Mohon tunggu...
Tigaris Alifandi
Tigaris Alifandi Mohon Tunggu... Teknisi - Karyawan BUMN

Kuli penikmat ketenangan. Membaca dan menulis ditengah padatnya pekerjaan | Blog : https://tigarisme.com/ | Surel : tigarboker@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Menjelang Hajatan (Bagian 2): Berlari Mengejar Kursi

14 April 2019   06:27 Diperbarui: 14 April 2019   08:17 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Ambang batas parlemen (Parliementary Threshold) 4% rasanya mencekik beberapa partai politik. Khususnya partai baru, maupun partai lama dengan basis pemilih yang tidak terlalu besar. Perlu usaha lebih keras lagi menggaet pemilih. Guna bisa lolos ke DPR.

Kita perlu mengingat pemilu sebelumnya, tahun 2014. Dengan angka 2,5% terdapat dua partai yang gagal lolos parlemen. PBB (pimpinan Yusril Ihza Mahendra) dan PKPI (dengan AM Hendropriyono sebagai tokoh berpengaruh). 

Apalagi ambang batas yang meningkat cukup jauh, menjadi 4%. Tentu kedua partai tersebut, partai baru plus beberapa partai dengan perolehan suara yang pas-pasan pada pemilu sebelumnya harus rela "ngos-ngosan" untuk mengejarnya.

Tentu bukan tanpa sebab meningkatkan angka Parliementary Threshold. Semakin tinggi ambang batas berarti semakin sedikit partai politik yang bisa lolos menempatkan wakilnya ke DPR. Bisa kita sebut sebagai penyederhanaan kekuatan politik di parlemen. 

Bisa juga disebut skema alami untuk menyederhanakan partai politik. Tanpa kebijakan yang otoriter seperti yang pernah dilakukan pemerintah era Orde Baru dengan melakukan fusi partai politik berdasarkan kesamaan ideologi.

Tentu menguntungkan bagi sebuah negara demokrasi multipartai. Memiliki peta kekuatan politik yang simpel di parlemen. Lebih-lebih hanya ada dua kekuatan mayoritas di parlemen. Seperti di AS. Demokrat dan Republik. Oposisi dan pemerintah. 

Dagang sapi jadi lebih simpel, tak perlu terlalu berbelit-belit. Pengambilan keputusan lebih cepat, tak usah sampai subuh seperti yang pernah terjadi di sini karena menunggu lobi politik yang alot.

Di sini pun ada koalisi oposisi dan pemerintah. Tak ada partai dengan posisi tengah-tengah. Tapi, koalisinya terdiri dari banyak partai. Putus tengah jalan, CLBK, sudah biasa. Tak pernah ada koalisi permanen yang solid. Pragmatisme politik begitu kentara.

Tapi ya sudah lah. Tidak usah terlalu muluk berharap. Toh dengan angka 4% banyak partai yang tidak lolos parlemen. Begitu kata banyak lembaga survei.

LSI Denny JA memprediksi hanya ada 5 parpol yang lolos parlemen. CSIS menjagokan 7 parpol lolos berdasarkan survei yang telah dilakukan. Roy Morgan memperkirakan 6 parpol, Indikator Politik Indonesia pada angka 8 parpol, dan Konsep Indonesia memprediksi hanya ada 4 parpol lolos parlemen.

Jika kita ambil simpulan umum dari beberapa lembaga survei tersebut, maka akan kita dapatkan klasifikasi parpol secara umum, yaitu parpol yang dikategorikan hampir pasti lolos parlemen, parpol yang berpeluang lolos parlemen, dan parpol yang sulit menembus kursi parlemen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun