Mohon tunggu...
Kurnia Nasir
Kurnia Nasir Mohon Tunggu... Musisi - musikus jalanan

musikus jalanan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Guru adalah Penyemai Toleransi

21 November 2020   01:55 Diperbarui: 21 November 2020   03:07 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa waktu lalu, sebuah lembaga yang berbasis pluralisme membuat survey sederhana melalui permainan mirip monopoli dan dinamakan Negeri Kompak yang berisi nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika. Permainan ini dimainkankan di lima sekolah menengah dan melibatkan ratusan pelajar di Jabodetabek.

Hasilnya? Seperempat siswa menyatakan tidak setuju jika mereka harus mengucapkan hari raya keagamaan orang lain. Seperempatnya lebih menjawab ragu-ragu. Lalu papan monopoli menanyakan soal apakah mereka akan membalas jika rumah ibadah mereka dirusak?

Sekitar 15% menyatakan akan membalas sedangkan sekitar 27% menjawab ragu-ragu. Bahkan beberapa diantara meeka juga menolak hormat kepada bendera merah putih.

Data sederhana ini berbicara soal sesuatu, yaitu fenomena intoleransi yang terlihat makin menonjol di semua ranah pendidikan, tak hanya sekolah menengah namun juga sekolah dasar sampai perguruan tinggi juga terpapar fenomena itu. Bahkan murid PAUD pun cukup banyak yang ditemukan fenomena intoleran seperti ini.

Hasil ini sebenarnya koheren dengan hasil kajian sebuah lembaga bernama LaKip ( Riset Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian) yang menemukan bahwa pandangan intoleransi menguat di ranah pendidikan terutama para guru. Hasilnya bisa anda cek sendiri di web terkait. 

Sedangkan kita tahu, para gurulah yang mentransformasikan pandangan mereka termasuk agama kepada para murid. Meski tidak seorang guru agama, sikap para guru yang intoleran itu akan punya dampak kepada para siswanya.

Peneliti lainnya jua menunjukkan hal sama. Seorang peneliti bernama Farcha Ciciek melakukan penelitian di tujuh kota yaitu Jember, padang, Jakarta, pandeglang, Cianjur dan Cilacap. Hasilnya nyaris sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh LaKip.

Bahkan peneliti Ciciek menemukan bahwa beberapa pelajar menyatakan setuju dan mendukung aksi terorisme yang dilakukan oleh Imam Samudra, salah seorang pengebom Bom Bali yang menewaskan sekitar 200 orang dan  dijatuhi hukuman mati bersama pelaku lainnya.

Ada banyak alasan yang mendasari sebab menguatnya intoleransi itu, diantara sistem pengajaran, prespektif para guru dan lain sebagainya. Kita mungkin akan kaget untuk mengetahui bahwa para pendidik seringkali memakai prespektif pribadi dan bukan prespektif negara untuk mendefinisikan agama.

Mereka sering merujuk agama ke satu agama saja yaitu agama mayoritas dan menafikan agama lainnya yang merupakan minoritas. Akibatnya, para pelajar juga mengikuti prespektif itu dan bersikap berdasar prespektif tersebut.  Padahal dalam prespektif negara, ada bermacam-macam agama yang ada sehingga diakui dan dihormati keberadaannya oleh negara.

Karena itu sebaiknya kita tidak membuang-buang waktu dan segera memperbaiki ini demi masa depan generasi muda. Bagaimanapun nilai-nilai keberagaman harus menjadi hal penting di sekolah sekolah baik negeri maupun swasta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun