Mohon tunggu...
Tirta Nugraha
Tirta Nugraha Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Siliwangi

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengindentifikasi Modal Sosial dan Modal Budaya yang Menentukan Keberhasilan dan Kegagalan Pendidikan

15 Oktober 2025   17:50 Diperbarui: 15 Oktober 2025   17:48 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan ini menurut pandangan saya, sering di anggap sebagai kunci yang paling utama kemajuan satu bangsa. Faktanya kualitas pendidikan bukan sekedar kurikulum, guru, atau fasilitas belajar, tetapi juga harus dari modal sosial dan modal budaya. Dua konsep ini menurut saya, sangat berperan penting dalam menentukan apakah proses pendidikan ini berjalan berhasil atau malah gagal.

Modal Sosial ini menurut saya bisa di jadikan sumber daya yang muncul dari jaringan sosial, kepercayaan, sampai norma yang bisa membuat setiap individu saling bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama. Dalam ranah pendidikan, modal sosial juga menurut saya bisa hadir untuk membentuk suatu dukungan komunitas, hubungan antara guru dan siswa, kemudian partisipasi orang tua siswa sampai solidaritas antara warga dengan sekolah.

Sekolah-sekolah yang memiliki modal sosial yang tinggi kalo dari pandangan saya, ini kebanyakan menampilkan hubungan yang harmonis dan produktif. Contohnnya adalah keterlibatan aktif orang tua di kegiatan sekolah yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Banyak daerah di Indoneisia, keberhasilan sekolah swasta berbasis komunitas bukan sekedar fasilitas yang baik, tapi juga adanya rasa saling percaya antara sekolah, orang tua sampai masyarakat sekitar. Kepercayaan ini juga menurut saya melahirkan kolaborasi dan rasa tanggung jawab ke pendidikan anak.

Sementara itu modal budaya menurut pandangan saya, lebih ke pengetahuan, keterampilan, nilai sampai kebiasaan yang di wariskan dari keluarga atau komunitas yang punya pengaruh ke prestasi pendidikan. Bentuk dari modal budaya juga bisa kita lihat dari apa yang tertanam pada diri (gaya bicara sampai sikap belajar), kemudian ada objektif (buku, karya seni sampai alat musik) dan intitusi (Ijazah dan gelar).

Saya juga berpandangan bahwasannya, modal budaya ini sering kali jadi faktor pembeda untuk menentukan siapa yang sukses dalam pendidikan. Seorang anak dari keluarga yang sudah terbiasa berdiskusi, membaca buku sampai menonton tayangan edukasi misalnya, anak ini bakal punya kemampuan literasi yang lebih baik jika di bandingkan dengan seorang anak yang tumbuh di kawasan lingkungan yang literasi rendah. Pun sama hal nya dengan siswa yang dapat dukungan budaya belajar di rumah, contoh, ketika ada satu ruang untuk belajar, dorongan untuk bertanya sampai penghargaan ke prestasi akademis lebih memungkin kan nya berhasil di sekolah. Tapi bisa juga loh, modal budaya ini menjadi sumber-sumber ketimpangan, ya bisa. Karena setelah saya amati, ketika sistem pendidikan terlalu memihak ke gaya belajar dan norma budaya kelas menengah ke atas, siswa yang dari keluarga kelas pekerja kebanyakan tertinggal. Contohnya saja dalam menggunakan bahasa Indoneisia baku di sekolah ini bisa jadi salah satu kendala untuk anak-anak dari daerah yang sudah terbiasa menggunakan bahasa daerah. Akibatnya, mereka di anggap kurang cerdas, padahal nya yang menjadi hambatan itu bersifat kultural dan bukan intelektual. Nah dari sinilah kita semua bisa melihat, bahwasannya pendidikan bisa saja gagal karena tidak sensitive terhadap keragaman budaya di Indoneisia.

  Modal sosial dan modal budaya bukanlah entitas yang berdiri sendiri. Modal tersebut saling berkaitan erat dan membentuk ekosistem pendidikan yang sehat. Sekolah yang memiliki jaringan kuat juga biasanya memiliki kemampuan untuk menanamkan nilai-nilai budaya yang positif pada siswa-siswanya. Sebaliknya, keluarga yang memiliki modal budaya tinggi cenderung aktif membangun jejaring sosial pendidikan, contohnya seperti forum orang tua, kelompok belajar, atau pun organisasi di masyarakat.

Contoh yang konkret dapat ditemukan di beberapa sekolah berbasis pesantren atau komunitas adat di Indonesia. Modal sosial yang merupakan ikatan keagamaan dan solidaritas komunitas berpadu dengan modal budaya, seperti nilai-nilai disiplin, penghormatan kepada guru (ta'dzim), dan semangat menuntut ilmu. Di sisi lain, kegagalan pendidikan sering terjadi di lingkungan karena kedua modal ini rapuh seperti di kawasan urban yang individualistic atau pun daerah miskin yang terisolasi secara sosial maupun budaya.

Untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional, pendekatan yang menekankan pembangunan modal sosial dan budaya harus menjadi prioritas. Pemerintah dan lembaga pendidik perlu memperkuat partisipasi masyrakatan melalui forum sekolah, pelatihan orang tua sampai kolaborasi dengan tokoh lokal. Guru juga perlu didorong untuk menjadi fasilitator sosial yang mampu menjembatani dunia sekolah dengan realitas masyarakat. 

Pendidikan juga harus lebih inklusif terhadap keragaman budaya, kurikulum yang menghargai bahasa daerah, tradisi lokal, sampai nilai-nilai kearifan lokal. Sekolah tidak hanya berfungsi mentransfer pengetahuan, tetapi juga menumbuhkan identitas budaya dan solidaritas sosial diantara peserta didik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun