Mohon tunggu...
Tilarso -
Tilarso - Mohon Tunggu... karyawan swasta -

[saya suka puisi tapi kurang bisa berpuisi | saya gemar membaca cerpen tapi amat sukar menulis cerpen | apalagi menulis cerita panjang yang saya membacanya jarang]

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Ketika Darsem Harus Memakan Simalakama

8 Maret 2011   23:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:57 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12996254051245029498

[caption id="attachment_95092" align="alignleft" width="300" caption="Koin Peduli Darsem (www.inilah.com)"][/caption]

Menjadi TKW ke negeri orang bisa jadi sebuah pilihan yang didasari keterpaksaan. Setelah apa yang diharap di negeri sendiri tidak memenuhi harapan. Di negeri dengan tanah amat subur, namun untuk menemukan sesuap nasi, banyak rakyat yang kesulitan. Jarang sekali asap mengepul dari dalam dapur. Bukan karena sudah menggunakan gas, tapi memang tak punya beras untuk ditanak. Bukan karena tak tersedia beras di warung-warung, namun memang tak ada uang untuk membelinya. Dan demi melihat keberhasilan banyak TKW, mereka pun mengikuti langkah para TKW yang telah berhasil.

TKW yang meraih kesuksesan tak terhitung jumlahnya. Mereka rutin mengirimkan uang untuk keluarga di tanah air, membuat taraf kehidupan keluarga yang ditinggal meningkat lebih baik. Rumah menjadi bangunan permanen, lengkap dengan perabotannya. Namun tak terbilang pula yang gagal, bahkan tak sedikit merasakan kekejaman dari majikan. Tidak mendapatkan gaji yang menjadi haknya, hingga harus tinggal beramai-ramai di kolong jembatan di negara dimana mereka ditempatkan. Mereka terkatung-katung menunggu pemulangan entah sampai kapan.

Kekejaman yang dialami oleh para TKW pun bermacam-macam jenis. Penganiayaan fisik dan mental. Dipukul benda tumpul, ditikam benda tajam, diguyang air yang baru dijerang, dipentokkan ke tembok, dan entah apalagi hingga tak jarang yang pulang ke tanah air tinggal jasad. Korban pemerkosaan pun tak bisa dihindari. Banyak anak tak berbapak tak mampu ditolak. Pada kasus pemerkosaan hingga melahirkan anak tak berbapak, korban dihadapkan pada dilema. Melapor bisa dihukum rajam karena tak punya saksi, tak melapor menjadi aib yang tak mungkin ditutupi.

Adalah Darsem, seorang TKW dari Subang, Jawa Barat yang ditempatkan di Arab Saudi, mencoba mempertahankan kehormatannya dari nafsu setan majikannya yang berkewarganegaraan Yaman. Dalam perjuangannya mempertahankan harga diri, sang majikanpun terbunuh di ujung pembela diri. Akibatnya ia divonis hukuman pancung oleh pengadilan di Riyadh pada 6 Mei 2009, namun setelah berkat bantuan Lajnah Islah* dan pejabat Gubernur Riyadh,  hukuman Darsem diperingan menjadi bentuk diyat atau tebusan atas permintaan ahli waris keluarga majikannya. Denda sebesar 2 juta Riyal atau Rp 4,7 milliar. Bila benar terjadi demikian, apa yang dialami Darsem adalah sebuah mimpi buruk. Mimpi ingin mendulang uang di negeri seberang, malah harus kehilangan sejumlah uang yang ia sendiri belum pernah melihat berapa banyaknya. Bermimpi  meraih kesejahteraan , tapi malah kesengsaraan yang didapat. Menghindari mulut buaya, malah diterkam macan.

Buaya itu negeri ia sendiri. Sebuah negeri yang para pemimpinnya gemar berkoar di tengah rakyat yang sedang lapar. Mementingkan koalisi, padahal yang dibutuhkan penduduk adalah nasi. Pejabat-pejabatnya langsung turun tangan bila sebuah kasus mulai ramai di pemberitaan. Dan macan itu adalah negeri tempat ia hendak mengadu nasib dengan seorang majikan berwatak macan yang telah menyeret dirinya meja hijau, berurusan dengan hukum di negeri yang jauh dari orang-orang yang ia kenal. Pasti keadaan ini membuat pembelaan terhadap Darsem tak maksimal.

Menjadi sasaran pemerkosaan di Arab Saudi ibarat memakan buah simalakama. Membiarkan diri diperkosa hingga hamil  pun tak akan bisa mengadu, karena ia akan terancam hukum rajam bila tak bisa mengajukan dua orang saksi, walaupun janin yang dikandung bisa sebagai bukti yang tak terbantahkan. Padahal bagaimana mungkin ada pemerkosaan bila saat itu ada dua orang lain lagi di sana. Pemerkosaan terjadi karena tak ada siapapun selain korban dan pelaku. Dan Darsem telah memakan buah simalakama itu. Ia terpaksa memilih pilihan pahit lainnya dari dua pilihan pahit yang ada.

Kasus Darsem adalah contoh ketidakadilan yang amat nyata, dicolokkan ke mata kita. Seandainya majikannya tak memperkosanya, pembunuhan untuk membela diri itu tak akan terjadi. Di negara yang memakai hukum Tuhan pun keadilan kerap tak dapat ditegakkan. Hakim tak bisa memggunakan nuraninya untuk menggali lebih dalam kasus yang ia sidangkan, guna mencari penyebab mengapa sebuah perkara terjadi. Tanpa sebab tak akan terjadi akibat. Namun sering kali hanya akibat yang dipersoalkan. Dan negara kita sering tak berdaya menghadapi ketidakadilan tersebut. Kekuatan diplomasi kita terasa lemah di mancanegara, sebab negara cenderung berorientasi pada devisa bukan pada pembelaan warga negara. Sudah banyak kasus kita kalah di petarungan diplomatik internasional. Negara kita sering terlambat dalam penanganan kasus yang dialami warga negara di mancanegara. Setelah ramai baru beramai-ramai.

Beruntung Darsem mempunyai saudara-saudara setanah air yang masih punya sikap empati tinggi, yang dengan ikhlas bahu-membahu mengumpulkan donasi agar terkumpul dana untuk mengenapi donasi yang telah didapat dari para dermawan di Arab Saudi. Karena pemerintah belum dapat dipastikan mau menambah kekurangannya atau tidak sebab masih belum dapat menentukan dari pos mana dana tersebut akan diambil.

Membayar diyat kepada ahli waris majikan sama artinya dengan melegitimasikan Darsem sebagai seorang pembunuh. Seharusnya pemerintah menyelesaikan kasus Darsem melalui jalur hukum, karena Darsem adalah korban dan tidak seharusnya meminta maaf apalagi membayar diyat, seperti diungkapkan oleh Direktur Migrant Care Anis Hidayah.

Kita menunggu langkah konkret apa yang akan diambil pemerintah dalam menangani kasus yang  telah menimpa Darsem karena telah memakan buah simalakama.

-o0o-

Lajnah Islah adalah Komisi Jasa Baik untuk Perdamaian dan Pemberian Maaf

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun