Saya agak risih menulis soal mobil sebab saya sendiri tak punya mobil. Boro-boro mobil, sepeda motor saja saya tak punya. Hehehe...
Nada tulisan ini nada protes bagi yang punya mobil, tapi tidak semua yang punya mobil saya protes, protes ini saya tujukan bagi pemilik mobil tapi tak punya garasi di rumahnya. Protes saya ini bukan karena merasa iri lantaran saya tak punya mobil tapi lebih pada mengharapkan rasa saling pengertian sesama warga.
Sudah bukan pemandangan baru bagi saya dan juga warga ibukota yang lain, -mungkin juga di kota-kota lain, kalau setiap malam di jalan-jalan di pemukiman terpakir mobil pada bagian jalan di depan rumah pemilik mobil. Akibatnya jalan-jalan menjadi sempit. Bagi para pemilik mobil, sempitnya jalan tersebut mungkin tak jadi soal karena biasanya mereka tak keluar rumah lagi saat mobil mereka diparkirkan. Mereka bisa menyuruh pembantu bila mereka memerlukan sesuatu di luar rumah. Tetapi bagi yang tak punya mobil, jalan yang telah sempit oleh mobil-mobil yang diparkir menjadi masalah. Kami kurang leluasa menggunakan jalan.
Apalagi bagi orang seperti saya yang sering jalan kaki lantaran tak punya alat transportasi sendiri. Saya harus berhenti dan menepi dulu menunggu mobil atau motor yang mau melewati saya, baik yang datang dari belakang maupun dari depan saya, bila sampai di bagian jalan dimana mobil diparkir. Saya terpaksa mengalah kalau tak mau ada masalah. Padahal kalau jalanan lapang saya bisa berjalan dengan asyik sambil melamun atau bersenandung. Iya kan?
Harapan saya tulisan ini dibaca juga oleh para pemilik mobil tapi tak punya garasi di rumahnya yang setiap malam memarkirkan mobilnya di jalan di depan rumahnya, di mana saja mereka tinggal. Syukur-syukur banyak pembaca yang tinggal di daerah saya tinggal. Semoga setelah membaca tulisan ini mereka menjadi sadar bahwa memarkirkan mobil di jalan umum pada malam hari amatlah mengganggu para pengguna jalan.
Punya mobil ya harus punya garasi.
Jakarta, 13 Oktober 2010