Mohon tunggu...
tiaagustinahasibuan
tiaagustinahasibuan Mohon Tunggu... Mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam

Mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam. i'm hope ini dapat berguna untuk kita semua.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Makna Hakiki Haji : Perjalanan Spiritual Menuju Kesalehan yang hakiki

18 Juni 2025   08:14 Diperbarui: 18 Juni 2025   12:45 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh : Tia agustina hasibuan (Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) & Bapak Syamsul Yakin (Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) 

Alhamdulillah jamaah haji Indonesia tahun ini sebagian sudah berada di tanah suci. Mereka dengan penuh suka cita meninggalkan keluarga, harta, dan negeri tercinta. Apa sebenarnya hakikat haji itu hingga dalam jumlah massif orang rela melakukannya?Secara bahasa, haji berasal dari kata hajj yang berarti bermaksud mengunjungi sesuatu atau menuju. Menurut istilah, haji adalah mengunjungi Baitullah untuk menjalankan ibadah pada waktu yang sudah ditentukan.Dasar hukum haji adalah firman Allah, misalnya, "Allah mewajibkan kepada manusia untuk mengerjakan ibadah haji ke Baitullah bagi siapa yang mampu melakukan perjalanan ke sana Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya dari semesta alam" (QS. Ali Imran/3: 97).Menurut ulama, yang dimaksud dengan istithaah atau mampu dalam QS. Ali Imran/3: 97 adalah mampu secara ekonomi, mampu secara ilmu yang berkaitan dengan tata cara ibadah haji, dan mampu secara fisik karena haji adalah ibadah yang memiliki pelaksanaan terpanjang ketimbang ibadah lainnya.Sebagai sebuah refleksi historis, ibadah haji yang berangkaian dengan pelaksanaan Kurban merupakan simbol ketaatan, pengorbanan, dan cinta. Ibrahim yang hidup di tengah masyarakat bercorak pastoralis (hidup dengan cara berternak), melambangkan sosok ayah yang demokratis. Kendati Allah yang memberi perintah untuk mengorbankan Ismail, Ibrahim tetap mempunyai pertimbangan kemanusiaan. Dalam bahasa puitis al-Qur'an dialog Ibrahim itu berbunyi, "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu"? (QS. al-Shaffat/37: 102).Sebagai seorang anak, Ismail adalah representasi anak yang penuh bakti, baik kepada orangtua apalagi kepada Allah. Di usia muda, Ismail sudah memiliki keinsyafan spiritual sebagai manusia pada yang Maha Absolut Ismail dengan penuh kerendahan hati dan percaya diri meminta agar Ibrahim melaksanakan perintah Tukan Ismail mengatakan, "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang perintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku rmasuk orang-orang yang sabar (QS. al-Shaffat/37, 102)Makna hakiki hajt, dengan demikian, sepulang haji kita menjadi pirbadi seperti Ibrahim, Siti Hajar, dan Ismail yang merupakan figur ayah, ibu dan anak yang shaleh. Selain tentunya memperteguh kesalehan individual dan menebar kesalehan sosial Sepulang haji, sejatinya kita membuktikan secara empiris pembelaan terhadap kaum miskin, lemah, tertindas, dan mereka yang saat ini tengah berduka karena musibah yang mendera. Dalam ibadah haji perilaku yang semestinya menjelma adalah kontekstualisasi kesadaran ketuhanan (God-consciousness) terhadap kondisi sosial-kemasyarakatan yang kini sedang perih-merintih.Menurut Quraish Shihab, keteladanan yang harus diwujudkan dalam ibadah haji dan praktik-praktik ritualnya berkaitan dengan peristiwa yang dialami Nabi Ibrahim dan keluarganya, pada hakikatnya merupakan penegasan kembali dari setiap jamaah haji agar mengikuti jejak-langkah Nabi Ibrahim dan keluarganya mengenai tiga hal penting dan prinsip dalam beragama. Pertama, pengakuan akan keesaan Tuhan serta penolakan terhadap segala macam dan bentuk kemusyrikan, baik berupa patung-patung. bintang, bulan dan matahari, bahkan juga segala sesuatu selain Allah.Kedua, keyakinan tentang adanya neraca keadilan Tuhan dalam kehidupan ini dan yang puncaknya akan diperoleh setiap makhluk pada hari kebangkitan kelak. Ketiga, keyakinan tentang kemanusiaan yang bersifat universal, tiada perbedaan dalam kemanusiaan seseorang dengan lainnya, betapapun terdapat perbedaan antara mereka dalam hal-hal lainnya.Menurut Azyumardi Azra, selain tiga hal penting dan prinsip dalam beragama di atas, terdapat hal-hal yang harus dipersiapkan dan dipenuhi bagi mereka yang akan berhaji:Pertama, hendaknya menyerahkan hati hanya kepada Allah: selalu bergantung di kala diam atau berbuat, pasrah dengan segala ketentuan, putusan, dan penilaian-Nya. Kedua, selalu mencontoh perilaku Nabi, seperti sopan, tabah, sabar, terus bersyukur, penyayang, dermawan, mementingkan orang lain, menjaga wudhu. selalu berkata benar, rendah hati, dan menjaga kesucian diri.

Ketiga, bersegera meninggalkan hawa nafsu, membebaskan diri dari segala pemikiran pribadi yang menyangkut kekuatan dan kekuasaan. Termasuk, meninggalkan semua bentuk kesalahan dan kesembronohan, meninggalkan segala sesuatu yang dilarang dan tidak patut dilakukan, dan mengakui kesalahan yang dilakukan dan mengikutinya dengan kebaikan.

Keempat, membiasakan diri berdoa dengan jiwa yang bersih, dan mohon agar terhindar nafsu dan keserakahan duniawi: penuh hasyrat dan ambisi, berlaku hina, dan menumpuk kejahatan di atas kejahatan. Penting juga agar sedini mungkin untuk memangkas semua keburukan lahir maupun batin yang masih tersisa. Jadikan hari-hari terkondisi selalu bersama-Nya, perlindungan dan pengawasan-Nya.

Hal-hal yang disebutkan di atas merupakan bekal untuk menjalankan ibadah haji yang sebenarnya. Karena ibadah haji sangat kaya dengan simbol-simbol yang harus menjadi pedoman dalam kehidupan. Dan seperti itulah ajaran agama Islam, ada simbol yang harus terus dipelihara seperti ihram, thawaf, sa'i, wukuf, melempar jamroh dan yang lainnya dan ada esensi yang harus diraih sepulang haji. Semua itu memerlukan persiapan lahir dan batin.

Persiapan lahir dan batin ini sangat diperlukan bukan hanya sebagai persiapan berhaji, tapi sekali lagi, pada saat pelaksanaan haji yang sebenarnya yang sangat melelahkan, menuntut kesabaran, kecermatan beribadah, dan ketahanan fisik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun