa merasakan sedihnya meskipun tidak ikut mengalami patah hati. Kita seakan dipaksa untuk melihat sesuatu lebih baik dari jauh, karena ketika melihat dari dekat kamu tidak akan "melihat" apa yang sesungguhnya terjadi.

Setahun, hampir setahun, kita sudah melewati momen ini bersama dengan tidak bersama. Ada jarak diantara kita. 

Entah kenapa kehilangan saudara, teman, orang tua, sahabat di momen saat ini lebih menyakitkan daripada sebelumnya. Saya sendiri sudah kehilangan saudara dan orang yang saya anggap seperti saudara saya sendiri.

Tentu rasanya lebih menyakitkan karena kita tidak bisa melihat wajahnya untuk yang terakhir kalinya. Padahal, kita terbiasa mengenal frasa "one moment for the last".

Bahkan, setiap hari ada saja cerita dari teman yang kehilangan anggota keluarga. Meskipun kita tidak satu KK atau satu garis darah yang sama, tetap saja rasa sedih itu ikut masuk ke dalam hati dan pikiran.

Benar kan? Kita seakan dipaksa mengenal bentuk cinta yang lain dan kita harus menerimanya mau tidak mau. Tidak bisa menghindar, tidak bisa mengulangi lagi jika ada yang salah.

Tidak untuk kita saja, seluruh masyarakat dunia juga alaminya, dipaksa kenal dan belajar bentuk cinta yang lain. Seperti yang tadi saya bilang, rasanya seperti alami jentikan tangan Thanos.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun