Menurut UU No. 32 Tahun 2004, perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintah daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan dan bertanggung jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi dengan mempertimbangkan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah serta besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
Perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintah daerah merupakan subsistem keuangan negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara pemerintah dan pemerintah daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi didanai oleh APBD. Penyelenggaraan urusan pemerintah yang dilaksanakan oleh gubernur dalam rangka tugas pembantuan oleh APBN.
Dalam UU No. 33 Tahun 2004 disebutkan bahwa Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan  desentralisasi. Dana perimbangan disebut juga transfer yang dilakukan oleh pemerintah pusat guna mendukung pendanaan program otonomi.
Dana perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH) yang bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Ketiga jenis dana tersebut bersama dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber dana daerah yang digunakan untuk menyelenggarakan pemerintahan di tingkat daerah.
Selain itu, ada yang dinamakan pendapatan daerah. Pendapatan daerah adalah semua penerimaan kas yang menjadi hak daerah dan diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah. (Yuwono 2005 : 107 dalam Julitawati 2012). Salah satu bentuk pendapatan daerah adalah PAD.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan tulang punggung pembiayaan daerah. Karena itu, kemampuan sutu daerah menggali PAD akan mempengaruhi  perkembangan dan pembangunan daerah tersebut. Di samping itu semakin besar kontribusi PAD terhadap APBD, maka akan semakin kecil pula ketergantungan terhadap bantuan pemerintah pusat. Sumber keuangan yang berasal dari PAD lebih penting dibanding dengan sumber yang berasal dari luar PAD. Hal ini karena PAD dapat dipergunakan sesuai dengan kehendak dan inisiatif pemerintah daerah dalam kelancaran penyelenggaraan urusan daerahnya.Â
Peningkatan dana perimbangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, belum diimbangi dengan perbaikan kesejahteraan daerah sehingga terjadi ketimpangan antara meningkatnya dana perimbangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah dengan kesejahteraan daerah.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, sejauh ini realisasi penggunaan dana desa untuk proyek padat karya terkait infrastruktur desa dinilai masih lambat. Lambatnya realisasi dana desa terindikasi dari ketimpangan ekonomi di desa yang tercatat naik dari 0,320 tahun 2017 menjadi 0,324 pada Maret tahun 2018.
Menurut survei Internasional NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Indeks Ketimpangan Sosial Indonesia pada 2018 berada pada skor 6. Angka ini meningkat sebesar 0,4 dibandingkan survei serupa pada 2017. Indeks Ketimpangan Sosial adalah indeks yang mengukur persepsi publik berapa jumlah ranah yang timpang. Makin besar skornya, berarti makin timpang.
Pada tahun 2018, Skor Indeks Ketimpangan Sosial yang dirilis INFID berbeda dengan versi BPS. INFID menyebut ketimpangan yang dirasakan warga meningkat, sedangkan BPS menyebut indikator kesenjangan (rasio gini) pada Maret 2018 menurun dibanding tahun sebelumnya. Gini ratio adalah indeks yang mengukur derajat ketidakmerataan distribusi penduduk yang dihitung dengan skala 0 sampai 1. Bila angka gini ratio mendekati 1 berarti ekonomi semakin timpang, bila mendekati 0 maka ekonomi semakin merata.
Solusi yang bisa dicapai salah satunya dengan pemanfaatan optimal dari adanya otonomi daerah yang telah ada pasca Orde Baru yaitu UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah yang telah memberikan kewenangan atau otonomi bagi pemerintah daerah untuk secara luas dan bertanggung jawab membangun daerahnya dengan kemampuan fiskal masing-masing.