Mohon tunggu...
Tinta Digital
Tinta Digital Mohon Tunggu... Administrasi - Akun ini saat ini bersifat pribadi dan dimiliki oleh satu orang

Tinta Digital adalah karya asli Kelas Cyber Journalism Mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2015 FISIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin . Semoga menjadi inspirasi buat pembaca

Selanjutnya

Tutup

Trip

Kelenteng Soetji Nurani, Saksi Sejarah Etnis Tionghoa di Banjarmasin

8 Januari 2019   05:55 Diperbarui: 8 Januari 2019   06:02 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Travel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Kota Banjarmasin, kota yang dijuluki sebagai "Kota Seribu Sungai" adalah salah satu kota di Indonesia yang memiliki masyarakat dengan latar belakang budaya dan keyakinan yang beragam. Dan sebagai kota yang memiliki berbagai macam budaya, di Banjarmasin sendiri dapat dijumpai berbagai macam bangunan-bangunan zaman dulu yang masih terawatt hingga kini. Mulai dari rumah, museum, dan tempat-tempat ibadah seperti masjid, gereja, pura, hingga kelenteng.

Berbicara soal kelenteng, di kota Banjarmasin terdapat kelenteng yang sudah berdiri selama lebih dari 1 abad lamanya dan kelenteng ini masih terjaga keindahannya. Kelenteng tersebut adalah kelenteng Sen Sen Kung atau Soetji Nurani yang berdiri di tepian sungai Martapura. Kelenteng Soetji Nurani dibangun pada tahun 1898 di jalan Veteran atau yang dikenal dengan nama jalan Pecinaan.

Di kelenteng Soetji Nurani terdapat berbagai barang-barang kuno yang masih terjaga dari awal dibangunnya klenteng seperti patung, guci, tempat sembahyang dan cawan-cawan yang terbuat dari kuningan yang langsung dibawa dari Negara Tiongkok. Tak hanya barang-barang khas etnis Tionghoa, terdapat juga lonceng yang biasa ditemukan di gereja serta bedug yang biasa digunakan oleh umat islam untuk menandakan waktu sholat.

Selain memiliki kelenteng, jalan pecinan juga memiliki sesuatu yang khas yaitu sebagai pusat jual beli aneka satwa liar mulai dari ular, biawak, kura-kura serta berbagai hewan langka lainnya. Selain hewan-hewan di pecinan juga terdapat penjual minyak bulus atau minyak bidawang yang digunakan untuk perawatan kecantikan wanita Banjar zaman dulu.

Penulis: M. Rais Safitri

Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun