Mohon tunggu...
Kartiyem Sugiyo
Kartiyem Sugiyo Mohon Tunggu... pegawai negeri -

i am a teacher @sman 1 way pengubuan lampung

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Aku di Sini untuk Mengirimkan Mereka Keliling Dunia

16 Oktober 2014   18:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:46 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Guru adalah cita-cita saya sejak  diriku mengenal pendidikan. Sampai di bangku kuliah persepsiku sebagi guru adalah guru itu kerjanya adalah mengajar, Misalnya guru matematika, maka dia akan mengajari siswanya tentang matematika, menjelaskan bagaimana cara menghitung hasil perkalian misalnya sampai siswanya bisa mencari hasil dari perkalian tersebut, kemudian guru memberikan ulangan sampai siswanya memperoleh nilai baik, menuliskannya pada raport dan membagikan ke siswa sebagai laporan kepada walimurid. Siswa yang nilai matematikanya 8 artinya lebih pintar dari siswa yang nilai 6. Pemahaman ini masih terbawa sampai diriku benar-benar terjun ke masyarakat , menjadi guru di sekolah. Awal diriku mengajar matematika di sekolah dasar pada salah satu yayasan di sebuah perusahaan gula putih terbesar di propinsi Lampung. Disini orientasiku masih seputar nilai (kognitif) saja, tujuanku bagaimana caranya supaya siswa bisa mengerjakan soal yang diberikan dengan benar dan memperoleh nilai tinggi secara kognitif. Di tempat ini semua stakeholder, pengurus yayasan (perusahaan) guru, siswa, dan masyarakat (orang tua murid) sangat memperhatikan pendidikan anak, karena daeran kami ini berada di tengah-tengah hutan ( baca : perkebunan) tebu yang letaknya sangat jauh dari perkampungan bahkan perkotaan.

Empat tahun berlalu akhirnya aku diterima menjadi guru PNS ditempatkan di sebuah SMA yang lokasinya dekat dengan rumah (mertua pada waktu itu). Hal yang sangat berbeda saya temui di lokasi baru ini, baik sistem kerja (yang sangat-sangat lebih santai), di tempat lama saya kerja fulltime, senin sampai sabtu, dari jam tujuh sampai jam dua, yang tidak berlaku disini, guru yang disiplinnya juga berbeda, orang tua yang hampir-hampir tidak tahu apa yang dikerjakan siswa di sekolah, kecuali hanya urusan administrasi (uang bayaran) dan yang mengejutkanku adalah siswaku yang "luar biasa". Apa yang ada di benakku selama ini hampir hampir tak bisa aku laksanakan. Benar nilai ujian mereka (matematika) nilai bagus bagus, delapan atau sembilan , namun faktanya???? SD saja tidak "lulus". Ketemu pecahan pusing, ketemu operasi bilangan negatif ga bisa, trus bagaimana mereka akan belajar matematika bisa memperoleh nilai yang baik? masuk SMA dengan nilai 8 trus keluar SMA dengan nilai 8 pula (hampir tak mungkin), begitu fikirku.

Dari sini aku mulai berubah, tugasku tidak hanya mengajar integral saja (materi), tugasku bukan mengajar, tapi "mendidik". Mereka tak membutuhkan integral atau turunan atau trigonometri setelah lulus, karena mereka akan menikah, bekerja di ladang, bekerja di perusahaan sebagai buruh, dan sangat sedikit sekali yang melanjutkan belajar, Bukan tidak mampu secara materi (biaya), bukan pula tidak mampu secara "otak", lebih kepada belum terbukanya wawasan orang tua dan siswa, dan juga ketidaktahuan apa dan bagaimana itu kuliah. Lulus SMA sudah sebuah prestasi yang tinggi di masyarakat.

Aku mulai membuka wawasan anak-anak di sela-sela aku mengajar matematika. Kuceritakan kisahku, kuceritakan kisah orang-orang "miskin" yang akhirnya sukses pada saat mereka mulai "bosan" belajar matematika. Sedikit demi sedikit siswaku mulai timbul keinginan untuk melanjutkan belajar ke tingkat lebih lanjut. Cerita saja rupanya tidak cukup. Tiba saatnya pendaftaran pedrguruan tinggi di buka, siswa pun hampir tak bisa berjalan sendiri. Sekolah tidak ada fasilitas intermnet, Warnet yang jauhnya 25 km dari lokasi sekolah?rumah, skill internet juga yang masih belum memadai, membuatku tak tega untuk melepaskan mereka. Berbekal laptopku hasil sertifikasi peryamaku, sebuah modem yang kuisi dari uang sakuku sendiri, sebuah printer dan alat scan dirumahku akan menjadi "warnet" dadakan. Sampai disinipun mereka  mereka tidak bisa sendiri, harus didampingi dari awal sampai akhir. dari membuka website, menisi biodata, mengupload foto, mengscan dokumen bahkan bagaimana caranya memmbuat surat keterangan tidak mampu ke kelurahan pun harus saya ajarkan.

Lelah, pastinya iya, capek sudah barang tentu, biaya tidak gratis, waktu tersita juga banyak, tapi aku senang menjalani itu semua. Semua lelah terbayar jika ada satuuu saja yang diterima di perguruan tinggi negeri. Kini hampir setiap tahun, walaupun minim jumlahnya, ada saja anakku yang diterima di PTN, UNILA, Universitas Brawijaya, Universitas Diponegoro dll kami titip anakku untuk menimba ilmu. Biasanya anakku baru "lepas" jika sudah mulai ospek. Aku menuntunnya sampai mereka ke lokasi perguruan tinggi yang dituju.

Kisahku ini sederhana sekali dibanding prestasi kawan-kawan guru lain yang memenangkan ini dan itu, menjadi guru beprstasi atau lainnya. Keinginanku hanya sederhana, aku ingin teteap disini, aku ingin mendidik anak-anak luar biasa yang ada disini, tak banyak yang mau ditempatkan didaerah sepertiku disini, kalau bukan aku siapa lagi. Kami, aku dan kawan-kawan disini tak lelah membimbing mereka dari nol, dari tidak bisa apa apa, tidak tahu apa-apa sampai mereka bisa berdiri di istana jakarta, menjadi pengibar bendera pusaka pada tanggal 17 agustus 2013 atas nama OZZY EKA SAPUTRA,  menjadi sprinter tercepat di propinsi lampung (KETUT SUMAWE), keliling indonesia karena memperoleh pekerjaan yang mengharuskan dia untuk mensurvei daerah-daerah di seluruh indonesia, menjadi abdi negara sampai di kalimantan, menjadi guru seperti aku sekarang, bekerja di bandara sukarno hatta yang tidak pernah dia impikan, manager di ANCOL yang dulu hampir tak pernah dia kunjungi dulu. Aku hanya menunjukan jalan untuk mereka memulai hidup yang sebenarnya.

Aku seorang pendidik, mungkin aku tidak bisa membuat mereka pinter menggunakan integral, matriks, atau trigonometri, aku hanya ingin memperlihatkan ada dunia selain WAY PENGUBUAN yang bisa mereka jelajahi untuk memberikan warna dan menghidupi mereka setelah SMA. Biarkan aku ada disini untuk mengirimkan siswaku mengelilingi dunia.

“Tulisan ini adalah tugas Diklat Online PPPPTK Matematika”).

Dari sudut kantor SMAN 1 WAY PENGUBUAN


Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun