Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Lebaran Hari Kedua akan Tanpa Ketupat Opor Ayam

15 Juni 2018   04:55 Diperbarui: 16 Juni 2018   17:18 1477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketupat Opor Ayam Lebaran Idulfitri. ilustrasi diolah dari nuga.co

Hai, Selamat Idul Fitri, Kompasianers. Sekali lagi mohon maaf atas artikel dan komentar yang mungkin melukai hati. Selamat merayakan kemenangan jiwa atas hasrat daging. Jiwa-jiwa yang bersih adalah yang berdaulat atas kecenderungan-kecenderungan badaniahnya.

Dalam artikel kemarin, "Selamat Idulfitri, Saya Harus Mudik," saya sudah cerita bahwa Kamis, 14/06 saya harus mudik, mudik dalam arti harafiah, menuju ke pedalaman.

Saya akan berangkat pagi-pagi ke Desa Oh'aem, tempat akan diadakannya Festival Pangan Lokal. Kegiatan itu akan berlangsung 2 hari. Artinya saya baru akan tiba kembali di Kupang pada 16/06 dan mungkin sudah sangat lelah untuk bisa ke mana-mana.

Biasanya saya mengunjungi kerabat dan tetangga Muslim yang tidak seberapa banyak jumlahnya itu pada hari kedua lebaran. Pada hari pertama, orang-orang itu tidak berada di rumahnya. Selesai salat Ied, mereka berkumpul di "rumah tua," tempat tinggal orang tua atau kerabat dekat yang dituakan.

Karena itu lebaran hari pertama lazim saya pakai untuk mengirim ucapan selamat melalui media sosial, sms, dan aplikasi whatsapp kepada para kerabat dan kenalan yang jauh.

Artikel ini saya tulis 13/06 malam. Mungkin tengah malam nanti, atau saat bangun pagi hari saya sudah harus kirimkan ucapan selamat sebab 14/06 besok saya sudah berangkat mudik.

Karena mungkin baru malam berada di Kupang atau tiba dini tetapi terlalu saat lebaran hari kedua, saya akan kehilangan kesempatan menikmati opor ayam dan ketupat.

Opor ayam dan ketupat adalah hidangan utama Idulfitri di rumah salah seorang tetangga yang terpisah satu blok dari rumah saya. Saat salaman Idulfitri, saya biasa berlama-lama di sana sebab suami-istri itu enak diajak obrol.

Sejak menderita diabetes, si suami jadi lebih religius. Dahinya ada tanda hitam, pertanda rajin salat. Tetapi ia masih seorang toleran, tidak seperti biasanya sterotipe orang-orang bertanda hitam pada dahi.

Si Bapak itu--juga istrinya-rekan obrol yang enak, inklusif, toleran, dan tampak seperti kebanyakan orang. Mungkin karena dulu dia juga suka minum sedikit alkohol, social drinker seperti saya. Atau bisa juga karena dia Muslim NTT, lahir dan besar di Kupang sehingga memang toleran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun